Liputan Khusus Tribun Sumsel

LIPSUS: 87 Hektare Tanah Petani Diserobot, Puluhan Tahun Garap Hilang Sekejap, Warga Lapor Polda -1

Lahan seluas 87 hektare milik sebelas warga di Desa Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, tiba-tiba berpindah kepemilikan. Kasus ditangani Polda Sumsel.

|
Editor: Vanda Rosetiati
GRAFIS TRIBUN SUMSEL
Liputan khusus Tribun Sumsel, lahan seluas 87 hektare milik 11 warga di Desa Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, tiba-tiba berpindah kepemilikan. Kasus ditangani Polda Sumsel. 

"Dua hektare sekarang saya tanam sawit dan itulah yang menjadi menghidupkan keluarga. Katanya juga sudah disertifikatkan dan akan diambil mereka, tetapi karena itu penghidupan saya mau tidak mau melawan. Saya tidak sekolahan, tidak tahu hukum. Kalau hak saya diambil lagi, jalan terakhir main kekerasan, paling tidak saya bacok mereka," ungkap Misgiono.

Tak jauh berbeda diungkapkan Yusuf, warga Desa Tajung Lago, yang merasa bingung ketika ada beberapa orang, termasuk J, datang dan mengklaim lahan merupakan tanah miliknya.

Sepengetahuan Yusuf, lahan yang sedang digarapnya tersebut merupakan lahan milik Prasetio. Luas lahan yang saat ini sudah ditanami sawit seluas 44 hektare, tiba-tiba diklaim orang.

"Saya tahu betul sejarah tanah yang sedang saya garap ini. Pemiliknya bapak Prasetio membeli tanah dengan petani yang saat itu masih menanam padi. Saat pembelian, saya yang mendampingi dan membeli dengan siapa saja orangnya. Sekarang, malah diakui orang lain. Ini kan aneh," ungkapnya.

Lebih parahnya lagi, pohon-pohon sawit yang sudah ditanam sejak 10 tahun lalu sudah berbuah dan tinggal panen. Namun, orang-orang itu malah memagar dan melarang Yusuf masuk. Buah-buah sawit yang siap panen malah dipanen oleh mereka.

"Sudah saya laporkan kepada pemiliknya, kalau lahan diakui orang. Selain itu, sawit-sawitnya juga mereka panen. Sekarang, tinggal menunggu tindakan dari pemiliknya dan kemungkinan akan lapor ke polisi," pungkasnya.

Data dihimpun Tribun, korban penyerobotan lahan di Desa Tanjung Lago ini sudah sebelas orang dan satu perusahaan.

Luasan lahan yang dikuasai mafia tanah ini juga tidak main-main, mulai dari dua hektare hingga 250 hektare yang merupakan tanah kaplingan milik CV Arista Prima.

Lapor Polda

Abbas Kurib, warga setempat, lahannya seluas 20 hektare diklaim mafia tanah.

Lahan yang dibelinya tahun 2012 dari petani sawah dengan nilai bervariasi mulai dari Rp 22 juta hingga Rp 25 juta per dua hektare tiba-tiba diklaim.

Lahannya sudah ditanami 1.400 batang sawit dan siap panen, tiba-tiba diklaim, sehingga Abbas tidak bisa panen karena lahannya dipagar dan dipasang spanduk larangan masuk.

"Jadi kacau negara kalau seperti ini. Sejak saya beli sampai dibuka dan digarap untuk ditanami sawit tidak ada yang klaim. Selain itu, saat saya beli tidak ada sanggahan atau mendatangi bila itu tanah mereka. Tetapi, setelah sawit siap panen tiba-tiba datang dan mengklaim tanah itu," ungkapnya.

Lanjut Abbas, orang berinisial J itu sempat bertemu dengan dirinya dan melarang untuk panen sawit. Padahal, tanah dan sawit yang ada, merupakan miliknya yang ditanam sejak 10 tahun yang lalu.

"Ketika sawit siap panen, mereka datang dan mengklaim lahan itu lahan mereka. Landasannya sertifikat tanah dari BPN, padahal tidak ada patok ataupun pengukuran sama sekali. Jadi, yang saya pertanyakan kenapa bisa keluar sertifikat kalau cek lokasi saja tidak pernah. Inilah permainan mafia tanah, dengan sertifikat bisa klaim lahan orang. Enak sekali seperti itu, tinggal panen langsung klaim tanah mereka," katanya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved