Liputan Khusus Tribun Sumsel
LIPSUS: Nasib Bacaleg Dikocok di Gelas, Sistem Pemilu Proporsional Tertutup atau Terbuka Belum Jelas
Belum ada kepastian sistem Pemilu proporsional tertutup atau terbuka membuat bakal calon legislatif merasa gamang dan menahan diri untuk melakukan sos
PALEMBANG, TRIBUN - Belum ada kepastian sistem Pemilu proporsional tertutup atau terbuka membuat bakal calon legislatif merasa gamang dan menahan diri untuk melakukan sosialisasi.
Jika Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan proporsional tertutup, maka nomor urut atas jadi rebutan.
Kondisi ini membuat was-was banyak bacaleg yang akan bertarung nanti, terutama yang posisinya tidak berada di nomor cantik yaitu satu ataupun dua.
Sejumlah Bacaleg di nomor urut tiga ke bawah diprediksi tidak akan berjuang mati-matian mendapat suara. Sebab sudah jelas yang akan duduk nomor satu.
Bacaleg yang bukan berasal dari pengkaderan partai setuju sistem proposional terbuka. Sebab pertarungan di internal lebih menarik dan suara yang didapat juga lebih banyak.
"Kalau tertutup, maka yang bekerja keras tentu nomor satu dan nomor dua. Kalau kami nantinya di nomor belakang, maka tidak akan gerak, sebab untuk mendapatkan kursi lebih dari dua setiap dapil (daerah pemilihan) jelas akan berat," ungkap Bacaleg yang meminta namanya tidak disebutkan.
Dia mengatakan, bacaleg harus menyiapkan sejumlah dana atau modal lebih besar jika mendapat nomor urut teratas. "Rata-rata semua partai seperti itu ada biaya operasional, dan saya secara pribadi menyumbang juga untuk partai, karena ini untuk kepentingan bersama. Dimana untuk biaya alat peraga dan saat kampanye," ujar dia.
Di sisi lain, dengan dapat nomor satu di partainya pada Pileg 2024 membuat dia tak mempermasalahkan mengeluarkan biaya lebih besar dibanding Bacaleg lainnya separtai.
"Ya, saya anggap bentuk penghargaanlah untuk partai yang telah memberikan kepercayaan. Jadi tidak mungkin orang yang datang saat kami kampanye dikasih minum saja sama baju kaos," ujar dia.
Isu praktik mahar politik bakal calon legislatif (bacaleg) kepada partai politik pun marak terdengar. Namun berdasarkan wawancara dengan beberapa bacaleg di Palembang justru tak mengetahui pasti tentang adanya mahar tersebut.
Seperti diungkapkan Bacaleg DPRD Provinsi Sumsel Romiana H Sumadi. Soal mahar seperti itu dia tidak terlalu mengikuti. "Cuma saya mempunyai keyakinan bahwa semua partai punya mekanismenya masing-masing," kata Romiana yang sering disapa Omi, Selasa (6/6).
Menurut Bacaleg DPRD Provinsi Sumsel dapil 1 ini, yang perlu terus didorong dan didukung adalah bagaimana partai bisa menghasilkan calon wakil rakyat yang berkualitas. Supaya bisa memperjuangkan kepentingan masyarakat.
"Saya tidak ada memberi mahar. Dalam bertindak saya selalu ingat pesan bapak dan ibu saya, untuk terus tegak lurus dan menjaga nilai integritas dalam bertingkah laku dan berkarya dimanapun kita ditempatkan," ungkapnya.
Sedangkan terkait nomor urut, menurut Omi, ia belum tahu akan ada di nomor urut berapa. Harapannya tentu semua Caleg berada di nomor urut terbaik.
"Saya berharap dinomor yang terbaik yang bisa mengantarkan saya mewujudkan visi dan misi saya untuk mendorong perempuan di Sumsel lebih berdaya di semua bidang," ungkapnya.
Liputan Khusus Tribun Sumsel
Sistem Pemilu Proporsional Tertutup atau Terbuka
mata lokal menjangkau indonesia
Aku Lokal Aku Bangga
Lokal Bercerita
Tribunsumsel.com
| Pemilik Kafe Kopi di Palembang Tertolong Momen Buka Bersama, Harga Kopi Tembus Rp 52 Ribu Per Kg -3 |
|
|---|
| Harga Kopi Rp 52 Ribu Per Kg Termahal Sepanjang Sejarah, Kini Ramai-ramai Beli Emas -2 |
|
|---|
| LIPSUS : Bisnis Kafe Kopi Gulung Tikar, Harga Kopi Tembus Rp 52 Ribu Per Kg -1 |
|
|---|
| Pajak Hiburan 40-75 Persen Berlaku Bakal Matikan Usaha, GIPI Sumsel Ajukan Gugatan ke MK -2 |
|
|---|
| LIPSUS: Pengunjung Karaoke Kaget Tarif Naik, Pajak Hiburan 40-75 Persen Berlaku -1 |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.