Vonis TNI Tembak Mati Polisi Lampung

Perjalanan Kasus Kopda Bazarsah, TNI Tembak Mati 3 Polisi Lampung Jalani Sidang Vonis Hari ini

Kopda Bazarsah oknum TNI yang menembak mati tiga polisi Polsek Negara Batin, Lampung menjalani sidang vonis hari ini, Senin (11/8/2025).

SRIPOKU/SYAHRUL HIDAYAT
SIDANG -- Tedakwa Kopda Bazarsah oknum TNI yang menembak mati tiga polisi di Way Kanan Lampung dihadirkan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli, di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Senin (30/6/2025) lalu. Kopda Bazarsah dijadwalkan menjalani sidang vonis hari ini, Senin (11/8/2025). Berikut ini perjalanan kasusnya. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Kopda Bazarsah oknum TNI yang menembak mati tiga polisi Polsek Negara Batin, Lampung menjalani sidang dengan agenda pembacaan vonis hari ini, Senin (11/8/2025). 

Selain Kopda Bazarsah, ada juga Peltu Yun Heri Lubis yang dijadwalkan menjalani sidang vonis hari ini, 

Sidang akan disiarkan langsung melalui chanel YouTube Tribun Sumsel dan Sripoku Tv mulai pukul 09.00.

Pada sidang sebelumnya Kopda Bazarsah dituntut hukuman mati dan dipecat dari TNI, sedangkan Peltu Yun Hery Lubis enam tahun penjara.

Kopda Bazarsah dijerat pasal berlapis yakni 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api secara ilegal, serta Pasal 303 KUHP tentang perjudian.

Sementara Peltu Lubis hanya didakwa Pasal 303 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 tentang perjudian.

Baca juga: BREAKING NEWS: Sidang Vonis TNI Tembak Mati Polisi Lampung Digelar Hari ini, Dijaga Ketat Pom TNI AD

SIDANG TUNTUTAN -- Terdakwa Kopda Bazarsah (kiri) dan Peltu Lubis (kanan) terkait kasus penembakan yang menyebabkan tiga anggota Polsek Negara Batin, Kab. Waykanan, Prov. Lampung tewas, tiba di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Senin (21/7/2025).
SIDANG TUNTUTAN -- Terdakwa Kopda Bazarsah (kiri) dan Peltu Lubis (kanan) terkait kasus penembakan yang menyebabkan tiga anggota Polsek Negara Batin, Kab. Waykanan, Prov. Lampung tewas, tiba di Pengadilan Militer I-04 Palembang, Senin (21/7/2025). (SRIPOKU/SYAHRUL HIDAYAT)

Perjalanan Sidang

Sebelum sampai tahap putusan, sudah digelar 10 kali sidang dengan menghadirkan saksi dari berbagai pihak, mulai dari belasan anggota polisi yang ikut penggerebekan judi sabung ayam saat peristiwa terjadi, masyarakat sipil, keluarga korban, ahli forensik, ahli psikologi, serta rekan terdakwa yang juga terjerat kasus perjudian.

Sekadar menyegarkan ingatan, kasus ini bermula saat belasan anggota Polres Way Kanan bersama dengan Polsek Negara Batin menggrebek judi sabung ayam yang dikelola Kopda Bazarsah dan Peltu Yun Hery Lubis pada 17 Maret 2025.

Dalam penggerebekan itu Kopda Bazarsah yang panik mendengar tembakan peringatan, mengambil senjatanya lalu menembak seorang anggota polisi yang ternyata adalah Aipda Anumerta Petrus Apriyanto, lalu Kapolsek Negara Batin AKP Anumerta Lusiyanto, dan terakhir adalah Briptu Anumerta Ghalib.

Setelah itu Kopda Bazarsah kabur ke area perkebunan dan meninggalkan senjatanya di sana. Lalu ia kembali ke rumahnya dan dijemput anggota Denpom II/3 Lampung untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Setelah berkas perkaranya disiapkan Oditur Militer I-04 Palembang, sidang perdana atau pembacaan dakwaan kasus Way Kanan mulai digelar pada 11 Juni 2025 dengan menghadirkan terdakwa Kopda Bazarsah.

Fakta Persidangan

Dari fakta persidangan saat menghadirkan dua ahli forensik terungkap, luka tembak dialami ketiga korban tak ada peluru yang menembus keluar tubuh. 

Dua korban tertembak dari jarak jauh sedangkan Petrus Apriyanto tertembak dari jarak dekat.

Ahli Forensik Polda Lampung, dr Chatrina Andriyani bersama dr I Putu Suwartama memeriksa ketiga korban secara bersamaan pada 18 Maret 2025. dr Chatrina mengatakan, untuk almarhum AKP Anumerta Lusiyanto meninggal dunia akibat proyektil yang bersarang di tulang iga belakang yang membuat organ vitalnya, paru-paru dan jantung rusak akibat proyektil menembus.

Peluru tersebut melesat menembus rongga pada bagian mata menuju otak korban yang menyebabkan korban tewas di tempat. 

Sedangkan untuk luka yang dialami Petrus Apriyanto adalah yang paling fatal sebab peluru langsung bersarang di kepala.

Luka tembak pada Petrus bermula dari kelopak mata, momentum proyektil peluru yang menembus dari mata menembus otak hingga membuat selaput tebal otak di bagian telinga robek serta otak besar dan kecil mengalami pendarahan. 

"Korban langsung tewas karena yang kena di bagian otak. Otak ini kan pusat segalanya bagi tubuh kita, mulai dari saraf, jantung dan organ-organ lain," katanya.

Ia memperkirakan proyektil tersebut berhenti di tulang tengkorak setelah menembus mata. Dapat dipastikan peluru tidak sampai menembus tulang tengkorak melainkan hanya menimbulkan retakan. 

Sementara itu, Briptu Anumerta Ghalib yang tewas ditembak Kopda Bazarsah saat menggerebek arena judi sabung ayam di Way Kanan mengalami luka tembak yang tembus dari bibir kiri bawah.

Proyektil tersebut tembus melewati gusi sampai ke tulang leher hingga turun ke bawah sampai ke tulang iga ketiga kanan belakang. 

Saat di persidangan terdakwa Bazarsah mengaku menembak Ghalib dengan posisi setengah berdiri karena ia sempat jatuh ketika berusaha kabur di tengah penggerebekan.

Mengenai isu setoran judi yang diterima pihak Polsek juga terungkap di persidangan, saat terdakwa Bazarsah memberikan keterangan di hadapan Majelis hakim diketahui bahwa uang tersebut diserahkan kepada seorang anggota polisi inisial F.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer Kolonel CHK (K) Fredy Ferdian Isnartanto di persidangan, Senin (14/7/2025), bertanya kepada terdakwa apakah mengenal AKP Anumerta Lusiyanto. "Kenal dengan Kapolsek AKP (Anumerta) Lusiyanto?" tanya ketua Majelis Hakim.

"Saya tidak kenal dan belum pernah bertemu Kapolsek, tau wajahnya cuma lewat foto profil di WA, yang kenal itu Lubis," kata Bazarsah.

Lalu hakim kembali bertanya apakah benar ada penyerahan langsung uang ke Kapolsek, tetapi terdakwa mengaku tidak kenal.

Terdakwa menjawab bukan diserahkan secara langsung, tapi melalui anggota polisi bernama Bripka F.

Tak Terima Dituntut Pidana Mati

Setelah tuntutan, Kopda Bazarsah melalui penasihat hukumnya, Kapten CHK Fadly Yahri Sitorus mengajukan pledoi, karena menurutnya pasal pembunuhan berencana yang didakwakan, kurang tepat.

Menurut dia, dalam perkara ini Oditur Militer keliru menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain karena tidak didukung dengan alat bukti yang lengkap.

Ia mengatakan, dari keterangan saksi-saksi yang hadir dalam persidangan, tidak ada satu pun yang mengetahui dan melihat secara langsung terdakwa melakukan penembakan ke arah Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Ardiyanto, dan Bripda Ghalib Surya.

"Saksi hanya melihat terdakwa memegang senjata api dan hanya melihat Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Ardiyanto, dan Bripda Ghalib Surya sudah tergeletak," katanya.

Untuk membuktikan terdakwa bersalah melakukan perbuatan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain yang didakwakan, harus disertai satu alat bukti yang sah lainnya.

"Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 173 Ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer," katanya. 

Dengan mempertimbangkan fakta persidangan, Fadly Yahri minta terdakwa dihukum seringan-ringannya.

"Menjatuhkan pidana yang seringan-ringannya kepada terdakwa dan Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya," katanya.

Di lain pihak Wahyu Saman Hudi, kuasa hukum mewakili tiga keluarga korban, berharap saat putusan nanti ketua dan majelis hakim benar benar memberikan putusan seadil-adilnya.

"Semoga mengerucut sesuai dengan dakwaan yang ditentukan oleh oditur militer," katanya.

Sementara itu, Parwati (53), kakak perempuan Kapolsek Negara Batin AKP Anumerta, mengatakan, pihak keluarga berharap putusan yang akan dikeluarkan majelis hakim adalah putusan yang seadil-adilnya. "Kami berharap putusan yang seadil-adilnya," ucapnya.

Sidang putusan yang sudah dijadwalkan di Pengadilan Militer I-04 Palembang akan menentukan nasib kedua terdakwa. Apakah hakim akan memvonis Kopda Bazarsah sama seperti tuntutan, yakni hukuman mati? Layak kita nantikan. 

Tanggapan Ahli 

Namun menurut Ahli Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Palembang, Dr Hasanal Mulkan, hukuman mati atau seumur hidup layak diberikan kepada pelaku. 

Itu merujuk pada fakta persidangan, dan pasal yang dikenakan kepada pelaku atau terdakwa yaitu pasal 340 KUHP, tentang pembunuhan berencana. 

Di mana pengenaan pasal 340 KUHP itu, ,terdapat unsur perencanaan sebelumnya dan niat jahat untuk menghilangkan nyawa orang lain, dan bukti yang ada Kopdar Bazarsah telah menyiapkan senjata api sebelum kejadian, dan melakukan penembakan dengan sengaja terhadap tiga anggota Polri. 

Selain itu, kepemilikan aenjata api Ilegal (Pasal 1 ayat 1 UU Darurat No.12/1951) Memiliki, menyimpan, atau menguasai senjata api tanpa izin yang sah, hal ini dibuktikan jika senjata yang digunakan Bazarsah bukan senjata organik TNI dan tidak memiliki izin resmi.

Kemudian dikenakan juga masalah perjudian (Pasal 303 KUHP), dimana memenuhi unsur dengan menjadi penyelenggara atau terlibat dalam perjudian, yang dibuktikan Bazarsah mengelola arena sabung ayam yang digerebek oleh polisi. 

Ia memprediksi hukuman pidana pokok berdasarkan Pasal 340 KUHP, ancaman hukuman untuk pembunuhan berencana adalah pidana mati atau penjara seumur hidup.

Mengingat perbuatan terdakwa yang mengakibatkan hilangnya nyawa tiga orang dan dilakukan dengan sengaja, tuntutan hukuman mati merupakan langkah yang sesuai. 

Selain itu terdapat hukuman rambahan berupa pemecatan dari dinas militer sesuai dengan Pasal 87 ayat (1) huruf b UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang menyatakan bahwa anggota TNI dapat dipecat apabila melakukan tindak pidana yang merugikan negara atau mencemarkan nama baik TNI.

"Berdasarkan fakta dan bukti yang ada, serta ketentuan hukum yang berlaku, tuntutan hukuman mati terhadap Kopda Bazarsah merupakan langkah yang tepat dan sejalan dengan rasa keadilan masyarakat. Diharapkan majelis hakim dapat mempertimbangkan semua aspek hukum dan sosial dalam menjatuhkan putusan yang adil dan tegas," katanya.

Meski begitu, terdapat langkah-langkah hukum yang dapat dilakukan oleh terpidana, setelah adanya putusan. Upaya hukum yang dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan militer. 

"Pertama, upaya hukum biasa berupa banding yg diajukan ke ke pengadilan militer tinggi. Banding dapat dilakukan oleh terpidana ataupun oleh oditur militer, apabila merasa putusan pengadilan tingkat tidak adil atau terdapat kesalahan penerapan hukum," jelasnya. 

Kedua, upaya hukum biasa berupa kasasi yg diajukan ke mahkamah agung, kasasi dilakukan apabila terdapat kesalahan dalam penerapan hukum dalam putusan banding. 

"Mahkamah agung hanya memeriksa penerapan hukum bukan fakta kasus. Selain upaya hukum biasa terdapat pula upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali (PK) dapat dilakukan terhadap putusan yang telah memperoleh putusan inkracht. PK hanya dapat diajukan apabila terdapat bukti baru (novum) yang dapat mengubah putusan, adanya kehilafan hakim, atau adanya pertentangan putusan, " ujarnya.  

Dijelaskan Hasanal Mulkan, hukuman atau pidana mati adalah penjatuhan pidana dengan mencabut hak hidup seseorang, yang telah melakukan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang yang diancam dengan hukuman mati. Hukuman mati, berarti telah menghilangkan nyawa seseorang. Padahal setiap manusia memiliki hak untuk hidup. 

Adapun pidana mati sebagaimana diatur dalam KUHP dituangkan dalam beberapa jenis tindak pidana, antara lain: Pasal 104 KUHP, Pasal 111 ayat 2 KUHP, Pasal 124 ayat 3 KUHP, Pasal 140 ayat 4 KUHP, Pasal 340 KUHP, Pasal 365 ayat 4 KUHP. Untuk elaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan dengan ditembak sampai mati. 

"Mengenai siapa yang melaksanakan hukuman mati? Eksekusi pidana mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (“Brimob”) yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah di wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati," ujarnya. 

Sedangkan hukuman seumur hidup, berarti terpidana akan menghabiskan sisa hidupnya di dalam penjara. 

"Hal ini berdasarkan Pasal 12 ayat (1) KUHP, pidana penjara dapat berupa hukuman seumur hidup atau hukuman dengan jangka waktu tertentu," pungkasnya. 
 

 

Baca artikel menarik lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung di saluran WhatsApp Tribunsumsel

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved