OPINI

Mengatasi Kriminalitas Anak Tidak Cukup Peran Keluarga dan Sekolah

Dalam institusi keluarga, Islam memandang anak-anak yang masih dalam pengasuhan dan belum mencapai usia mumayyiz (mampu membedakan baik dan buruk seki

Editor: Weni Wahyuny
Dokumentasi Pribadi
Putri Halimah, M.Si, Aktivis Muslimah Sriwijaya 

Maka, menyelesaikan kasus kriminal anak tidak akan tuntas jika hanya diserahkan kepada orang tua dan sekolah. Penguasa harus turun tangan dan cepat tanggap untuk menyelesaikannya.

Ketika payung sistem bersumber dari ajaran Islam, maka semua dimensi kehidupan akan diatur oleh syariat. 

Dalam institusi keluarga, Islam memandang anak-anak yang masih dalam pengasuhan dan belum mencapai usia mumayyiz (mampu membedakan baik dan buruk sekitar usia 7 tahun) berada dalam masa hadhanah, yaitu pemeliharaan dan pendidikan oleh ibunya.

Islam menjadikan tanggung jawab seorang ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya (madrasatul ula). 

Sehingga, fokus seorang ibu adalah belajar dan mengajari buah hatinya dengan penanaman ketauhidan, akidah, dan syariat. 

Oleh sebab itu, kewajiban nafkah tidak dibebankan di pundak ibu. 

Tidak ada istilah pemberdayaan ekonomi perempuan dalam Islam, karena sangat jelas Islam meletakkan dasar pengasuhan dan pendidikan di pundak perempuan yang nantinya akan menjadi ibu.,

Negara juga mengatur akses ibu dan seluruh warga negara kepada pemenuhan kebutuhan dan hak-hak dasarnya, berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. 

Maka, tidak heran jika di masa kejayaan Islam lahirnya para pemimpin, pejuang, ilmuwan, dan ulama selalu dipengaruhi oleh peran ibu yang mendidiknya. 

Jika ibu sebagai perempuan dimuliakan oleh negara, dipenuhi hak-haknya, terhindar dari eksplotasi ekonomi, maka akan lahir generasi-generasi emas dari rahimnya.

Kemudian, anak memasuki usia mumayyiz dan ditempa oleh guru di sekolah juga dibentuk oleh kurikulum sistem pendidikan yang mengikat jiwa mereka kepada ketakwaan. 

Guru tidak hanya sekedar transfer ilmu, tetapi juga membina dan membentuk karakter muridnya. 

Output yang dihasilkan pun tidak terbatas pada generasi yang siap kerja, melainkan menjadi generasi yang beradab, berakhlak, dan membangun peradaban.

Penguasa juga memfilter segala tontonan dan hiburan yang mengandung kekerasan. 

Para pengembang aplikasi game, penulis komik atau novel, serta tontonan yang ada tidak diperbolehkan menayangkan hal-hal yang melanggar syariat. 

Negara melalui tangan para penguasanya yang mampu menciptakan payung sistem seperti di atas. 

Sehingga, lahirlah konsep Islami dan kehati-hatian generasi dalam bersikap, berkata, dan berbuat kepada teman-temannya. 

Hal ini sejalan dengan kesadarannya akan perintah Allah, “Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (mengaiaya).” (QS.Al-A'raf : 33). (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved