Berita Palembang

Ahli Hukum UMP Ungkap Potensi Jerat Pidana dalam Kasus Keracunan Program Makan Bergizi Gratis

Ahli hukum dari Universitas Muhammadiyah Palembang Dr Hasanal Mulkan mengungkapkan kasus keracunan sejumlah anak akibat mengkonsumsi

Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Moch Krisna
Tribunsumsel.com/Arief Basuki Rohekan
BISA PROSES HUKUM : Ahli hukum dari Universitas Muhammadiyah Palembang Dr Hasanal Mulkan menyikapi peluang penyelenggara MBG diproses hukum akibat keracunan makanan 

TRIBUNSUMSEL.COM -- Ahli hukum dari Universitas Muhammadiyah Palembang Dr Hasanal Mulkan mengungkapkan kasus keracunan sejumlah anak akibat mengkonsumsi makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG), bisa diproses secara hukum. 

"Sebagai ahli hukum, saya dapat memberikan informasi mengenai potensi pemrosesan hukum dalam kasus keracunan makanan, termasuk dalam konteks program Makan Bergizi Gratis, " kata Mulkan, Jumat (26/9/2025). 

Dijelaskan nya, potensi diproses hukum kasus keracunan makanan, termasuk keracunan yang terjadi dalam program MBG, sangat mungkin dan dapat diproses melalui jalur hukum.

"Bisa dari jalur hukum baik secara pidana maupun perdata, terutama jika terbukti ada kelalaian atau unsur lain yang melanggar hukum, " ujarnya. 

Diungkapkan Hasanal, dasar hukum dan pasal yang dapat dijerat, terdapat beberapa pasal dan undang-undang yang relevan dalam kasus keracunan makanan di Indonesia. 

Dalam tanah pidana, dikatakannya hal ini sesuai pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), mengenai kelalaian yang mengakibatkan orang lain sakit atau luka. 

"Jika keracunan terjadi akibat kelalaian dalam penyiapan, pengolahan, atau distribusi makanan yang menyebabkan orang lain sakit, unsur pasal ini dapat terpenuhi, " paparnya. 

Sedangkan di undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan), pasal-pasal terkait keamanan pangan. Contohnya, Pasal 135 UU Pangan yang mengancam pidana penjara atau denda bagi setiap orang yang memproduksi, menyimpan, mengedarkan pangan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi pangan, yang dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan manusia. Pasal lain terkait pangan yang mengandung bahan berbahaya atau cemaran juga dapat berlaku.

Sedangkan di ranah perdata, hal ini diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata): Mengenai Perbuatan Melawan Hukum (PMH). 

"Korban dapat mengajukan gugatan ganti rugi jika kerugian (biaya pengobatan, kerugian materiil, dll.) terjadi akibat adanya perbuatan melawan hukum (kelalaian), dari pihak penyelenggara atau penyedia makanan, " terangnya. 

Kemudian di undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), pelaku usaha (termasuk penyedia makanan) bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen akibat mengonsumsi makanan/jasa yang dijual/disediakan. Pasal 19 ayat (1) dan (2) mengatur tanggung jawab ganti rugi pelaku usaha.

Ditambahkan Hasanal, untuk prosedur hukum dapat ditempuh melalui beberapa jalur, baik jalur pidana (Pelaporan ke Polisi). Baik dilakukan korban atau walinya melapor ke Kepolisian (Polsek/Polres) terkait dugaan tindak pidana keracunan.

Dalam penyelidikan dan penyidikan, polisi akan melakukan penyelidikan, termasuk berkoordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), atau Dinas Kesehatan.

Pengumpulan bukti, polisi akan mengumpulkan alat bukti, seperti hasil pemeriksaan laboratorium (uji sampel makanan), hasil visum medis korban, dan keterangan saksi.

"Penetapan Tersangka dan Proses Pengadilan, jika ditemukan cukup bukti adanya unsur pidana (misalnya kelalaian atau pelanggaran UU Pangan), maka akan dilakukan penetapan tersangka dan berkas perkara akan dilimpahkan ke Kejaksaan untuk selanjutnya disidangkan di Pengadilan Negeri, " bebernya. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved