Berita Viral

5 Fakta Sosok Faisal Tanjung Pelapor 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara, Pernah Laporkan PPK Soal Rp25 Ribu

Faisal Tanjung melaporkan terkait tindakan tidak profesional dan tidak transparan yang dilakukan Komisioner KPU Luwu Utara

Editor: Weni Wahyuny
Tangkapan Layar Facebook Faisal Tanjung
LAPORKAN GURU - Faisal Tanjung oknum LSM melaporkan dua guru SMAN 1 Luwu Utara terkait uang punguatan Rp20 Ribu. Ada 5 fakta soal sosok Faisal Tanjung. 
Ringkasan Berita:
  • Faisal Tanjung pernah menempuh pendidikan di Universitas Palopo.
  • Ia pernah melaporkan sejumlah dugaan kasus, terbaru soal PPK tahun lalu
  • Faisal Tanjung ramai jadi perbincangan usai 2 guru di Luwu Utara dipecat

TRIBUNSUMSEL.COM - Sederet fakta sosok Faisal Tanjung, anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang berujung pemecatan 1 guru dan kepala sekolah.

Faisal Tanjung melaporkan Abdul Muis dan Rasnal atas dugaan pungli usai sekolah dan orang tua siswa sekolah tersebut diklaim sepakat atas pungutan sukarela Rp20 ribu untuk membantu membayar guru honorer.

Abdul Muis dan Rasnal divonis bersalah dan menjalani hukuman.

Tak hanya itu, keduanya pula sempat dipecat dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), meski kini keduanya mendapatkan rehabilitasi hukum dari Presiden Prabowo Subianto dan kembali menjadi PNS.

Apa saja fakta soal Faisal Tanjung ?

1. Profil Faisal Tanjung

Penelusuran Tribun-Timur.com di akun Facebook-nya, Faisal Tanjung lahir di Masamba, Lutra.

Ia pernah menempuh pendidikan di Universitas Palopo.

Faisal Tanjung menikah pada 12 September 2021.

Saat ini, Faisal Tanjung menjabat Wakil Ketua Bidang Agitasi dan Propaganda, DPC GMNI Lutra.

DPC GMNI singkatan dari Dewan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia.

Baca juga: Klarifikasi Faisal Tanjung Oknum LSM yang Laporkan 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara, Saya Tidak Salah

2. Pernah Laporkan KPU ke Bawaslu

Penelusuran Tribun-Timur.com, Faisal Tanjung pernah melaporkan KPU Lutra ke Kantor Bawaslu Lutra, Kamis, 30 Mei 2024.

Faisal Tanjung melaporkan terkait tindakan tidak profesional dan tidak transparan yang dilakukan Komisioner KPU Luwu Utara dalam proses pembentukan badan ad hoc PPK dan PPS Se-Luwu Utara.

Saat itu, mengatasnamakan dirinya aktivis Muda Luwu Utara dan Penggiat Demokrasi sekaligus Pemantau Pemilu.

Itu bukan kali pertama Faisal Tanjung laporkan KPU Lutra.

Pada tahun 2020, Faisal Tanjung mengadukan KPU Lutra ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dengan nomor perkara nomor 177-PKE-DKPP/XI/2020.

Ia mengadukan Ketua KPU Lutra saat itu, H. Syamsul Bachri.

Juga empat anggota KPU Lutra yakni Supriadi, Rahmat, Syabil, dan Hayu Vandy P.

Saat itu, Faisal Tanjung mengatasnamakan Badan Advokasi dan Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI).

Dilansir Tribun-Timur.com dari laman dkpp.go.id, DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) untuk perkara tersebut di Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Kota Makassar, Senin (14/12/2020) pukul 09.00 Wita.

Para Teradu diduga telah melanggar ketentuan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020 terkait penyerahan hasil pemeriksaan kesehatan kepada LO masing-masing bakal pasangan calon (Bapaslon).

Selain itu, para Teradu juga tidak profesional dalam menerbitkan Surat Keputusan nomor 367/PL.02.3-Kpt/7322/KPU-Kab/IX/2020.

Hasil pemeriksaan kesehatan yang dimaksud Faisal adalah hasil dari Calon Bupati Luwu Utara, M. Thahar Rum.

Para Komisioner KPU Kabupaten Luwu Utara, katanya, baru menyerahkan hasil kesehatan Thahar pada 21 September 2020, atau sepuluh hari dari batas waktu yang ditentukan PKPU 5/2020.

Dalam sidang, Ketua KPU Kabupaten Luwu Utara, Syamsul Bachri mengungkapkan bahwa berdasar PKPU 5/2020 pemeriksaan kesehatan jatuh pada tanggal 4 September – 11 September 2020. Untuk Pilbup Luwu Utara, tahapan ini berlangsung pada 4-10 September 2020.

 Namun pada 9 September 2020 malam, Thahar harus dirawat di rumah sakit karena gangguan kesehatan. Menurut Syamsul, pihak keluarga menginginkan agar Thahar dirawat di sebuah rumah sakit di Makassar.

Kondisi ini membuat Syamsul menginstruksikan anggota KPU Luwu Utara divisi Teknis Penyelenggaraan Hayu Vandy, untuk melakukan konsultasi kepada KPU Provinsi Sulawesi Selatan (KPU Sulsel) dan berkoordinasi dengan Tim Pemeriksa Kesehatan yang memeriksa Thahar.

Baca juga: Bantahan Faisal Tanjung Anggota LSM soal Dugaan Disogok saat Laporkan 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara

Dari keterangan tim pemeriksa, diketahui bahwa Thahar memang sakit.

Setelah berkoordinasi dengan KPU Sulsel, kata Thahar, pihaknya diminta agar segera menyurati tim pemeriksa kesehatan perihal ketidakhadiran Thahar saat pemeriksaan kesehatan jasmani dan menyusun kronologi serta melakukan penyampaian secara tertulis kepada KPU Provinsi.

Dalam perkembangan dua hari berikutnya, status hasil pemeriksaan kesehatan Thahar ternyata tidak memiliki kejelasan karena nihil berita acara kesimpulan hasil apakah memenuhui syarat (MS) atau tidak memenuhi syarat (TMS) pemeriksaan kesehatan menyeluruh.

Syamsul mengungkapkan, KPU Sulsel juga berkoordinasi dengan KPU RI untuk menanyakan hal ini.

“Berdasar petunjuk dari KPU RI, KPU Luwu Utara meminta kepada tim pemeriksaan kesehatan untuk menjadwalkan pemeriksaan kesehatan lanjutan bagi Bakal pasangan calon Bupati Luwu Utara an. Muh. Thahar Rum,” jelasnya.

Ia menambahkan, Faisal Tanjung selaku Pengadu telah keliru dalam menafsirkan kegiatan pada tanggal 11 – 12 September 2020.

Syamsul menjelaskan, penyampaian hasil pemeriksaan kesehatan pada tanggal 11 – 12 September adalah jadwal bagi Tim Pemeriksa Kesehatan untuk menyerahkan hasil pemeriksaan kesehatan kepada KPU penyelenggara pemilihan kepala daerah.

“Hal ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia yang sedang berpilkada,” kata Syamsul.

Sidang ini dipimpin oleh Anggota DKPP Didik Supriyanto, S.IP., M.IP., yang bertindak sebagai Ketua Majelis.

Ia didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sulsel yang menjadi Anggota Majelis, yaitu Prof. Dr. Ma’ruf Hafidz, SH, MH. (unsur Masyarakat), Fatmawati, S.S., MA. (unsur KPU), dan Azri Yusuf, SH., MH. (unsur Bawaslu).

Baca juga: Ini Ucapan Abdul Muis jadi Pemicu Faisal Tanjung Laporkan Dugaan Pungli Rp20 Ribu di SMAN 1 Lutra

3. Pernah Laporkan PPK

Muncul mantan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang mengaku dilaporkan oleh Faisal Tanjung

Saat Faisal Tanjung populer, Awhy muncul dan mengaku juga pernah dilapor.

"Kami juga pernah di laporkan. Pada saat itu saya sebagai PPK kecamatan.

Kami kumpulkan uang 25rb/PPS untuk makan siang . Kebetulan istrinya adalah PPS (panitia pemungutan suara) juga maka dia keberatan,"tulis Awhy Ongky.

Saat itu Faisal menggunakan nama Aliansi Masyarakat Peduli Demokrasi Kabupaten Luwu Utara, (AMPD) resmi melaporkan panitia pemilihan kecamatan (PPK), Kecamatan Malangke ke Kejaksaan Negeri.

Selain dari PPK kecamatan, komisioner Komisi Pemilihan Umum juga di laporkan.

4. Buat Bantahan

Faisal Tanjung akhirnya buka suara soal laporannya.

Saat itu Faisal Tanjung menjabat Ketua Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI) Kabupaten Luwu Utara.

Faisal mengatakan, awalnya ia menerima aduan dari salah satu siswa di sekolah tersebut.

Namanya Feri. Ia mengadukan soal keputusan sekolah mengambil pungutan dari kepada orang tua.

Faisal Tanjung yang menerima aduan siswa itu pun menindaklanjuti dengan mengonfirmasi kepada sekolah.

"Dari situ saya datangi Pak Muis. Saya tanykan apakah benar ada pungutan. Tapi katanya itu sumbangan, bukan pungutan. Saya bilang, kalau sumbangan kenapa ada target Rp20 ribu per siswa? Lalu dijawab, itu sudah kesepakatan orang tua," kata Faisal kepada wartawan Jumat (14/11/2025).

Faisal Tanjung berpandangan, sekolah memang diperbolehkan menerima sumbangan, namun tidak dalam bentuk uang yang dipatok nominalnya.

Ia mengutip Peremendikbud dan Undang-Undang.

"Setahu saya, kalau sumbangan itu boleh, tapi dalam bentuk barang, bukan uang dengan target tertentu," kata Faisal Tanjung.

Faisal Tanjung melanjutkan pertemuannya dengan Abdul Muis berakhir ketegangan.

Menurutnya, ia merasa ditantang untuk mengadukan kepada polisi.

"Ya sudah, saya buat laporan. Tujuan saya hanya untuk memastikan dugaan itu, bukan untuk menjatuhkan siapa pun," kata Faisal.

Faisal Tanjung meyakini dirinya tidak salah dalam laporannya kepada Polres Lutra soal pungutan di sekolah tersebut.

Baginya pengadilan dan Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukum dan menentukan benar salahnya kasus tersebut.

"Sekarang saya justru seakan-akan diframing seolah saya bersalah. Padahal kapasitas saya hanya sebagai pelapor. Benar atau salahnya, biar pengadilan yang menentukan," kata Faisal Tanjung.

Baginya, putusan pidana dari Mahkamah Agung (MA) menunjukkan proses hukum yang sah.

"Saya melapor berdasarkan informasi yang saya dapatkan. Kalau akhirnya terbukti di pengadilan, berarti saya tidak salah. Kenapa saya yang disalahkan, sementara dua guru itu dianggap benar?" kata Faisal Tanjung.

Faisal Tanjung menyampaikan tidak pernah menerima sogokan dalam langkahnya melaporkan kasus tersebut.

"Yang beredar, saya disogok. Itu tidak benar sama sekali," kata Faisal Tanjung.

5. Buat Postingan di Instagram

Faisal Tanjung pula melakukan klarifikasi terkait namanya terseret atas dipecatnya 2 guru di Luwu Utara.

Berikut isi postingan Faisal Tanjung dikutip dari Facebook-nya:

"Menelisik Praktik Pungutan Uang Komite di Sekolah.
Isu mengenai pungutan uang komite di sekolah negeri, di salah satu sekolah di luwu utara terus menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Dalam banyak kasus, pungutan ini kerap dibungkus dengan istilah “kesepakatan bersama”, padahal di lapangan seringkali muncul pertanyaan mendasar terkait transparansi, keadilan, dan legalitasnya. Kasus serupa terjadi di beberapa sekolah, di mana praktik pengumpulan dana berlangsung bertahun-tahun tanpa evaluasi yang jelas.

1. selama empat tahun berturut-turut, para orang tua murid diwajibkan membayar iuran komite sebesar Rp30.000-Rp20.000 per bulan. Jika dihitung secara keseluruhan, jumlahnya tentu mencapai angka yang cukup besar. Namun hingga kini, tidak pernah ada evaluasi terbuka dari pihak guru maupun komite sekolah mengenai besaran dana yang telah terkumpul dan bagaimana dana tersebut digunakan. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar tentang tanggung jawab dan transparansi pengelolaannya.

2. dalam rentang waktu tahun 2018 hingga 2021 pada saat itu, pandemi COVID-19 menyebabkan kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah dihentikan. Dalam situasi di mana aktivitas sekolah berkurang drastis, pertanyaan logis muncul: mengapa iuran komite tetap diberlakukan, padahal sebagian besar kegiatan operasional tidak berjalan seperti biasa? Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pungutan tidak disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan.

3. pemerintah sebenarnya telah memberikan solusi melalui kebijakan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selama masa pandemi, hingga 50 persen dari dana BOS diperbolehkan digunakan untuk membayar honor guru non-PNS yang terdaftar dalam sistem Dapodik. Seharusnya itu yang di bagi 2 Dengan guru honorer yang tidak terdaftar di dapodik tanpa harus melakukan pungutan tambahan kepada orang tua siswa.

4. hingga saat ini, belum pernah ada laporan resmi yang menjelaskan secara rinci bagaimana dana komite dikelola. Tidak ada publikasi terbuka mengenai jumlah dana yang terkumpul, kegiatan yang dibiayai, kalaupun untuk keperluar honorer itu berapa yang di berikan

5. jika memang dana komite untuk di berika kepada guru honorer, seharusnya pembiayaan tersebut potongan dari gaji guru ASN atau dana BOS bagi guru honorer yang terdaftar resmi di Dapodik. Pemungutan dari orang tua siswa tanpa dasar hukum yang jelas justru dapat dikategorikan sebagai pungutan tidak sah dan memberatkan masyarakat.

6. legitimasi keputusan pungutan uang komite juga patut dipertanyakan. keputusan tersebut diambil melalui rapat yang hanya dihadiri sekitar 40?ri total orang tua siswa. Dengan tingkat partisipasi yang rendah, keputusan tersebut tidak dapat dikatakan mewakili aspirasi seluruh orang tua, sehingga dasar “kesepakatan bersama” menjadi lemah secara moral maupun administratif.

7. praktik pemaksaan terhadap siswa yang belum melunasi iuran, misalnya dengan menahan rapor, merupakan bentuk pelanggaran hak dasar peserta didik. Tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip nondiskriminatif dalam sistem pendidikan nasional dan dapat berdampak buruk terhadap psikologis siswa maupun citra sekolah sebagai lembaga pembelajaran.

8. Apa yang di lakukan 2 bapak guru itu terbentur dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, kemudian Pasal 3 UU Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor kenapa tetap saja di belah.
DARI TULIS INI SAYA HANYA MENGUTARAKAN APA YANG SAYA KETUI.

SEHARUSNYA HAL YANG DIPERTANYAKAN BUKAN SERANG SANA SINI," tulisnya.

Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Fakta Baru Faisal Tanjung Aktivitis LSM Laporkan Guru Lutra, Tahun Lalu Juga Lapor PPK Kecamatan

Baca berita lainnya di Google News

Bergabung dan baca berita menarik lainnya di saluran WhatsApp Tribunsumsel.com

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved