Berita UMKM
Kisah Generasi Kedua Pengusaha Kerupuk Keriting AAS Palembang, Pertahankan Rasa & Proses Tradisional
Sarnati (39), generasi kedua yang meneruskan usaha Kerupuk Ikan AAS, yang berlokasi di Lorong Tangga Raja, Palembang.
Penulis: Syahrul Hidayat | Editor: Shinta Dwi Anggraini
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Palembang, kota yang telah lama dikenal sebagai surga kuliner berkat pempek dan beragam makanan olahan ikan lainnya, kini semakin memantapkan posisinya di kancah global.
Selain pempek, produk turunan ikan lainnya seperti kempelang dan kerupuk ikan telah menjadi primadona, dan para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sektor ini kini menaruh harapan besar untuk bisa menembus pasar ekspor dan dikenal masyarakat dunia.
Harapan ini semakin menguat setelah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) baru-baru ini mencatat prestasi membanggakan dengan mengekspor sebanyak 17,1 ton kerupuk Palembang ke luar negeri, yakni Taiwan, melalui Pelabuhan Boom Baru.
Pencapaian ini diharapkan memberikan dampak positif dan dorongan semangat bagi seluruh pelaku UMKM kerupuk dan kempelang di Palembang dan daerah kabupaten se-Sumsel.
Sentra-sentra produksi kerupuk dan kempelang banyak ditemukan di Palembang.
Salah satu yang bersemangat menjaga tradisi dan kualitas adalah Usaha Kerupuk Ikan AAS, yang berlokasi di Lorong Tangga Raja, Kelurahan Dua Ulu, Kecamatan Seberang Ulu Satu, tepat di samping Jembatan Musi 6.
Usaha Kerupuk keriting ini merupakan bisnis turun-temurun. Sedikitnya ada enam perajin kerupuk dari warga sekitar. Mereka fokus mengolah Kerupuk Keriting berbahan dasar ikan giling sarden.
Sarnati (39), generasi kedua yang meneruskan usaha sang ibu sejak 2013, berupaya keras mempertahankan cita rasa dan proses pengerjaan yang masih tradisional.
"Kita harus higienis, jadi kita punya langganan ikan, kita periksa, bersihkan sendiri dulu, baru digiling. Jadi kita lihat benar kualitas ikannya," ujar Sarnati, ibu berputra tiga ini, menekankan pentingnya kualitas bahan baku.
Proses pembuatan kerupuk keriting ini unik, mirip dengan pempek namun menggunakan istilah "babon sagu" atau biang sagu, yang kemudian diadon bersama ikan giling, sagu, garam, dan penyedap rasa.
Alat pemirik ikan yang digunakan pun masih berbahan tembaga, menghasilkan satu kerupuk keriting mentah setiap kali dipirik, sebelum akhirnya dikukus dan dijemur.
Dalam sehari, AAS mampu menghasilkan 30 kg kerupuk keriting kering dari 10 kg ikan giling dan 75 kg sagu.
Meski optimis, Sarnati mengakui ada sejumlah kendala yang dihadapi.
Salah satunya adalah kesulitan bahan baku, terutama sagu khusus kerupuk yang harganya sering naik. Kenaikan ini sangat menentukan keberlanjutan produksi.
"Sagu ini pas buat kerupuk. Kalau sudah naik, kita tidak bisa lagi produksi kerupuk ini," harapnya agar harga sagu stabil, Sabtu (26/9/2025).
Melangkah ke Era Baru, Sulam Angkinan Selain Beludru Juga Bersinar di Kain Katun Dingin |
![]() |
---|
Dari Hobi Jadi Bisnis, Anggie Pratiwi Sukses Bangun APR Florist dengan Modal Rp 500 Ribu |
![]() |
---|
Bangkit dari Pandemi, Sugito Hadirkan Warung Sarapan Favorit di Belitang OKU Timur |
![]() |
---|
Inovasi Baru NR Florist Linggau, Sediakan Ucapan Lewat Bibit Tanaman Buah |
![]() |
---|
Kisah Salim, Masih Bertahan Jadi Pembuat Mainan Kapal dan Pesawat Gabus Khas 17 Agustus di Palembang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.