Berita UMKM

Berdayakan 50 Ibu Rumah Tangga, UMKM Seroja Songket di OKI Jaga Warisan Lewat Motif Perahu Kajang

Suhaimi, sosok di balik pemilik usaha Seroja Songket, yang mampu merangkul 50 warga desa menjadi generasi baru perajin songket khas OKI.

TRIBUNSUMSEL.COM/WINANDO DAVINCHI
SONGKET SEROJA -- Suhaimi pemilik usaha Seroja Songket menunjukkan hasil karya dari pegawainya. Suhaimi yang mampu merangkul 50 warga desa menjadi generasi baru perajin songket di Dusun 3, Desa Pematang Buluran, Kecamatan Sp Padang, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). 

TRIBUNSUMSEL.COM, KAYUAGUNG -- Di tengah tantangan perkembangan zaman, semangat melestarikan tenun songket terus menyala di Desa Pematang Buluran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel).

Suhaimi, sosok di balik pemilik usaha Seroja Songket, yang mampu merangkul 50 warga desa menjadi generasi baru perajin songket.

Sejak didirikan pada tahun 2008 silam, Seroja Songket tidak hanya beroperasi sebagai unit bisnis, tetapi juga sebagai sebuah sanggar pelestarian budaya. 

Di bawah bimbingan pemilik usaha, Suhaimi dengan sabar membina para ibu rumah tangga dan mengajarkan teknik menenun yang rumit hingga mampu hasilkan karya dan melestarikan motif khas daerah Perahu Kajang dan Bidak Cukit.

Suhaimi menjelaskan para perajin bekerja dari rumah masing-masing dan hanya berkumpul pada momen-momen tertentu saja.

"Untuk penenun songket ada sekitar 40 sampai 50 orang yang dapat mengerjakan. Mereka bekerja di rumah masing-masing," ujarnya diwawancarai pada Kamis (16/10/2025) siang.

Dengan jumlah perajin tersebut, Seroja Songket mampu memproduksi sekitar 25 set kain songket setiap bulannya.

Proses pembuatannya pun tidak singkat, menunjukkan tingkat kerumitan dan kualitas yang dijaga. 

"Satu set songket yang dikerjakan satu orang bisa memakan waktu satu bulan. Paling cepat jika dikerjakan dua orang, sekitar 10 hari selesai," jelas Suhaimi.

Harga yang ditawarkan bervariasi tergantung jenis dan kelengkapan.

Untuk satu set songket wanita (sarung dan selendang), harganya berkisar antara Rp 1,3 - Rp 2,5 juta. 

"Sementara untuk set lengkap "papa-mama" mencakup pakaian pria, harganya bisa mencapai Rp 5 juta, disesuaikan dengan kualitas bahan yang digunakan," jelasnya.

Melalui tangannya, sebuah motif yang diyakini telah berusia ratusan tahun dan nyaris terlupakan, yakni Bidak Cukit, kini kembali hidup.

Namun, kebangkitan motif kuno ini berjalan melalui sebuah skema yang unik. Suhaimi menjelaskan produksi Songket Biduk Cukit saat ini hasil kemitraan eksklusif dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKI melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda).

"Ini (Bidak Cukit) adalah motif lama yang diangkat lagi, yang katanya sudah ratusan tahun. Untuk sekarang ini, pemesannya baru Pemda OKI saja," ungkap Suhaimi.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved