Berita Viral

Kagetnya Rasnal Guru SMAN 1 Luwu Utara Gajinya Tak Cair Sebelum PTDH, Ternyata Nama Saya Dilingkari

Rasnal terkejut menemukan kejanggalan pada daftar gaji. Ia terus mengajar selama lebih dari satu tahun tanpa menerima gaji sejak 1 Oktober 2024.

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Moch Krisna
ANDI BUNAYYA/TRIBUN TIMUR
GURU DIPECAT - Rasnal, mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara yang kini mengajar di SMAN 3 Luwu Utara, ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Minggu (9/11/2025). Ia diberhentikan tidak dengan hormat karena kasus dana komite sekolah sebesar Rp20 ribu per siswa. 
Ringkasan Berita:
  • Gaji Mantan Kepsek SMA Negeri 1 Luwu Utara berhenti dicairkan sejak 1 Oktober 2024.
  • Sementara, SK pemecatan Rasnal baru keluar pada 21 Agustus 2025.
  • Satu tahun mengajar tanpa gaji imbas kasus iuran sukarela Rp20 ribu

 

 

TRIBUNSUMSEL.COM - Sebelum menerima surat keputusan (SK) Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), mantan kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel), Rasnal mengungkapkan pengalaman pahit terkait penahanan gajinya.

Setelah menjalani masa hukuman penjara dan bebas pada 29 Agustus 2024, Rasnal kembali aktif mengajar di SMAN 3 Luwu Utara.

Namun, gajinya sebagai ASN tiba-tiba berhenti dicairkan sejak 1 Oktober 2024.

Baca juga: Rasnal Terdiam Terima SK PTDH dari Gubernur, Dipecat Karena Iuran Rp20 Ribu untuk Gaji Guru Honorer

 

KASUS PEMECATAN GURU- Rasnal, mantan kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara saat menyampaikan aspirasi ke DPRD Sulsel Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (12/11/2025). Bongkar ada 2 anggota Komite SMA Negeri 1 Luwu Utara yang secara legal bertanggung jawab atas pengelolaan dana sumbangan dari  siswa, tidak dijadikan tersangka
KASUS PEMECATAN GURU- Rasnal, mantan kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara saat menyampaikan aspirasi ke DPRD Sulsel Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (12/11/2025). Bongkar ada 2 anggota Komite SMA Negeri 1 Luwu Utara yang secara legal bertanggung jawab atas pengelolaan dana sumbangan dari siswa, tidak dijadikan tersangka (Tribunmakassar)

 

Ia terus mengajar selama lebih dari satu tahun tanpa menerima gaji pokok, tunjangan sertifikasi, maupun Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

Sementara, SK pemecatan Rasnal baru keluar pada 21 Agustus 2025.

Rasnal sebelumnya di PTDH setelah putusan Mahkamah Agung (MA) menyatakan mereka bersalah karena memungut dana sebesar Rp20 ribu dari peserta didik.

Dana tersebut dimaksudkan untuk membayar gaji 10 guru honorer di SMAN 1 Luwu Utara yang saat itu belum menerima hak mereka selama hampir sepuluh bulan.

 Saat ia memeriksa ke bank, Rasnal dibuat terkejut menemukan kejanggalan pada daftar gaji. 

“Pada tanggal 1 Oktober, gaji saya tidak masuk. Saya tanya ke teman-teman, semua bilang sudah terima. Saya cek ke bank, ternyata nama saya dilingkari dan tertulis ‘gaji ditahan sementara’,” katanya saar RDP, dilansir dari Tribuntimur.com.

Menurut Rasnal, pihak bank menjelaskan bahwa penahanan gajinya bukan wewenang mereka dan menyarankan agar ia berkoordinasi langsung dengan Dinas Pendidikan.

“Saya hubungi bagian gaji di Dinas Pendidikan. Mereka bilang, memang ada nota dinas dari Kepala Cabang Dinas Wilayah 12 untuk menahan gaji saya,” ungkapnya.

Baca juga: Inspektorat Sebut Dua Guru SMAN 1 Luwu Utara Rugikan Negara Imbas Uang Rp20 Ribu, Anggota DPRD Bela

Ia kemudian menemui Kepala Cabang Dinas Wilayah, untuk meminta penjelasan.

“Beliau bilang tidak bermaksud mengirim nota dinas untuk menahan gaji saya. Tapi kenyataannya, gaji saya tetap tidak dibayarkan,” ujarnya.

Meski tidak menerima gaji, Rasnal tetap mengajar selama lebih dari satu tahun.

“Saya tidak terima gaji pokok, tunjangan sertifikasi, maupun TPP. Saya tetap mengajar dalam kondisi sakit dan bingung. Saya merasa benar-benar dizalimi,” kata dia.

Rasnal mengaku sudah berulang kali berusaha mencari keadilan. 

Ia menemui bagian hukum Dinas Pendidikan dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel, namun selalu mendapat jawaban yang sama.

“Setiap kali saya datang, mereka bilang, kalau sudah pernah dipenjara sehari saja, berarti sudah otomatis PTDH,” tuturnya.

Ia menambahkan, satu-satunya pegawai yang menurutnya bersikap ramah dan terbuka adalah pejabat BKD bernama Jiriana.

“Saya sudah tiga atau empat kali ke sana. Ibu Jiriana selalu menerima saya dengan baik, meski jawabannya tetap sama,” katanya.

Rasnal mengaku harus menggunakan uang pinjaman untuk ongkos ke Makassar dan mengurus nasibnya sendiri. 

Hingga akhirnya, pada 25 September lalu, ia menerima kabar bahwa SK PTDH atas namanya sudah terbit.

“Saya hanya bisa bilang Alhamdulillah. Setidaknya saya tahu kejelasannya. Tapi saya sedih, bertanya dalam hati, apa yang saya curi dari negara sampai harus diberi hukuman seperti ini?” ucapnya sambil menahan kesedihan.

Baca juga: Sosok 2 Terlapor Komite SMAN 1 Luwu Utara Tak Dijadikan Tersangka, Kepsek: Mereka yang Kelola Uang

Ia menegaskan, seluruh dana komite di sekolah dikelola secara transparan berdasarkan hasil rapat bersama orang tua siswa. 

Namun, hal itu tidak mengubah nasibnya yang tetap diberhentikan.

Perjuangan Rasnal tidak berhenti sampai disitu, ia akhirnya mengadukan kasusnya ke Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara.

“Pak Ismar dan Pak Abdul Muis dari PGRI Luwu Utara mendengarkan cerita saya. Setelah itu, mereka mengadakan beberapa kali rapat solidaritas,” jelasnya.

Puncaknya, pada 4 November lalu, para guru di Luwu Utara menggelar aksi solidaritas menuntut keadilan bagi dua guru yang dipecat tersebut.

“Saya dengar, gerakan ini akan terus meluas hingga ke tingkat Sulawesi Selatan,” ujarnya.

Rasnal berharap DPRD Sulsel dapat memperjuangkan keadilan bagi dirinya dan rekannya.

“Saya dan Pak Abdul Muis sudah tidak punya daya dan dana. Bahkan datang ke Makassar pun kami dibantu oleh teman-teman PGRI yang setiap malam rapat memikirkan nasib kami,” jelasnya.

 

Soroti 2 Anggota Komite Tak Dijadikan Tersangka

Anggota Komite SMA Negeri 1 Luwu Utara yang secara legal bertanggung jawab atas pengelolaan dana sumbangan dari orang tua siswa, sesuai dengan hasil rapat dan kesepakatan komite.

Namun, yang menjadi korban hukum ditetapkan tersangka hanya dua orang yakni, Kepala Sekolah, Rasnal dan Bendahara Komite, Abdul Muis yang merupakan guru Sosiologi.

Adapun dua orang lainnya yang turut menjadi terlapor adalah ketua komite dan sekretaris komite.

Hal itu dibongkar oleh Rasnal, SMA Negeri 1 Luwu Utara saat hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025).

Rasnal menyebut sejak awal penyelidikan sudah terdapat banyak kejanggalan, termasuk peran aparat kepolisian.
 
“Penyelidikan awal itu ditentukan empat orang terlapor, termasuk saya, kepala sekolah, ketua komite, sekretaris komite, dan bendahara. Berjalan lagi penyidikan, ditetapkan dua tersangka: kepala sekolah dan bendahara komite,” kata Rasnal, dilansir dari kompas.com.

Menurutnya, kejanggalan terjadi karena dua terlapor lain tidak ikut dijadikan tersangka.

“Yang sekretaris dan ketua komite tidak tahu kenapa tidak ditetapkan tersangka, padahal dia yang kelola uang. Itu anehnya polisi,” ujarnya.

Rasnal menambahkan, berkas perkara sempat dikembalikan kejaksaan karena belum lengkap (P19).

Namun, polisi tetap melanjutkan proses dengan menggandeng Inspektorat Luwu Utara.

“Padahal kami pegawai provinsi, seharusnya inspektorat provinsi yang memeriksa,” katanya.

Ia mengaku tidak nyaman saat diperiksa inspektorat karena pertanyaannya sama persis dengan berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian.

“Saya tanya kenapa pertanyaannya sama. Dia jawab, ‘Kami memang meng-copy dari polisi.’ Di situ saya sudah tidak nyaman,” ujarnya.

Pada Juli 2022, hasil pemeriksaan inspektorat diserahkan ke kepolisian, lalu dilanjutkan ke kejaksaan.

“Kesimpulan inspektorat menyebut ada kerugian negara. Inilah yang dijadikan dasar jaksa mendorong perkara ke pengadilan,” kata Rasnal.

Hakim akhirnya memutus Rasnal dan Abdul Muis tidak bersalah karena tidak ditemukan unsur pidana, hanya kesalahan administratif. 

Namun, jaksa mengajukan kasasi.

“Di bulan November saya terima putusan. Saya kaget, kasasi jaksa diterima, dan kami menjalani hukuman sesuai yang ditentukan polisi,” ungkapnya.

 

Guru Abdul Muis: "Kami Dizalimi"

Abdul Muis, guru yang mengajar sosiologi itu, juga menyebut banyak keanehan dalam kasusnya yang diduga penuh kriminalisasi. 

"Saya bertanya, di mana sumbangan murni orang tua bisa dinyatakan menimbulkan kerugian negara. Inspektorat Luwu Utara menyatakan kami diperiksa karena diduga membuat kerugian negara," ungkapnya. 

Menurut Abdul Muis, hasil audit hanya berupa rekap jumlah dana komite selama tiga tahun. 

"Inspektorat menyampaikan bahwa mereka hanya merekap jumlah pemasukan dana komite selama tiga tahun lebih. Itu yang mereka katakan. Luar biasa kezaliman ini," ujarnya.

 

Awal kasus: sumbangan untuk guru honorer 

Kisah ini bermula pada 2018. Rasnal dan Abdul Muis bersama komite sekolah menyepakati iuran sukarela Rp 20.000 per bulan dari orangtua siswa untuk membantu guru honorer yang tak terdaftar di Dapodik.

"Saya hanya ingin membantu sekolah, tapi akhirnya dianggap melanggar hukum," ucap Muis lirih, dikutip dari Kompas.com, Senin.

Rasnal mengaku, kesepakatan dibuat secara terbuka melalui rapat resmi. 

"Saya tidak tega melihat mereka tetap mengajar tanpa bayaran. Ini soal kemanusiaan," katanya, dilansir dari Kompas.com, Senin.

Namun, keputusan itu justru dianggap melanggar aturan karena dinilai sebagai pungutan liar.

Akrama, salah satu orangtua siswa, membenarkan bahwa iuran tersebut hasil kesepakatan bersama.

"Ini kan kesepakatan orangtua. Waktu itu saya hadir, bahwa setiap siswa dimintai Rp 20 ribu per bulan untuk menggaji guru honorer yang tidak ter-cover dana BOSP, yaitu guru yang tidak masuk dalam Dapodik," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Selasa (11/11/2025).

Ia menegaskan tak ada unsur paksaan dan berharap hak kedua guru tersebut dikembalikan. Menurutnya, niat itu justru membantu menjaga semangat belajar di sekolah.

“Anak kami pun bisa selesai kuliah karena jasa mereka,” kata Akrama.

Diketahui, kasus ini terungkap setelah PGRI Luwu Utara menggelar aksi solidaritas di halaman kantor DPRD Luwu Utara, Selasa (4/11/2025), sebagai bentuk dukungan terhadap dua guru tersebut.

PGRI Luwu Utara juga mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto bagi Rasnal dan Abdul Muis melalui surat resmi bernomor 099/Permhn/PK-LU/2025-2030/2025 yang dikirim 4 November 2025.

Surat tersebut ditembuskan kepada Ketua DPR RI, Gubernur Sulsel, Bupati Luwu Utara, Ketua DPRD Luwu Utara, serta Pengurus Besar PGRI di Jakarta.

 (*)

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved