Berita Viral

Sosok 2 Terlapor Komite SMAN 1 Luwu Utara Tak Dijadikan Tersangka, Kepsek: Mereka yang Kelola Uang

2 anggota Komite SMA Negeri 1 Luwu Utara yang secara legal bertanggung jawab atas pengelolaan dana sumbangan dari siswa, tidak dijadikan tersangka

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Kharisma Tri Saputra
Tribunmakassar
KASUS PEMECATAN GURU- Rasnal, mantan kepala SMA Negeri 1 Luwu Utara saat menyampaikan aspirasi ke DPRD Sulsel Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (12/11/2025). Bongkar ada 2 anggota Komite SMA Negeri 1 Luwu Utara yang secara legal bertanggung jawab atas pengelolaan dana sumbangan dari siswa, tidak dijadikan tersangka 
Ringkasan Berita:
  • Ketua komite dan sekretaris komite SMA Negeri 1 Luwu Utara tak dijadikan tersangka'
  • Kepsek Rasnal ungkap banyak kejanggalan kasus dugaan pungli
  • Rasnal menyinggung peran aparat kepolisian turut menimbulkan kejanggalan

TRIBUNSUMSEL.COM - Terkuak fakta ada empat anggota komite SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel), yang dilaporkan dalam kasus tuduhan pungutan liar (pungli) atau penyalahgunaan dana.

Anggota Komite SMA Negeri 1 Luwu Utara yang secara legal bertanggung jawab atas pengelolaan dana sumbangan dari orang tua siswa, sesuai dengan hasil rapat dan kesepakatan komite.

Namun, yang menjadi korban hukum ditetapkan tersangka hanya dua orang yakni, Kepala Sekolah, Rasnal dan Bendahara Komite, Abdul Muis yang merupakan guru Sosiologi.

Baca juga: Kejanggalan Kasus 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara Dipecat, Rasnal : 2 Terlapor Lain Tak Ikut jadi Tersangka

RDP GURU DIPECAT - Abdul Muis, saat menyampaikan keresahanya dalam RDP di Kantor sementara DPRD Sulsel, Jl AP Pettarani, Kota Makassar, Rabu (12/11/2025). Abdul Muis adukan ketidak adilan ke DPRD Sulsel.
RDP GURU DIPECAT - Abdul Muis, saat menyampaikan keresahanya dalam RDP di Kantor sementara DPRD Sulsel, Jl AP Pettarani, Kota Makassar, Rabu (12/11/2025). Abdul Muis adukan ketidak adilan ke DPRD Sulsel. (Tribun-Timur.com)

Adapun dua orang lainnya yang turut menjadi terlapor adalah ketua komite dan sekretaris komite.

Hal itu dibongkar oleh Rasnal, SMA Negeri 1 Luwu Utara saat hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025).

Rasbak menyebut sejak awal penyelidikan sudah terdapat banyak kejanggalan, termasuk peran aparat kepolisian.
 
“Penyelidikan awal itu ditentukan empat orang terlapor, termasuk saya, kepala sekolah, ketua komite, sekretaris komite, dan bendahara. Berjalan lagi penyidikan, ditetapkan dua tersangka: kepala sekolah dan bendahara komite,” kata Rasnal, dilansir dari kompas.com.

Menurutnya, kejanggalan terjadi karena dua terlapor lain tidak ikut dijadikan tersangka.

“Yang sekretaris dan ketua komite tidak tahu kenapa tidak ditetapkan tersangka, padahal dia yang kelola uang. Itu anehnya polisi,” ujarnya.

Rasnal menambahkan, berkas perkara sempat dikembalikan kejaksaan karena belum lengkap (P19).

Baca juga: Nasib Rasnal, Kepsek SMAN 1 Luwu Utara usai Dipecat Demi Bantu Honorer, Kini Bergantung ke Anak

Namun, polisi tetap melanjutkan proses dengan menggandeng Inspektorat Luwu Utara.

“Padahal kami pegawai provinsi, seharusnya inspektorat provinsi yang memeriksa,” katanya.

Ia mengaku tidak nyaman saat diperiksa inspektorat karena pertanyaannya sama persis dengan berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian.

“Saya tanya kenapa pertanyaannya sama. Dia jawab, ‘Kami memang meng-copy dari polisi.’ Di situ saya sudah tidak nyaman,” ujarnya.

Pada Juli 2022, hasil pemeriksaan inspektorat diserahkan ke kepolisian, lalu dilanjutkan ke kejaksaan.

“Kesimpulan inspektorat menyebut ada kerugian negara. Inilah yang dijadikan dasar jaksa mendorong perkara ke pengadilan,” kata Rasnal.

Hakim akhirnya memutus Rasnal dan Abdul Muis tidak bersalah karena tidak ditemukan unsur pidana, hanya kesalahan administratif. 

Namun, jaksa mengajukan kasasi.

“Di bulan November saya terima putusan. Saya kaget, kasasi jaksa diterima, dan kami menjalani hukuman sesuai yang ditentukan polisi,” ungkapnya.

Minta Keadilan

Rasnal kemudian memohon kepada anggota DPRD agar membantu memperjuangkan keadilannya.

“Inilah sekerumit layar belakang masalah yang saya hadapi. Saya minta Ibu Ketua Komisi E DPRD Sulsel untuk bisa membantu kami,” ujarnya.

Ia mengaku datang ke Makassar dengan biaya bantuan dari sesama guru.

“Sekarang saya tidak punya daya, tidak punya apa-apa. Saya datang ini dibiayai teman-teman PGRI. Saya salut teman-teman PGRI Luwu Utara yang membela mati-matian membantu saya dan Pak Muis,” katanya.

Baca juga: Rasnal Terdiam Terima SK PTDH dari Gubernur, Dipecat Karena Iuran Rp20 Ribu untuk Gaji Guru Honorer

Abdul Muis: "Kami Dizalimi"

Abdul Muis, guru yang mengajar sosiologi itu, juga menyebut banyak keanehan dalam kasusnya yang diduga penuh kriminalisasi. 

"Saya bertanya, di mana sumbangan murni orang tua bisa dinyatakan menimbulkan kerugian negara. Inspektorat Luwu Utara menyatakan kami diperiksa karena diduga membuat kerugian negara," ungkapnya. 

Menurut Abdul Muis, hasil audit hanya berupa rekap jumlah dana komite selama tiga tahun. 

"Inspektorat menyampaikan bahwa mereka hanya merekap jumlah pemasukan dana komite selama tiga tahun lebih. Itu yang mereka katakan. Luar biasa kezaliman ini," ujarnya.

Awal kasus: sumbangan untuk guru honorer 

Kisah ini bermula pada 2018. Rasnal dan Abdul Muis bersama komite sekolah menyepakati iuran sukarela Rp 20.000 per bulan dari orangtua siswa untuk membantu guru honorer yang tak terdaftar di Dapodik.

"Saya hanya ingin membantu sekolah, tapi akhirnya dianggap melanggar hukum," ucap Muis lirih, dikutip dari Kompas.com, Senin.

Rasnal mengaku, kesepakatan dibuat secara terbuka melalui rapat resmi. 

"Saya tidak tega melihat mereka tetap mengajar tanpa bayaran. Ini soal kemanusiaan," katanya, dilansir dari Kompas.com, Senin.

Namun, keputusan itu justru dianggap melanggar aturan karena dinilai sebagai pungutan liar.

Akrama, salah satu orangtua siswa, membenarkan bahwa iuran tersebut hasil kesepakatan bersama.

"Ini kan kesepakatan orangtua. Waktu itu saya hadir, bahwa setiap siswa dimintai Rp 20 ribu per bulan untuk menggaji guru honorer yang tidak ter-cover dana BOSP, yaitu guru yang tidak masuk dalam Dapodik," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Selasa (11/11/2025).

Ia menegaskan tak ada unsur paksaan dan berharap hak kedua guru tersebut dikembalikan. Menurutnya, niat itu justru membantu menjaga semangat belajar di sekolah.

“Anak kami pun bisa selesai kuliah karena jasa mereka,” kata Akrama.

Diketahui, kasus ini terungkap setelah PGRI Luwu Utara menggelar aksi solidaritas di halaman kantor DPRD Luwu Utara, Selasa (4/11/2025), sebagai bentuk dukungan terhadap dua guru tersebut.

PGRI Luwu Utara juga mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Prabowo Subianto bagi Rasnal dan Abdul Muis melalui surat resmi bernomor 099/Permhn/PK-LU/2025-2030/2025 yang dikirim 4 November 2025.

Surat tersebut ditembuskan kepada Ketua DPR RI, Gubernur Sulsel, Bupati Luwu Utara, Ketua DPRD Luwu Utara, serta Pengurus Besar PGRI di Jakarta.

 (*)

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News  

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved