Berita Viral

Penjelasan Lengkap Abdul Muis Soal Dana Rp11,1 Juta Disebut Diterima Bulanan, Bukan Gratifikasi

Keduanya meluruskan dugaan gratifikasi Rp11,1 juta yang disebut diterima bulanan, ternyata akumulasi insentif tugas tambahan selama 3,5 tahun.

Tribun-Timur.com/Andi Bunayya Nandini
GURU DIPECAT- Abdul Muis, guru Sosiologi di SMAN 1 Luwu Utara, di Sekretariat PGRI Luwu Utara, Minggu (9/11/2025). Abdul Muis harus menerima kenyataan pahit diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Niat mendukung kegiatan sekolah dan memberikan tunjangan kecil bagi guru dengan tugas tambahan seperti wali kelas, pengelola laboratorium, dan wakil kepala sekolah. 

“Orang tua malah bilang cukupkan Rp20 ribu karena itu untuk kegiatan anak-anak mereka,” kata Sufri.

Ia juga mengingat protes seorang ibu dari Desa Radda kepada penyidik yang mempersoalkan iuran komite.

Fakta Abdul Muis dan Rasnal Nikmati Uang Rp11 Juta dari Iuran Komite, Ketua MA : Putusan Sudah Benar

Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H angkat bicara terkait putusan hakim MA terkait Abdul Muis dan Ransal Guru SMAN 1 Luwu Utara sempat di PTDH karena iuran komite ke orang tua.

Adapun Sunarto mengatakan proses pidana terhadap dua guru tersebut telah berjalan mulai dari proses penyidikan oleh polisi, penuntutan oleh jaksa, sidang pengadilan,  hingga kasasi.

Kedua guru tersebut terbukti menikmati uang sebesar Rp11 juta dari iuran komite dengan total Rp780 juta.

"Terus, kalau saya baca kasusnya, ada Rp 11 juta yang dinikmatin oleh pelaku. Otomatis dihukum, setelah dihukum, selesai menjalani, itu proses hukum selesai," ujar Sunarto.

"Tapi Presiden punya hak prerogatif untuk memberikan rehabilitasi (memulihkan nama baik). Tidak ada tumpang tindihnya, Presiden punya hak," ungkap dia.

Ia pun menjelaskan kekuasaan negara dibagi tiga. 

Kekuasaan eksekutif dipegang Presiden, kekuasaan yudikatif dipegang Mahkamah Agung, dan kekuasaan legislatif dipegang  DPR. 

Undang-Undang Dasar, kata dia, memberi kewenangan kepada Presiden untuk memberikan rehabilitasi kepada terpidana.

Sehingga, apa yang dilakukan presiden melalui rehabilitasi dua guru tersebut bukanlah bentuk intervensi terhadap putusan pengadilan.

Kedua guru tersebut, kata dia, juga telah menjalani putusan pengadilan.

Kendati begitu, ia menegaskan putusan MA terbukti benar.

"Apakah salah? Ya, putusan pengadilan tetap harus dianggap benar. Sampai dengan adanya putusan lain yang menyatakan itu putusan salah. Jadi memang putusannya benar-benar terbukti kok," ucapnya.

"Tapi tidak tahu, ternyata beritanya seperti itu. Kalau saya baca, saya kan baca berkasnya. Itu seperti itu kondisinya. Jadi tidak ada pertentangan antara putusan pengadilan dengan keputusan Presiden, tidak ada," pungkasnya.

Awal Mula Kasus

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved