Berita Pali

Sepanjang 2025, Ada 25 Kasus HIV/AIDS di PALI, Hanya Berasal Dari 2 Kecamatan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Sepanjang 2025, Ada 25 Kasus HIV/AIDS di PALI, Hanya Berasal Dari 2 Kecamatan

Laporan wartawan Sripoku.com Apriansyah

TRIBUNSUMSEL.COM,PALI – Dinas Kesehatan Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) mencatat lonjakan signifikan kasus HIV/AIDS hingga pertengahan tahun 2025.

Sebanyak 25 kasus positif HIV/AIDS ditemukan, dan yang mencengangkan, seluruh kasus tersebut hanya berasal dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Talang Ubi dan Abab.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes PALI, Ernawati, menyebut bahwa Kecamatan Talang Ubi mencatat 14 kasus, sedangkan Kecamatan Abab menyumbang 11 kasus.

“Hanya dua kecamatan itu saja yang saat ini terdeteksi kasus HIV/AIDS. Ini jadi perhatian serius karena menunjukkan penyebaran yang mengkhawatirkan meski belum meluas secara geografis,” jelas Ernawati, Rabu (23/7/2025).

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Data Dinkes menunjukkan, tahun 2022 dan 2023 masing-masing hanya terdapat 5 kasus.

Namun, sejak 2024 hingga pertengahan 2025, jumlah kasus melonjak drastis menjadi 25 kasus.

Penyebab utama penularan, kata Ernawati, didominasi oleh hubungan seksual berisiko, baik heteroseksual maupun sesama jenis (LGBT).

Sebagian besar pasien merupakan warga dengan usia produktif 20 hingga 49 tahun.

Saat ini, semua pasien telah menjalani pengobatan rutin menggunakan ARV (Antiretroviral) yang tersedia gratis di Puskesmas dan RSUD Talang Ubi, serta mendapatkan pendampingan dan konseling.

“Kami juga menyediakan layanan VCT, konseling keluarga, dan pemantauan rutin melalui tenaga medis di Puskesmas,” imbuh Ernawati.

Baca juga: 18 Orang di Lubuklinggau Positif HIV, Pasien Tertua Berusia 60 Tahun, Paling Banyak karena LGBT

Baca juga: Langkah Pemkot Pagar Alam, Setelah Kasus HIV Meningkat di RSD Besemah, Ajak Semua Pihak Koordinasi

Namun, ia mengakui bahwa stigma dan rasa malu masih menjadi kendala utama.

“Stigma negatif membuat penderita enggan melapor atau enggan memeriksa karena takut ketahuan. Padahal, deteksi dini sangat penting,” ujarnya.

Dinkes PALI juga terus melanjutkan program edukasi dan sosialisasi di masyarakat, termasuk melalui kunjungan ke sekolah dan komunitas, serta pembagian makanan tambahan dan obat untuk penderita.

Halaman
12

Berita Terkini