Berita Pali

Tak Ikut Seleksi PPPK, Ratusan Honorer di PALI Terancam Dirumahkan karena Tak Masuk Database BKN

Pemkab PALI mengeluarkan surat edaran yang berisi penghentian perpanjangan kontrak bagi tenaga non-ASN tertentu.

SRIPOKU/Apriansyah Iskandar
SELEKSI PPPK -- Ratusan peserta ikuti seleksi PPPK Tahap 2 Tahun Anggaran 2024 Kabupaten PALI, yang digelar di Golden Sriwijaya, Palembang, Senin (19/5/2025) lalu. Di pertengahan tahun 2025 ini, ratusan tenaga honorer di PALI terancam dirumahkan karena tak masuk database BKN. 

Terdapat larangan keras bagi instansi untuk merekrut tenaga honorer baru di luar jalur resmi nasional.

Instansi diminta melakukan evaluasi kebutuhan pegawai secara menyeluruh berdasarkan beban kerja dan anggaran.

Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan birokrasi yang profesional, akuntabel, dan bebas dari praktik rekrutmen informal, yang selama ini dianggap sebagai celah penyimpangan di banyak daerah.

Di sisi lain, kebijakan ini juga menciptakan dilema besar bagi pemerintah daerah, termasuk Kabupaten PALI yang selama ini sangat bergantung pada tenaga honorer untuk mendukung pelayanan publik, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan administrasi.

“Ini jelas boomerang, kami butuh mereka, tapi pusat minta dihentikan. Kalau dipertahankan, kami melanggar aturan, ” ungkap seorang pejabat OPD yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan.

Dari informasi yang dihimpun, diperkirakan ada ratusan tenaga honorer di Kabupaten PALI terancam kehilangan pekerjaan.

Sebagian besar dari mereka adalah staf administrasi, operator sekolah, hingga tenaga pendukung teknis dan lainnya, yang selama ini menjadi tulang punggung operasional instansi.

Kondisi ini berpotensi menambah jumlah angka pengangguran di Bumi Serepat Serasan.

Tak hanya itu, para honorer juga mengaku tak semua memiliki kesiapan mental, pengetahuan, dan akses informasi untuk bisa bersaing dalam seleksi CPNS atau PPPK yang sangat kompetitif.

Bagi banyak tenaga honorer, kebijakan ini ibarat penghentian sepihak atas pengabdian panjang mereka yang tak pernah diakui secara formal.

“Pengabdian kami bukan hanya angka statistik. Kami sudah bekerja, ikut membantu pemerintah. Tapi karena tidak masuk sistem, kami dianggap tidak ada,” keluh seorang tenaga honorer perempuan berinisial YN.

Kini, mereka hanya bisa berharap ada kebijakan lanjutan yang berpihak kepada nasib honorer, atau setidaknya dibukakan akses yang adil dan manusiawi agar bisa mengikuti seleksi resmi ke depan.

“Kami tidak minta diangkat langsung jadi ASN. Tapi jangan langsung disingkirkan. Kami siap ikut tes, asal diberi kesempatan, ”tambahnya dengan mata berkaca-kaca.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved