Berita Palembang

Kampung Gerabah Palembang, Bertahan di Tengah Gempuran Modernisasi Untuk Menjaga Api Warisan

Di bangsal produksi gerabah di belakang rumah mereka, Dede menuturkan kisah pasang surut usaha yang mereka geluti.

Penulis: Syahrul Hidayat | Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com/ Syahrul Hidayat
CELENGAN AYAM - Dede, istri Yoyok perajin gerabah sedang menyelesaikan celengan ayam dari tanah liat di rumahnya Kamis (12/6/2025). Para perajin di Kampung Gerabah tetap berproduksi walaupun permintaan sepi. 

Yoyok memiliki teknik unik dalam membuat kendi gantung.

Ia menggunakan cetakan sehingga tangkainya langsung jadi.

Berbeda dengan perajin lain yang harus memasang tangkai secara terpisah.

Setelah dicetak, gerabah dijemur, dirapikan, dijemur kembali, dan dibakar. Pembakaran dilakukan tidak setiap hari, melainkan bisa sebulan sekali, dengan kapasitas hingga 350 gerabah sekali bakar.

Saat ini, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi perajin adalah sepinya pembeli, yang disinyalir karena menurunnya daya beli konsumen dan persaingan ketat dengan perajin dari daerah lain, terutama dengan maraknya celengan plastik yang lebih digemari.

Padahal, celengan gerabah memiliki keunikan tersendiri, bahkan ada celengan mini berbentuk kucing atau ayam yang dijual seharga Rp 4.000 per buah dan kerap dipesan untuk souvenir pernikahan.

Harapan besarpun disematkan para perajin.

Mereka sangat mendambakan bantuan alat molen untuk mengolah tanah liat agar tidak perlu lagi diinjak-injak secara manual.

Baca juga: Takut, Warga Desa Taja Raya II Banyuasin Serahkan Senapan Rakitan Miliknya ke Polisi

Baca juga: 2 Desa di OKU Timur Sukses Budidaya Ikan Patin, Produksi Tembus 43 Ton Tahun 2024 Tertinggi Nasional

Sementara itu, Efriyani, Ketua RT 11 Kampung Gerabah, Lorong Keramik, Kelurahan Sei Selincah, mengungkapkan bahwa kehadiran perajin gerabah telah mengubah wajah kampung ini secara signifikan.

"Dulu keramat karena kalau malam gelap tidak ada penerangan, kini sudah maju berkat jadi Kampung Gerabah," tuturnya.

Dari awalnya lebih dari sepuluh perajin, kini tersisa enam perajin yang masih aktif, dengan keahlian khusus yang diwariskan turun-temurun.

Meskipun menghadapi kelangkaan bahan baku yang sulit dan jauh dari Desa Gasing Banyuasin, jangkauan pemasaran gerabah dari kampung ini sudah meluas hingga Pulau Bangka, Jambi, dan berbagai daerah di Sumatra Selatan.

Berkat promosi di media sosial, Kampung Gerabah semakin dikenal, bahkan pernah meraih juara satu lomba kampung kreatif se-Kota Palembang.

Berbagai bantuan telah diterima, mulai dari wifi gratis dari Walikota Palembang H. Ratu Dewa hingga program CSR dari PT Pusri.

"Kurangnya minat dan sedikitnya generasi penerus salah satu sebab berkurangnya perajin gerabah ini. Kalau perajin gerabah Yoyok anaknya yang bernama Angga sudah mahir buat gerabah, karena sejak SD dia suka ikut bantu orangtuanya produksi gerabah," ungkap ibu RT yang menjabat sejak 2013 ini.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved