Dokter Koas Dianiaya

Mahfud MD Soroti Kasus Penganiayaan Dokter Koas FK Unsri: Dalam Hukum Pidana Tak Ada Perdamaian

Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Mahfud MD soroti kasus penganiayaan dokter koas di kafe Palembang.

Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Weni Wahyuny
Youtube Mahfud MD Official
Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Mahfud MD soroti kasus penganiayaan dokter koas di kafe Palembang. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Mahfud MD soroti kasus penganiayaan dokter koas di kafe Palembang, Sumatera Selatan.

Adapun penganiayaan itu dilakukan Datuk, sopir Lady Aurellia Pramesti alias LD terhadap dokter koas Muhammad Luthfi dipicu soal jadwal piket tahun baru.

Menanggapi kasus tersebut, Mahfud MD menegaskan bahwa dalam hukum tindak pidana seperti penganiayaan tidak boleh ada perdamaian.

"Kekurangan ketertiban itu banyak terjadi di penyelenggaraan koas di berbagai tempat, bisa karena Universitas, rumah sakitnya bisa juga masyarakat seperti yang di Palembang ini kan masyarakat yang merusak,"  kata Mahfud dalam Youtubenya, Rabu (18/12/2024).

RSUD Siti Fatimah Palembang kembali buka suara terkait kasus penganiayaan salah satu dokter koasnya.
RSUD Siti Fatimah Palembang kembali buka suara terkait kasus penganiayaan salah satu dokter koasnya. (Handout)

Menurutnya, polisi harus mengusut tuntas kasus tersebut.

"Yang saya baca sekarang sedang ada upaya perdamaian. Saya ingin katakan lagi, sudah berkali-kali saya katakan sejak dulu, kalau penganiayaan itu tidak ada perdamaian. Polisi harus ambil kasus itu. Tidak tunggu ini sudah berdamai. Itu tidak bisa," kata Mahfud.

Baca juga: Kondisi Lina Dedy dan Lady Drop Sebelum Diperiksa Kasus Sopir Aniaya Dokter Koas FK Unsri

Mahfud MD mengatakan kasus yang boleh perdamaian soal kasus pencemaran nama baik dan fitnah, namun jika penganiayaan dalam hukum pidana tidak boleh berdamai.

"Yang boleh berdamai itu kalau tindak pidana seperti pencemaran nama baik, fitnah, kalau orang tonjok orang itu sudah penganiayaan di dalam hukum pidana itu gak boleh damai," terangnya.

"Misalnya, ada orang membunuh orang lalu yang keluarga terbunuh dan pembunuhnya berdamai tidak boleh dalam hukum pidana. Kalau begitu nanti banyak orang bunuh orang, bayar orang suruh ngaku, lalu damai. Tidak bisa," papar Mahfud.

Datuk tersangka penganiayaan dokter koas FK Unsri -- Kini BEM Unsri mendesak kasus ini diusut tuntas.
Datuk tersangka penganiayaan dokter koas FK Unsri -- Kini BEM Unsri mendesak kasus ini diusut tuntas. (Handout)

Menurutnya, Mahfud berpendapat dalam hukum pidana pengakuan malah tidak menjadi bukti utama.

"Dalam hukum pidana pengakuan malah tidak menjadi bukti utama. Dia memberikan contoh, ada pembunuhan yang dilakukan A kepada B, kemudian ada orang mengaku kalau dia membunuh B. Namun pengakuan orang itu tidak bisa dijadikan bukti utama.

Selain itu, Mahfud MD menyayangkan tindakan Lady yang membawa orangtuanya dalam kasus tersebut.

Ia lantas mengingatkan Mahfud terhadap kasus Mario Dandy dan Rafael Alun. 

"Lady kok bisa membawa ibunya dan bapaknya itu siapa, jadi ingat kasus Rafael Alun dan Mario Dandy," terangnya.

Menurutnya, orang tua Lady yang ternyata pejabat di PUPR sudah seharusnya ikut diperiksa.

"Orang tuanya yang melibatkan diri supaya diperiksa, kalau dia punya jabatan, pejabat kan harus gitu, harus mengatur keluarganya juga, istri, anak dan sebagainya, itu harus,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, video penganiayaan seorang dokter koas di Palembang bernama Muhammad Luthfi viral di media sosial.

Lutfhi dalam video terlihat dipukuli oleh seorang pria yang belakangan diketahui berinisial DT.

Aksi penganiayaan itu terjadi di salah satu tempat makan di kawasan Demang Lebar Daun, Palembang, pada Rabu (11/12/2024) hingga viral dimedia sosial.

Kronologi Kejadian

Sebelumnya, Titis Rachmawati, pengacara DT, pria yang menganiaya dokter koas mengatakan pemicu kliennya menganiaya lantaran permintaan jadwal piket tak ditanggapi.

Diketahui, DT merupakan sopir LD, dokter koas sekaligus rekan Lutfhi.

Mulanya, LD yang merupakan dokter koas sekaligus rekan Lutfhi, datang bersama ibunya, LN, dan DT, ke tempat makan tersebut untuk bertemu Lutfhi guna membicarakan terkait penjadwalan kegiatan fakultas kedokteran.

"Ibu LN bertujuan berkomunikasi (dengan korban), mungkin dia mengira anaknya (LD) tidak bisa berkomunikasi dengan sesama koas tersebut," kata Titis saat berada di Mapolda Sumsel, Jumat (13/12/2024). 

Saat pertemuan tersebut, LN meminta agar jadwal piket LD di malam tahun baru diatur ulang.

Namun, Lutfhi dinilai tak menanggapi permintaan tersebut sehingga DT merasa kesal hingga terjadi penganiayaan. 

"Menurut dia (DT), korban itu tidak merespons seperti itu saja. Kalau orang tidak direspons, itu tidak ditanggapi, jadi dia (DT) terprovokasi," kata Titis. 

"(Pertemuan) hanya tentang penjadwalan kegiatan koas fakultas kedokteran, karena mungkin berbeda umur. Yang satu mahasiswa, memang dia (Luthfi) mempunyai kewenangan beban dari kampusnya. 
Kebetulan, LD juga mengikuti proses yang sama. Mungkin dari LD ada beban terlalu berat, ada sesuatu yang tidak diperlakukan sama. Ada yang namanya tingkat stres anak-anak ini kan beda. Jadi kita harus sikapi dengan bijak tanpa berlebihan," ungkapnya.

Akibat kejadian tersebut, korban yang diketahui bernama Luthfi membuat laporan di Polda Sumsel dan sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Moh Hasan Palembang.

Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Sunarto mengatakan korban sudah membuat laporan ke Polda Sumsel terkait peristiwa tersebut. 

"Iya ada semalam, laporan masuk ke Polda Sumsel," kata Sunarto, Kamis (12/12/2024).

Lina Dedy Minta Maaf

Setelah menjalani pemeriksaan, Lina menyampaikan permohonan maaf kepada Muhammad Luthfi, korban penganiayaan yang dilakukan oleh sopirnya, Fadilla.

"Saya atas nama pribadi dan keluarga meminta maaf kepada ananda Luthfi dan keluarga atas kejadian pemukulan," ungkap Lina.

Tim kuasa hukum juga berupaya untuk bertemu dengan keluarga Luthfi, meskipun saat ini pihak keluarga belum bersedia.

"Kami menghormati keputusan keluarga yang belum ingin bertemu," kata Bayu.

Dengan pemeriksaan yang telah dilakukan, tim kuasa hukum memastikan klien mereka siap untuk diminta kembali memberikan keterangan jika diperlukan.

"Kami akan kooperatif," tutup Bayu.

Baca berita lainnya di Google News

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved