Berita Palembang

Kisah Ali Pengrajin Songket Palembang, Sukses Raup Omzet Ratusan Juta, Sempat Dipandang Sebelah Mata

Kerajinan tenun mengandung alkuturasi budaya yang mempunyai makna dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darusalam.

Penulis: Thalia Amanda Putri | Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com
Songket Palembang - Kisah Ali Pengrajin Songket Palembang, Sukses Raup Omzet Ratusan Juta, Sempat Dipandang Sebelah Mata 

Kalau motif umum songket tapi bukan khas palembang," jelas Ali.

"Konsumen kami sudah menyebar dimana mana, ada kolektor, ada yg punya butik, kalau punya butik juga rumah limas, peduli bari," katanya. 

"Jakarta, Bogor, Lampung," lanjut Ali.

Meski memiliki klien dari mancanegara, Ali tak ingin terlalu jauh menerima pesanan dari negeri tetangga untuk tetap menjaga songket sebagai warisan Indonesiaz

"Ada yg bawa dari sini ke Malaysia, itu pedagang.

Dulu saya ada kerjasama dengan Malaysia berapa tahun itu kan
bagus itu keejasamanya tapi dia sakit meninggal dan putus.

Pernah saya dibawa oleh profesor menggali masa lalunya, pernah ada lagi ngajak ke Malaysia, dia bilang semua dijamin, tapi saya cukup disini. Pernah dari Filipin, pernah dari Taiwan," kata Ali becerita.

Bahkan ada pula tokoh penting di Indonesia yang ikut mengapresiasi karya songket Ali.

"Megawati, Akbar Tanjung, Sultan Brunnei," kata Ali.

"Waktu itu tahun berepa ada anggota MPR mesen songket senilai 200 juta tapi saya tidak tau untuk apa.

Dia mesen Naga Besaung, kuno, klqssik. Dia datang kesini, dia bilang mau bikin songket paling klassik," bebernya.

Mengejutkannya, tokoh penting di Indonesia itu rela merogoh kocek puluhan hingga ratusan juta untuk mendapatkan songket yang dibuat Ali.

"Waktu itu dibayar langsung soalnya kita mau bahan baku, saya minta 75 persen, masalahnya bahan baku ini tidak dipasar, harus dicari, dia tidak bisa beda, harus rata," jelas Ali.

"Pengerjaannya itu selesai lebih kurang 8 bulan. 2 kain, 1 selendang, 1 tanjak, kalau klassik tergantung selera, terserah mau motif apa.

Karena ini budaya tidak ada pastinya, kita patok harganya nego sekian. Resiko benang kuno itu tinggi, ini kuat, tapi kalau udah rapuh rugi, kita harus jeli, tapi saya sudah paham," sambungnya.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved