Berita Palembang

Kisah Ali Pengrajin Songket Palembang, Sukses Raup Omzet Ratusan Juta, Sempat Dipandang Sebelah Mata

Kerajinan tenun mengandung alkuturasi budaya yang mempunyai makna dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darusalam.

Penulis: Thalia Amanda Putri | Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com
Songket Palembang - Kisah Ali Pengrajin Songket Palembang, Sukses Raup Omzet Ratusan Juta, Sempat Dipandang Sebelah Mata 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Songket Palembang bukan hanya barang komoditi untuk diperdagangkan ataupun oleh-oleh khas Kota Palembang.

Kerajinan tenun mengandung alkuturasi budaya yang mempunyai makna dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darusalam.

Perjalanan ratusan tahun songket Palembang menghadirkan beragam motif yang menjadi hiasan utama pada kain songket yang menyiratkan masa dan makna tersendiri.

Kemas Muhammad Ali (70), seorang perajin songket di Palembang memiliki kisah panjang dibalik perjuangannya menjaga salah satu kain warisan tradisional Indonesia ini.

Menekuni seni menenun songket selama 49 tahun, tak salah jika Ali disebut sebagai seorang Maestro Songket Palembang.

Pria paruh baya yang tinggal di daerah Gede Ing Suro, Palembang ini awalnya mulai tertarik dengan proses pembuatan songket sejak masa SMA.

Ali kemudian mulai belajar secara otodidak dan akhirnya menjual hasil karya tangannya ke beberapa konsumen.

"Awalnya belajar sendiri sejak lulus SMA, ada Bibi dirumah, kita curi ilmunya," cerita Ali.

"7 ribu rupiah, bisa beli emas 2 suku, karena waktu itu harga emas masih 3 ribu rupiah. Satu lembar dikerjakan 15 hari, jadi satu bulan dapat 2.

Upahnya sangat menjanjikan jadi saya tekuni, saya kerjakan sendiri, begitu selesai saya jual ke langganan, dari situ kelihatan ada upah ada untung," sambungnya.

49 tahun menjadi pengrajin songket, Ali mengaku sudah sangat paham dengan songket lawas.

"Gabisa dibohongi kalau umur songket udah ratusan tahun," ucap Ali.

Tak mudah, Ali rupanya sempat dipandang sebelah mata akan pilihannya menjadi pengrajin songket.

"Waktu itu ayah saya marah, susah-susah disekolahkan, waktu itu ga ada laki laki nenun songket," jelas Ali.

Namun Ali tetap tekun dan yakin akan pilihannya menekuni menenun songket.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved