OPINI
Mengembalikan Kejayaan Kopi Sriwijaya : Strategi Pengembangan Agar Menjadi Kopi Terbaik Nusantara
Mem-branding kopi-kopi lokal menjadi Kopi Sriwijaya dapat menggunakan strategi Unique Selling Point (USP), bahwa Kopi Sriwijaya memiliki karakteristik
TRIBUNSUMSEL.COM - Kopi merupakan minuman favorit bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Rasanya nikmat dan membuat pikiran fresh, sehingga dapat merangsang otak menciptkan ide dan karya monumental bagi penggemarnya.
Selain itu, menurut ilmu kesehatan umum, minum kopi tanpa gula berkhasiat menurunkan berat badan, menyehatkan organ hati, hingga menurunkan risiko terkena penyakit alzheimer.
Namun Kopi bukan hanya sekedar persoalan rasa, tidak hanya soal manfaat bagi kesehatan, melainkan kopi berkali-kali lipat lebih dari itu.
Kopi adalah bisnis dan industri raksasa.
Kopi menjadi salah satu komoditas unggulan nasional yang dapat memberikan manfaat ekonomi luar biasa bagi negara dan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan Statistik Kopi Indonesia Tahun 2022 yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS), total produksi kopi nasional mencapai 774,96 ribu ton, paling banyak disumbangkan oleh Sumatera Selatan (Sumsel) sebesar 211,68 ribu ton (26,85 persen) disusul oleh Lampung 116,28 ribu ton (14,68 % ) dan Sumatera Utara 80,87 ribu ton (11,16 % ).
Kontribusi produksi paling besar yang disumbangkan Sumatera Selatan ditunjang oleh luas areal perkebunan kopi yang juga terluas secara nasional sebesar 267,25 ribu hektar atau 21,11?ri total luas areal kopi di Indonesia. Singkatnya, Sumsel merupakan tulang punggung produksi kopi nasional.
Meskipun data dan fakta menunjukkan bahwa hegemoni produksi dan luas areal lahan kopi di Sumsel tidak terbantahkan, namun nyatanya bisnis dan industri kopi di Sumsel masih jauh tertinggal dibanding daerah lain.
Masyarakat Indonesia lebih familiar dengan brand Kopi Toraja (Sulawesi Selatan), Kopi Gayo (Aceh), Kopi Kintamani (Bali), Kopi Sidikalang (Sumatera Utara), dan Kopi Bajawa (Flores, Nusa Tenggara Timur).
Kopi Lampung bahkan lebih terkenal dibandingkan kopi dari daerah “Sriwijaya”.
Padahal banyak varian kopi di Sumsel: Kopi Semendo, Kopi Dempo/Pagaralam, dan Kopi Lintang sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi market leader kopi nusantara.
Kurang berkembangnya bisnis dan industri Kopi Sumsel menyebabkan kesejahteraan petani kopi yang berjumlah hampir 200 ribu kepala keluarga belum sesuai dengan yang diharapkan.
Branding “Kopi Sriwijaya” belum masuk dalam top of mind pelaku bisnis dan penggemar kopi nusantara.
Menurut riset Ardiansyah (2023) yang dimuat dalam detik.com, problematika Kopi Sumsel pada dasarnya berkaitan dengan aspek kultural dan aspek struktural.
Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Tanaman Obat |
![]() |
---|
Kenapa Selai Bisa Kental? Jawabannya Ada di Pektin! |
![]() |
---|
Amplifikasi Debat Pilkada di Era Media Sosial |
![]() |
---|
Program Kemitraan Masyarakat Pendampingan Pemasaran Digital&Laporan Keuangan Kuliner RantingAisyiyah |
![]() |
---|
Media Sosial dalam Pilkada 2024: Dialog Terbuka atau Polarisasi? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.