Penerimaan Siswa Baru

Pedagang Seragam Sekolah di PALI Ngeluh, Masuk Tahun Ajaran Baru Tapi Sepi Pembeli

Para pedagang seragam sekolah mengaku, kondisi menurunnya minat pembeli ini sudah berlangsung sejak 4 tahun lalu.

Penulis: Apriansyah Iskandar | Editor: Slamet Teguh
Sripoku.com/ Apriansyah Iskandar
Para pedagang seragam sekolah di Pasar Inpres Pendopo Talang Ubi, Sepi Pembeli meski memasuki tahun ajaran baru 

Laporan wartawan Sripoku.com Apriansyah 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALI - Para pedagang seragam sekolah di PALI mengeluh.

Pasalnya, meski memasuki masa tahun ajaran baru, namun nyatanya daganganya sepi pembeli.

Hal tersebut terjadi di Pasar Inpres Pendopo Kecamatan Talang Ubi Kabupaten PALI.

Para pedagang seragam sekolah mengaku, kondisi menurunnya minat pembeli ini sudah berlangsung sejak 4 tahun lalu.

Salah satu pemilik kios seragam sekolah, Indah (53) mengatakan meski saat ini sudah masuk tahun ajaran baru dan masih dalam masa libur kenaikan dan kelulusan.

Penjualan seragam sekolah masih sepi dan mengalami penurunan omset penjualan.

Ia memperkirakan, sepinya jualannya ini karena banyak siswa baru telah mendapatkan seragam yang disediakan langsung oleh pihak sekolah.

“Kemungkinan seperti itu, saya dengar informasi kalau sekolah sudah menyediakan seragam lengkap untuk anak baru. Sehingga para siswa tidak lagi memerlukan seragam dari pedagang di pasar," ungkapnya, Sabtu (6/7/2024).

Menurut Indah, kalau memang benar demikian, ia sangat menyayangkan jika pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan ikut berbisnis dalam pengadaan seragam sekolah.

"Sebenarnya sih, saya sebagai pedagang tidak masalah kalau memang aturannya demikian. Namun kami berharap pedagang maupun penjahit lokal di Kabupaten PALI ini bisa dilibatkan, agar kami juga bisa bernafas, tidak seperti sekarang, setiap tahunnya omset penjualan menurun drastis," ujarnya.

Disisi lain, Indah juga mengatakan kemungkinan lain menyebabkan omset penjualan sekolah menurun, yaitu banyak siswa yang tidak membeli seragam baru karena masih bisa menggunakan seragam lungsuran yang masih layak pakai dari tahun-tahun sebelumnya.

Disamping itu, Indah yang berjualan seragam sekolah dan juga membuka usaha jahit pakaian seragam di Pasar Inpres Pendopo sejak tahun 1990, sangat merasakan dampak dari perubahan jaman seperti sekarang, sangat berbeda jauh dibandingkan waktu itu.

Dimana maraknya penjualan online juga berdampak pada menurunnya minat pembeli bagi pedagang pakaian di Pasar Inpres Pendopo.

"Mungkin jamannya sudah berbeda, dimana kalau waktu dulu disetiap los pasar banyak pembeli yang berlalu lalang. Apalagi pada tahun ajaran baru maupun menjelang lebaran sampai berdesakan. Sekarang sudah  online seperti dimana apapun tersedia di online. jadi kami yang pedagang kecil-kecilan di pasar tradisional ini tidak mampu bersaing ditengah maraknya penjualan online, "tuturnya.

Biasanya, dikatakan Indah pada masa tahun ajaran baru, maupun menjelang lebaran merupakan masa panen nya pedagang pakaian di pasar Inpres. Namun hal tersebut sudah tidak pernah dapat dirasakan lagi pada jaman sekarang ini.

"Ya namanya juga era nya sudah berubah mas. Mungkin tak lama lagi pedagang seperti kami ini akan punah karena tergerus online. Saat ini memilih bertahan karena kebutuhan ekonomi dan tak ada kerjaan lainnya. Kami berharap pemerintah memberikan solusi untuk kami selaku pemilik usaha kecil-kecilan ini,"kata dia.

Baca juga: Bawaslu PALI Matangkan Kesiapan Pengawasan Dalam Penyusunan & Pemutakhiran Data Pemilih Pilkada 2024

Baca juga: Pinjam Motor Tak Kunjung Dikembalikan, Pria di PALI Tak Berkutik Ditangkap Polisi

Hal yang sama juga dirasakan oleh Yuni (55) pedagang seragam sekolah Pasar Inpres Pendopo lainnya. 

Yuni yang sudah berjualan seragam sekolah di kawasan itu lebih dari 20 tahun, juga mengeluhkan penurunan pembelian yang signifikan.

"Apalagi di tahun ajaran baru ini, saat ini aja baru laku 5 setel seragam. Biasanya kalo jaman dulu memasuki tahun ajaran baru seperti sekarang sudah laku lebih dari 100 setel seragam sekolah mulai dari SD sampai SMA," katanya.

Kondisi sepinya pembeli ini sudah dirasakannya sejak jaman Covid-19 mulai mewabah pada awal tahun 2020 atau sekitar 4 tahun lalu.

"Bahkan pas Covid-19 kemarin tidak ada pembeli sama sekali untuk seragam sekolah. Karena siswa sekolah kan belajar daring, jadi  tidak membutuhkan seragam sekolah," ungkapnya.

Selain itu ia juga tak menampik menurunnya omset penjualan dikarenakan kebanyakan pihak sekolah sudah menyediakan seragam bagi para siswa baru.

"Apalagi ditambah dengan maraknya penjualan online seperti sekarang. Tentunya pedagang pakaian seperti kami ini semakin tergerus. Tak bisa berbuat apa-apa kami mas, saat ini buka kios hanya bertahan demi kebutuhan hidup. Bahkan sudah banyak pedagang disini memilih menutup kios nya karena pernah sampai 20 hari tidak ada pembeli,"imbuhnya.

Yuni merasa kejadian ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana penjualan seragam masih berjalan dengan baik, bahkan omzetnya bisa mencapai Rp3-Rp4 juta per hari.

"Turun drastis lebih dari 50 persen. Apalagi saat musim ajaran baru seperti sekarang, untuk dapat Rp1 juta saja sulitnya bukan main. Apalagi di hari-hari biasa,”ucapnya.

Rendahnya penjualan membuat Yuni dan sejumlah pedagang lain tidak berani menambah stok barang dagangan mereka.

"Saya belum berani mengambil tambahan stok seragam melihat kondisi penjualan yang begitu sepi belakangan ini,”tukasnya. 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved