Pemilihan Walikota Palembang 2024

Pengamat Sebut, Pilkada Palembang 2024 Layaknya Politik Daging Sapi, Masih Adem Ayem Tanpa Manuver

Yang dimaksud politik dagang sapi, menurut Ardiyan adalah transaksi untuk mendapatkan dukungan partai bagi kandidat balonkada, dan tidak gratis.

Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com/ Arief Basuki Rohekan
Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Ardiyan Saptawan - Pengamat Sebut, Pilkada Palembang 2024 Layaknya Politik Daging Sapi, Masih Adem Ayem Tanpa Manuver. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG  - Manuver sejumlah bakal calon kepala daerah (Balonkada) di kota Palembang saat ini terkesan adem ayem, mengingat belum adanya bakal pasangan calon yang telah mendeklarasikan dirinya akan maju dalam Pilkada 27 November 2024 mendatang. 

Meski sejumlah nama seperti mantan Wakil Walikota sekaligus Ketua DPD Partai NasDem Palembang Fitrianti Agustinda, Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Palembang Ratu Dewa dan Ketua DPC partai Demokrat Palembang Yudha Pratomo Mahyudin gencar dikatakan akan maju.

Namun dukungan partai satupun yang resmi belum ada. 

Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Ardiyan Saptawan mengungkapkan, jika pun saat ini terkesan adem ayem, namun para kandidat yang serius untuk maju pastinya 'gencar' melobi partai untuk menjadi perahu dukungannya nanti. 

Namun masalahnya, untuk wacana skenario pembentukan koalisi mendatang dianggap bukan sebuah hal yang mudah, lantaran mirip dengan praktik politik "dagang sapi", untuk mendapat dukungan partai.

Yang dimaksud politik dagang sapi, menurut Ardiyan adalah transaksi untuk mendapatkan dukungan partai bagi kandidat balonkada, dan biasanya hal itu tidak gratis. 

"Istilah di politik, politik dagang sapi. Seperti dagang sapi secara tradisional di Sumbar atau Madura, kalau beli sapi itu dibawah meja, tidak boleh kelihatan orang lain, jadi hasil antar mereka. Misal partai tentukan mahar berapa, dan itu kalau bisa jangan sampai kelihatan partai lain, " kata Ardiyan, Selasa (2/7/2024). 

Baca juga: Tunggu Durian Runtuh, Sejumlah Nama Siap Dampingi Ratu Dewa Untuk Maju Pilkada Palembang 2024

Baca juga: Yudha Rinaldi Ambil Formulir Pilkada Palembang 2024 di PDIP, Terbuka Untuk Duet Dengan Yudha Pratomo

Maka dari itu diterangkannya, kandidat dan partai politik membuat strategi dalam kegelapan bukan hal mudah, dan mereka tidak mau terbuka itu. 

"Apalagi kata orang ada syarat- syarat khusus untuk mahar, mereka pasti tidak membukanya ke publik, padahal itu bukan sudah rahasia umum selama ini, orang tahu tapi tidak ada nilainya, dan selama ini tidak ada orang yang ditangkapkan karena mahar- mahar itu. Idealnya di parpol tidak ada tapi secara kenyataan mereka perlu dengan segala macam pertimbangan masing-masing," tuturnya. 

Sehingga dalam keadaan itulah dikatakannya, kemampuan dari calon itu teruji baik kemampuan intelektualnya, kemampuan mengelola sumber ekonomi, karena belum tentu itu bisa ditanggung sendiri, yang seperti itu cukup sulit (panggung belakang). 

"Bargaining posistion itu yang mereka ambil cukup sulit bagi calon yang memiliki kemampuan terbatas, maka mereka nanti bisa sampai titik jenuh, dimana hari sudah mendekati tapi keputusan belum dibuat, " tandasnya

Ditambahkan Ardiyan, selain berusaha kadernya mencalonkan diri partai berhitung lawan bagaimana, dan berpikir lawan itu tidak ada atau sedikit mungkin  dengan berupa penggembosan partai atau  mendapatkan dukungan parpol lain dikakukan. 

"Itulah jadi kelemahan sistem politik kita masalah cost politik menjadi tinggi, dan kasihan kepada mereka yang nantinya bermuara pada tindakan korupsi dan KKN kepala daerah, mengingat gaji kepala daerah kecil dan pengeluaran Pilkada besar, sehingga tidak imbang sekali maka buka peluang janji- janji, dan koalisi dan koneksi yang dibuat berakibat pada penegakan pada kewenangan tidak benar. Jadi kita prihatin benar tehadap calon yang begitu stress dengan tekanan begitu kuat, " tegasnya. 

Disisi lain, jika ini terjadi partai bisa saja nanti jadi 'nganggur' tidak mengusung atau mendukung kandidat, dan kalau terjadi masyarakat justru akan melihat dan menilai.

"Karena partai ada untuk menegakkan ideologi, tapi kenyataan ideologi itu ditawarkan, jadi ini penyebab masyarakat yang rasional menjadi partisipasi menurun, males mereka karena palsu semua pandangan mereka, " pungkasnya. 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved