Pemilihan Walikota Palembang 2024

KPU Palembang Minta MK Tolak Gugatan Paslon Yudha Pratomo-Baharuddin Atas Hasil Pilkada 2024

KPU meminta MK untuk menolak seluruh dalil Pemohon, dan menegaskan bahwa penyelenggaraan Pilkada Palembang telah berjalan sesuai aturan.

Penulis: Arief Basuki Rohekan | Editor: Slamet Teguh
Capture Video
Sidang Gugatan Hasil Pilkada Palembang 2024 - KPU Palembang Minta MK Tolak Gugatan Paslon Yudha Pratomo-Baharuddin Atas Hasil Pilkada 2024 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang (PHPU Walikota Palembang) dengan agenda mendengarkan keterangan Termohon, Pihak Terkait dan Bawaslu pada Jumat (17/1/2025). 

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palembang (Termohon)  yang diwakili oleh Ikhwan menegaskan bahwa dalil-dalil yang diajukan Pemohon terkait dugaan pelanggaran administratif, berada di luar kewenangan MK dan bukan ranah Termohon. 

Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang Nomor Urut 3 Yudha Pratomo dan Baharudin, merupakan Pemohon Nomor 110/PHPU.WAKO-XXIII/2025 ini.

Termohon menjelaskan dalil Pemohon terkait adanya dugaan pelanggaran administratif merupakan ranah lembaga lain seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Oleh karena itu, Termohon menegaskan bahwa tuduhan tersebut bukan merupakan alasan yang dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan hasil pemilihan.

Selain itu, terkait dalil Pemohon mengenai pemberhentian dan pengangkatan pejabat administrator di lingkungan Pemerintah Kota Palembang pada 17 Mei 2024, Termohon menyoroti bahwa dalam sidang pendahuluan pada 8 Januari 2025, Pemohon sendiri mengakui bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Dengan demikian, dalil tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk menuntut diskualifikasi pasangan calon.

Termohon juga menegaskan bahwa pada saat dugaan pelanggaran terjadi, belum ada pasangan calon yang ditetapkan.

Berdasarkan Surat Keputusan KPU Kota Palembang Nomor 612 tertanggal 22 September 2024, penetapan pasangan calon baru dilakukan setelah dugaan pelanggaran berlangsung. Oleh karena itu, klaim Pemohon terkait dugaan pelanggaran sebelum penetapan pasangan calon tidak memiliki relevansi dalam sengketa hasil pemilihan.

Terkait tuduhan mengenai penjadwalan kegiatan pengumpulan Ketua RT dan RW serta lurah oleh Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Sekretariat Daerah Kota Palembang, Termohon menegaskan bahwa hal tersebut bukan merupakan bagian dari kewenangan Termohon sebagai penyelenggara pemilu.

Selain itu, mengenai mutasi tujuh camat pada Mei 2024, Termohon menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelum penetapan pasangan calon.

“Pada saat itu, Penjabat (Pj) Wali Kota masih menjabat, dan bukti izin dari Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) belum dilampirkan oleh Pemohon. Jika memang ada izin, seharusnya disertakan sebagai bukti dalam persidangan,” jelas Ikhwan selaku kuasa hukum KPU.

Lebih lanjut, KPU menegaskan bahwa dalam tahapan penyelenggaraan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palembang, seluruh proses telah dilakukan berdasarkan asas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (Luber Jurdil). Pemilihan ini melibatkan 1.241.196 orang pemilih yang telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Baca juga: Besok Sidang Lanjutan Gugatan Pilkada di Palembang, Ogan Ilir dan Pagar Alam Bakal Digelar di MK

Baca juga: KPU Palembang Siap Laksanakan Putusan MK Terkait Gugatan Yudha-Bahar di PIlkada Palembang 2024

Dengan argumentasi tersebut, KPU meminta MK untuk menolak seluruh dalil Pemohon, dan menegaskan bahwa penyelenggaraan Pilkada Palembang telah berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Nomor Urut 2 Ratu Dewa dan Prima Salam (Pihak Terkait) diwakili Dhabi K Gumayra menegaskan, bahwa dugaan pelanggaran yang dituduhkan kepada kliennya, sebenarnya merupakan administrasi antar-calon yang seharusnya diajukan melalui Bawaslu, dan diselesaikan dalam sidang ajudikasi. 

Ia mencontohkan kasus serupa yang pernah terjadi di Sumatera Selatan pada Pilkada Ogan Ilir 2020 silam, yang salah satu pasangan calon didiskualifikasi melalui mekanisme yang sesuai.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved