Demo Buruh di Palembang

Demo Buruh Tolak UMP Sumsel 2024 Naik Rp 1,5 Persen, Massa Bakar Keranda Sindir Matinya Keadilan

Aksi bakar keranda mewarnai demo ratusan buruh yang digelar di depan kantor Gubernur Sumsel, Senin (27/11/2023). 

SRIPOKU/SYAHRUL HIDAYAT
Massa membakar keranda dalam aksi demo buruh tolak UMP Sumsel naik 1,5 persen yang digelar di depan kantor Gubernur Sumsel, Senin (27/11/2023) 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Aksi bakar keranda mewarnai demo ratusan buruh yang digelar di depan kantor Gubernur Sumsel, Senin (27/11/2023). 

Dengan diiringi lagu gugur bunga, massa menyampaikan protes atas kenaikan Upah Minimun Provinsi (UMP) Sumsel yang hanya sebesar 1,5 persen atau Rp 52.696.

Aksi demo ini berlangsung di jalan sehingga jalur pengendara di samping gedung Kantor Gubernur Sumsel terpaksa dialihkan sementara. 

Koordinator Aksi, Hermawan mengatakan, keranda sengaja dibawa sebagai simbolis perjuangan buruh saat ini. 

"Karena kami merasa keadilan bagi buruh sudah mati," ujarnya saat ditemui disela aksi. 

Baca juga: Pos Diduga Tempat Pungli Sopir di OKU Timur Digerebek Polisi, Pelaku Bantah Paksa Minta Uang Sopir

Massa menilai, kenaikan upah yang hanya 1,5 persen bagi buruh di Sumsel dirasa sangat tak masuk akal. 

Buruh tetap pada tuntutan awalnya yakni meminta agar UMP maupun UMK di seluruh Sumsel dinaikkan menjadi 15 persen. 

"Atau berikan subsidi pangan kepada pekerja buruh formal maupun informal. 

Adapun tuntutan lainnya dalam aksi ini meliputi, menuntut Gubernur Sumsel dan/atau Bupati/Walikota se-Sumsel untuk memberikan subsidi pangan kepada pekerja/buruh formal maupun Informal sebesar Rp 300 ribu atau beras 20 Kg per/bulan. 

Kemudian, menuntut pencabutan Undang-undang nomor 06 tahun 2023 tentang Penetapan PERPPU nomor 02/2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang.

Menuntut Pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 51 tahun 2023.

Menolak data BPS yang digunakan dalam menetapkan kenaikan Upah Minimum dikarenakan berdasarkan hasil survey yang tidak merefleksikan data sebenarnya para pekerja/buruh.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved