Karhutla Sumsel

Polisi Serahkan 25 SPDP Kasus Karhutla ke Kejati Sumsel, Semua Pelaku Perorangan, Tak Ada Perusahaan

Polisi Serahkan 25 SPDP Kasus Karhutla ke Kejati Sumsel, Semua Pelaku Perorangan, Tak Ada Perusahaan

Sripoku/Reigan/Pemkab OKI
Kasi Penkum Kejati Sumsel mengungkapkan sudah ada 25 Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus Karhutla dari Kepolisian yang seluruh tersangkanya adalah perorangan. 

Plt Dirreskrimsus Polda Sumsel, AKBP Putu Yudha Prawira melalui Kasubdit Tipidter, AKBP Tito Dani mengatakan kini pihaknya sedang menyelidiki korporasi tersebut menyiapkan sarana dan prasarana sebagai penanganan karhutla.

"Asal api ini di sekitar perusahaan ada dua macam, ada yang di luar perusahaan dan ada yang di dalamnya. Dari hasil penyelidikan nanti akan diketahui bagaimana SOP, sarana dan prasarana yang dilakukan oleh perusahaan. Jika tidak sesuai dan terbukti mereka tidak bertanggung jawab, bisa kita jerat dengan pasal yang berlaku," ujar Tito saat dikonfirmasi, Jumat (6/10/2023).

Tito menjelaskan Ditreskrimsus Polda Sumsel, telah memanggil salah satu pihak korporasi yakni PT WAJ yang pailit namun api masih terus berkobar di wilayahnya.

"Sudah kita panggil salah satu pihak perusahaan yang pailit, namun masih kebakaran. Karena dari pihak perusahaan sudah tidak ada lagi, kini beralih ke pihak kurator. Kita lagi mendalami dengan ahli untuk pertanggungjawabannya, karena kurator yang mengambil alih aset perusahaan," ungkapnya.

Untuk data luasan lahan terbakar yang terbaru, Polda Sumsel akan menghitung kembali dengan mengecek data dan memeriksa kesiapan penanganan karhutla di sekitar perusahaan.

Di samping itu, Polda Sumsel sudah menambah personel dalam operasi stop karhutla 2023 yang dilepas oleh Kapolda Sumsel langsung.

"Mengingat karhutla semakin meluas kita terus menambah personel. Dari 300 menjadi 460 personil yang dikirim. Kemungkinan akan bertambah terus dan waktu operasi akan diperpanjang," ujarnya.

Pihak perusahaan yang terbukti bersalah akan dijerat hukuman penjara dan denda sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Ya jika terbukti bersalah akan kami jerat pasal 187 KUHP dengan ancaman paling lama 15 tahun. Kalau berada di kawasan hutan, dikenakan UU nomor 41 tahun 1999 dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun dan denda Rp 7,5 Miliar. Kemudian UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, kami kenakan ancaman pidana paling singkat 3 tahun paling lama 10 tahun dan denda antara Rp 3 miliar hingga Rp 10 miliar. Ada juga pasal 108 UU perkebunan dengan pidana 10 tahun dan denda Rp 10 miliar," tandasnya.

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved