Karhutla Sumsel

Polisi Serahkan 25 SPDP Kasus Karhutla ke Kejati Sumsel, Semua Pelaku Perorangan, Tak Ada Perusahaan

Polisi Serahkan 25 SPDP Kasus Karhutla ke Kejati Sumsel, Semua Pelaku Perorangan, Tak Ada Perusahaan

Sripoku/Reigan/Pemkab OKI
Kasi Penkum Kejati Sumsel mengungkapkan sudah ada 25 Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus Karhutla dari Kepolisian yang seluruh tersangkanya adalah perorangan. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kepolisian Sumatera Selatan telah menyerahkan 25 Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel.

Dari 25 kasus Karhutla di Sumsel yang telah dilakukan SPDP, tidak ada satu pun pihak korporasi atau perusahaan yang dijadikan tersangka.

Sejauh ini, perorangan atau warga biasa yang dijadikan tersangka.

"Iya dari kesemuanya ini (tersangka) dari perorangan, belum ada korporasi," ujar Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari dikutip dari YouTube KompasTV, Jumat (20/10/2023).

Baca juga: Merasa Sering Diperas Oknum LSM, Ratusan Guru Geruduk Kantor Kejari Lubuklinggau Minta Perlindungan

Kebakaran lahan di Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel,
Kebakaran lahan di Kabupaten Ogan Ilir, Sumsel, (Humas Pemkab Ogan Ilir)

Lanjut dikatakan, SPDP kebakaran hutan dan lahan di sumsel mengalami peningkatan.

Hingga pertengahan oktober 2023, kejaksaan tinggi sumatera selatan menerima spdp 25 laporan dari kejaksaan kabupaten-kota di sumsel.

Dari 25 spdp yang di terima 1 perkara sudah dieksekusi dan sisanya masih tahap 1 dan 2 serta tahap penuntutan.

"Jadi untuk SPDP per bulan ini (Oktober 2023) ada 2 kasus. Totalnya sejauh ini yang masuk tahap 1 ada 18 perkara, tahap 2 ada 1 perkara. Pelimpahan untuk yang terbaru ini belum ada. Tuntutan sudah 3 perkara dan yang sudah dieksekusi ada 1 perkara. Jadi total semua 25 (perkara)," jelasnya.

Sebagian besar perkara yang diterima kejati sumsel diduga pelaku pembakaran hutan adalah perorangan.

Para terduga pelaku pembakaran hutan dan lahan, terancam hukuman paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

SPDP kemungkinan bakal bertambah, karena mengingatnya kasus karhutlah masih terus terjadi di kabupaten dan kota di sumsel.

Kejaksaan menghimbau warga tidak melakukan pembakaran hutan yang dapat menimbulkan kabut asap serta melanggar hukum.

Polda Sumsel Sebut Periksa 6 Perusahaan

Sebelumnya, Polda Sumsel menyebut pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap 6 korporasi yang berada di wilayah Ogan Ilir, OKI, dan Musi Banyuasin terkait karhutla.

Keenam korporasi tersebut yakni, PT WAJ, PT RAJ, PT TS, PT MBJ, PT BKI, PT SA.

Plt Dirreskrimsus Polda Sumsel, AKBP Putu Yudha Prawira melalui Kasubdit Tipidter, AKBP Tito Dani mengatakan kini pihaknya sedang menyelidiki korporasi tersebut menyiapkan sarana dan prasarana sebagai penanganan karhutla.

"Asal api ini di sekitar perusahaan ada dua macam, ada yang di luar perusahaan dan ada yang di dalamnya. Dari hasil penyelidikan nanti akan diketahui bagaimana SOP, sarana dan prasarana yang dilakukan oleh perusahaan. Jika tidak sesuai dan terbukti mereka tidak bertanggung jawab, bisa kita jerat dengan pasal yang berlaku," ujar Tito saat dikonfirmasi, Jumat (6/10/2023).

Tito menjelaskan Ditreskrimsus Polda Sumsel, telah memanggil salah satu pihak korporasi yakni PT WAJ yang pailit namun api masih terus berkobar di wilayahnya.

"Sudah kita panggil salah satu pihak perusahaan yang pailit, namun masih kebakaran. Karena dari pihak perusahaan sudah tidak ada lagi, kini beralih ke pihak kurator. Kita lagi mendalami dengan ahli untuk pertanggungjawabannya, karena kurator yang mengambil alih aset perusahaan," ungkapnya.

Untuk data luasan lahan terbakar yang terbaru, Polda Sumsel akan menghitung kembali dengan mengecek data dan memeriksa kesiapan penanganan karhutla di sekitar perusahaan.

Di samping itu, Polda Sumsel sudah menambah personel dalam operasi stop karhutla 2023 yang dilepas oleh Kapolda Sumsel langsung.

"Mengingat karhutla semakin meluas kita terus menambah personel. Dari 300 menjadi 460 personil yang dikirim. Kemungkinan akan bertambah terus dan waktu operasi akan diperpanjang," ujarnya.

Pihak perusahaan yang terbukti bersalah akan dijerat hukuman penjara dan denda sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

"Ya jika terbukti bersalah akan kami jerat pasal 187 KUHP dengan ancaman paling lama 15 tahun. Kalau berada di kawasan hutan, dikenakan UU nomor 41 tahun 1999 dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun dan denda Rp 7,5 Miliar. Kemudian UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, kami kenakan ancaman pidana paling singkat 3 tahun paling lama 10 tahun dan denda antara Rp 3 miliar hingga Rp 10 miliar. Ada juga pasal 108 UU perkebunan dengan pidana 10 tahun dan denda Rp 10 miliar," tandasnya.

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved