Liputan Khusus Tribun Sumsel

LIPSUS: Casingnya Saja yang Bagus, Semua Masalah Dikembalikan ke Kades - 1

Wacana kepala desa di Indonesia agar bisa memiliki waktu menjabat lebih lama, dari 6 tahun menjadi 9 tahun, ditanggapi beragam.

Editor: Vanda Rosetiati
TANGKAP LAYAR
Liputan Khusus Tribun Sumsel, wacana kepala desa di Indonesia agar bisa memiliki waktu menjabat lebih lama, dari 6 tahun menjadi 9 tahun, ditanggapi beragam. 
  • Pro Kontra Wacana Jabatan Kades jadi 9 Tahun

TRIBUNSUMSEL.COM, BANYUASIN - Wacana kepala desa di Indonesia agar bisa memiliki waktu menjabat lebih lama, dari 6 tahun menjadi 9 tahun, ditanggapi beragam. Sejumlah kades menyatakan dukungannya atas wacana ini, di sisi lain ada juga tanggapan yang menentang usulan ini.

Seperti yang diungkapkan Kades Solok Batu Kecamatan Air Salek Banyuasin H Ibrahim. Menurutnya, dengan masa jabatan selama enam tahun dan bisa sampai tiga periode, dianggap cukup bila ingin membangun desa dan bermanfaat bagi masyarakat.

"Kalau jadi sembilan tahun, saya rasa terlalu lama. Enam tahun, bisa tiga periode saja lumayan lama. Tapi kan, itu permintaan teman-teman kades. Kalau pendapat saya seperti itu, namun tinggal pemerintah pusat menanggapinya," ujar H Ibrahim yang sudah dua periode menjabat sebagai kades, Sabtu (11/2/2023).

Karena, menurutnya menjadi kades itu hanya casing luarnya saja yang terlihat bagus. Akan tetapi, seluruh permasalahan masyarakat desa mulai dari besar, sedang hingga kecil kembali ke kades.

Lanjut H Ibrahim, menjadi seorang kades tergantung dari niat seseorang. Apakah ingin membangun desa dan melayani masyarakat atau ada kepentingan lain. Bila memang ingin membangun desa dan melayani masyarakat, ia mengaku lebih dari cukup dengan waktu jabatan enam tahun dan bisa mencalonkan diri selama tiga periode.


"Jujur saja, kades ini gajinya kecil. Harusnya yang jadi perhatian masalah gaji, lebih sedikit dibesarkan. Saya rasa, kalau gaji sudah dibesarkan masih melakukan korupsi, memainkan dana desa untuk kepentingan pribadi sudah keterlaluan. Tetapi, kembali lagi ke individu kadesnya," ungkapnya.

Termasuk juga, menurutnya gaji perangkat desa yang gajinya hanya Rp 1 juta per bulan. Karena, sama halnya dengan kades, perangkat desa dan kades, memiliki permasalahan yang tak jauh berbeda. Lantaran, masyarakat menunpuhkan permasalahannya ke kades dan perangkat desa.

Ketika disinggung mengenai dana desa, menurut H Ibrahim sangat membantu desa. Karena, dengan adanya dana desa bisa membangun desa. Memang, dana desa bisa dibilang sangat besar berkontribusi untuk membangun desa.

"Kalau tidak ada dana desa, pasti sulit membangun desa. Apalagi Banyuasin, desanya terbilang banyak. Tidak mungkin pemerintah kabupaten bisa membantu semuanya. Dengan adanya dana desa, bisa membangun desa mulai dari jalan desa dan pembangunan lainnya. Sesuai peruntukan dana desa," pungkasnya.

Tak jauh berbeda juga diungkapkan Kades Sido Rahajo Fery Afandi. Menurutnya, bila saat pemilihan kandidat kades banyak, maka saat terpilih menjadi kades, dari calon kades yang tidak terpilih bisa memanfaatkan masa jabatan kades terpilih untuk mencari-cari kesalahan. Selama sembilan tahun, terus dicari-cari kesalahan walaupun sudah berupaya berbuat untuk membangun desa dan melayani masyarakat.

Tetapi, dengan masa jabatan enam tahun tetapi dimanfaatkan untuk membangun desa dengan mengelola dana desa sesuai peruntukannya, maka dianggap cukup. Karena, seorang kades bisa kembali mencalonkan diri untuk periode kedua dan ketiga. Syaratnya untuk terpilih, pasti sudah banyak berbuat untuk masyarakat meski itu belum maksimal.

"Jadi kades itu sangat berat, semua permasalah di desa baik orang sakit sampai warga yang tidak ada uang mau beli senter saja kadang minta bantu sama kades. Belum lagi ada warga yang tidak mendukung, terkadang menyalahkan kinerja kita," ungkapnya.

Sebetulnya, yang menjadi perhatian adalah gaji kades yang kecil. Menurut Fery, gaji kades itu hanya sebesar Rp 3,5 juta per bulan. Itu belum di potong BPJS. Makanya, gaji kades itu menururnya tidak seberapa, untuk kebutuhan.

Ia berharap, gaji kades bisa dinaikkan nilainya, paling tidak Rp 5 juta perbulan di luar dari potongan-potongan. Karena, bila sudah menjadi kades akan lebih banyak lagi pengeluaran.

"Kalau saya, diminta masyarakat saat ada pencalonan dan sekarang terpilih jadi kades. Maka, saya berupaya dengan niat yang baik untuk membangun desa. Pastinya, dengan dana desa bisa memaksimalkan dana itu untuk membangun desa saya ini," ungkapnya.

Meski baru pertama kali menjabat sebagai kades, menurutnya adanya dana desa sangat besar dalam membantu pembangunan desa. Asalkan, dana desa dapat diperuntukkan memang untuk membangun desa sesuai aturan yang telah ditetapkan.

Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan usulan perpanjangan masa jabatan kades yang menjadi polemik bukan berasal dari pemerintah pusat, partai politik maupun Presiden Joko Widodo.

"Enggak ada keinginan dari pusat, baik kementerian maupun Presiden, parpol," ujar Gus Halim kepada Kompas.com, Rabu (25/1/2023).

Menurut Gus Halim, panggilan akrab Abdul Halim, usulan tersebut berasal dari bawah, baik dari masukan para kades maupun masyarakat.

Gus Halim mengungkapkan, semula kementeriannya berinisiatif untuk meninjau kembali UU Nomor 6 Tahun 2014. Sebab menurutnya aturan yang sudah berusia sembilan tahun itu butuh perbaikan.

"Karena desa kan perkembangannya sudah bagus. Tetapi juga masih banyak persoalan di desa. Maka revisi UU Desa dirasa diperlukan untuk pembangunan desa lebih baik," katanya.
Menurutnya, isu perpanjangan masa jabatan kades menjadi yang paling seksi dari sekian poin pembahasan. Sehingga isu tersebut kemudian mengemuka ke publik.

"Jadi ya biasalah yang paling seksi masa jabatan, sehingga akhirnya yang masuk ke publik ya masa jabatan ini," tutur kakak Ketua Umum PKB Muahimin Iskandar ini.

Dalam penjelasannya, Gus Halim juga menegaskan, usulan yang berkembang soal perpanjangan masa jabatan kades bukan selama sembilan tahun untuk tiga periode.
Melainkan, usulan memperpanjang masa jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Kemudian dari perpanjangan itu, para kades hanya boleh maju kembali untuk satu periode berikutnya. Sehingga dalam usulan masa jabatan kades selama dua periode adalah 18 tahun.

"Perlu masyarakat tahu bahwa usulan yang berkembang bukan sembilan kali tiga (periode). Tapi sembilan kali dua (periode)," kata Gus Halim.

"Mereka yang mewacanakan sembilan kali tiga itu sengaja agar untuk membenturkan masyarakat dan kades. Kita tidak ingin hal itu terjadi," tegasnya.

Baru Mau Tidur, Warga Ketuk Pintu

Sementara Kepala Desa Sumber Sari, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Masrohan, mengaku kaget setelah jadi kepala desa (kades). Ternyata, kata dia, menjadi pemimpin walaupun di tingkat desa merupakan pekerjaan yang cukup berat.

Pria yang baru merasakan menjabat kades menjelang hampir empat bulan ini mengungkapkan terkadang waktu istirahatnya tak bisa dinikmati karena ada warga yang harus ditolong dan dilayani.

"Saya setelah tiga bulan ini, mau empat bulan jadi kades, saya merasa memang berat, karena kita harus 24 jam siaga. Kadang kita baru mau tidur, ada warga kita minta tolong, minta pelayanan lah istilahnya, harus kita layani karena memang itu tugas kita," kata Masrohan, Sabtu (11/2).

Walaupun pekerjaan itu dirasa berat, kata dia, namun karena sudah diniatkan dari sebelum mencalonkan diri, sehingga harus dijalani dengan senang hati. Nantinya, ujar Masrohan, akan terbiasa dengan sendirinya.

Bila dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya, pria berstatus PNS mantan Kepala SD Negeri Bumi Makmur (1B) ini mengakui lebih merasa ringan beban pekerjaannya saat menjadi tenaga pendidik.

"Karena memang diniati dari pertama kali saya mau mencalonkan diri jadi kades ya walaupun pertama-tama agak berat tapi lama-lama enak juga, nikmati saja. Kalau dibandingkan saya jadi kepala sekolah sebelumnya sangat jauh. Kalau jadi kepala sekolah kan bekerja sampai siang, setelah itu paling kita ke ladang, kalau sekarang memang harus 24 jam standby," ujarnya.

Masrohan mengatakan, dirinya tertarik menjadi kades karena niatnya ingin membangun desa. Kemudian dia merasa prihatin dengan kondisi desanya yang dikelola oleh kepemimpinan sebelumnya. Namun demikian, dia tak ingin mengungkit-ungkit pemimpin lama.

"Masyarakat yang menilai, masyarakat kepingin perubahan sehingga alhamdulillah saya diberi amanah menjadi kades. Kalau saya tidak mau memuji diri sendiri, silakan nanti lihat saja sendiri apa yang saya kerjakan untuk desa saya," katanya.

Walaupun latar belakangnya tenaga pendidik, namun Masrohan yakin mampu memimpin desanya dengan dibantu dukungan masyarakat dengan jumlah penduduknya sebanyak 1.500-an jiwa ini.

"Saya tergerak calon karena melihat kondisi di desa saya, baik itu mengenai keadilan masyarakat, pemerataan pembangunan, serta pelayanan publiknya yang menurut saya perlu ada pembenahan," katanya.

Dia mengungkapkan, pendapatan pribadi menjadi seorang kades memang tak menggiurkan. Tetapi mengapa orang-orang berlomba-lomba ingin menjadi kades, menurut Masrohan, itu tergantung dari niat.

"Gaji pokok Rp 2,5 juta, tunjangan cuma 450 ribu. Memang tidak menggiurkan, tapi tergantung niat kita, mau menjalankan visi misi membangun desa, memikirkan masyarakat, atau ada niat lain," kata mantan kepala sekolah yang sudah malang-melintang di wilayah pelosok ini.

Masrohan mengakui, jumlah Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dikelola kades dan perangkatnya memang cukup fantastis. Tetapi bila dikelola dengan benar sesuai aturan, maka akan berdampak signifikan terhadap pembangunan di desa dan kesejahteraan masyarakat.

"Kalau kami dengan uang sebanyak itu, kami ada banyak program-program kerakyatan, kami juga menghidupkan BUMDes. Tahun ini kami gelontorkan untuk BUMDes saja 100 juta, kemudian yang lain ada untuk ketahanan pangan, program-program kerakyatan, untuk fisik kami akan membangun gedung kesenian," ujarnya.

Saat disinggung soal jabatan kades diusulkan menjadi 9 tahun, Masrohan mengatakan hal itu ada sisi positif dan negatifnya. Dia mengaku sebenarnya setuju, namun juga ada sisi tidak setujunya.

"Sebenarnya bagus 9 tahun, asalkan kadesnya pada saat menjabat itu bagus. Tapi susahnya kalau kadesnya itu tidak memikirkan visi misi membangun desa dan menyejahterakan masyarakat, maka lama juga rakyat sengsara menunggu 9 tahun. Tapi kalau kadesnya bagus kemudian ditunjang dengan masa jabatannya lama maka lebih baik lagi," katanya.

Masrohan menyadari bahwa untuk membangun desa memerlukan waktu yang tidak bisa sesaat. Selain itu, masa periode kades yang singkat dan terlalu sering Pilkades akan menimbulkan intensitas gesekan masyarakat antar pendukung.

"Pilkades itu gesekannya hebat. Gesekan sesama rakyat karena beda pilihan. Jadi ketika sudah mau rukun, eh mau Pilkades lagi, gesekan lagi. Maka kalau jabatan kades lama 9 tahun dapat mengurangi intensitas gesekan antar pendukung. Tapi kalau kadesnya buruk, sengsara rakyat juga lama, jadi ada positif dan negatif," ujarnya.

Generasi Milenial

Jabatan kades ternyata juga menarik minat generasi muda yang mengikuti kontestasi pemilihan Kepala Desa (Kades). Salah satu generasi milenial asal Kecamatan Pampangan berhasil menjadi Kepala Desa Sepang pada pemilihan serentak tahun 2020 lalu.

Kades Sepang Kecamatan Pampangan, Arian Gusti Pratama menyebut awal mula terjun mencalonkan diri menjadi kades lantaran dorongan dari masyarakat yang memintanya untuk menjadi pemimpin di desanya.

Saat pertama kali lulus kuliah dari UIN Raden Fatah kota Palembang jurusan FKIP pada tahun 2017 lalu dan sekitar tahun 2018 menjadi kaur di Desa Sepang.

"Tepat pada pilkades serentak tahun 2020, ketika masih berusia 27-28 tahun saya mengikuti kontestasi pemilihan kepala desa bersama 4 calon lainnya dan beruntung nama saya yang terpilih menjadi kades dengan mengantongi lebih dari 431 suara," ungkapnya.

Dilanjutkan, setelah 3 tahun menjadi kades ia merasa jika sangat ada perbedaan karena harus melayani sekitar 1.700 warga dengan latar belakang pendidikan dan usia yang berbeda-beda.

"Kalau perbedaan ya lumayan jauh dari sebelum menjadi kades. Setelah jadi kades harus lebih bisa mengayomi masyarakat tentunya dengan masing-masing pemikiran dan keinginan juga yang berbeda-beda," ujar pria berusia 31 tahun tersebut.

Melihat background dirinya yang masih muda, maka seluruh perangkat desa sekaligus sekdes juga rata-rata kaum millenial.

"Dengan tujuan membangun desa dan mengaktifkan kontribusi dari anak-anak muda, maka saya sengaja merekrut seluruh perangkat dari kalangan pemuda desa," jelasnya.

Dari masa kepemimpinan selama 3 tahun terakhir. Terdapat beberapa bantuan yang telah diterima warganya seperti mendapatkan 20 bantuan rumah layak huni (RLH), jalan penghubung dari dana aspirasi sebesar kurang lebih Rp 500.000 juta dan kegiatan kepemudaan seperti karang taruna yang mulai aktif kembali.

"Selain itu, kami juga memiliki objek wisata pantai krikil yang dikelola oleh masyarakat Desa Sepang. Dimana seluruh masyarakat dilibatkan untuk menjaga kantong-kantong tempat parkir dan berjualan disekitar objek wisata,"

"Jadi sebagian uang yang diperoleh sengaja digunakan untuk membangun jalan setapak yang terbuat dari coran semen,"

Di samping itu, salah satu Ketua Forum Kades OKI, Bambang Erawan mendukung adanya wacana perpanjangan jabatan hingga 9 tahun.

"Hanya saja, kalau nantinya benar masa jabatan jadi 9 tahun, sebaiknya Kades hanya boleh dua periode saja. Kalau tiga periode terlalu lama," jelasnya.

Diungkapnya, dengan aturan sekarang dimana masa jabatan Kades 6 tahun, begitu masuk 3 tahun terakhir, situasi pemilihan sudah mulai panas.

"Tapi kalau nantinya jabatan Kades 9 tahun, baru menghangatnya setelah jalan 6 tahun," imbuh dia.

Menurut Bambang, pihaknya mengikuti perkembangan perjuangan perpanjangan masa jabatan Kades ini di Jakarta.

"Dari Forum Kades Sumsel memang sempat mengajak kami ikut aksi damai ke Jakarta untuk mendukung revisi UU Desa ini," pungkasnya. (ard/cr14/ndo)

Baca berita lainnya langsung dari google news

Silakan gabung di Grup WA TribunSumsel

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved