Berita Viral

Alasan Faisal Tanjung Tak Terima Dimaafkan PGRI Lutra usai Abdul Muis-Rasnal Terima SK ASN

Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tak terima dimaafkan PGRI Luwu Utara usai Abdul Muis dan Rasnal menerima pengaktifkan

Penulis: Laily Fajrianty | Editor: Weni Wahyuny
facebook/Faisal Tanjung
LSM LAPORKAN GURU- Tangkap layar potret Faisal Tanjung (31), aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Luwu Utara, Sulsel. Faisal Tanjung tak terima dimaafkan PGRI Luwu Utara usai Abdul Muis dan Rasnal menerima pengaktifkan SK ASN. 

“Terima kasih ayahanda Presiden Prabowo. Terima kasih juga untuk saudaraku semua di PGRI yang telah berjuang bersama,” ujar Ismaruddin.

Kini Abdul Muis dan Rasnal akan kembali mengajar ke SMAN 1 Luwu Utara.

Penjelasan MA

Sementara, Ketua MA Sunarot mengatakan proses pidana terhadap dua guru tersebut telah berjalan mulai dari proses penyidikan oleh polisi, penuntutan oleh jaksa, sidang pengadilan,  hingga kasasi.

Setelah membaca kasus terkait dua guru tersebut, kata Sunarto, terbukti ada penarikan dana sekitar Rp 780 juta. 

Sunarto mengatakan itu setelah menghadiri acara Konferensi Asosiasi Dosen Hukum Acara Perdata (ADHAPER) 2025 & Upgrading Hukum Acara Perdata Tahun 2025 di Aula Gedung GRHA William Soeryadjaya Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta pada Rabu (19/11/2025). 

Dikatakan Sunarto, kedua guru tersebut menikmati uang sebesar Rp11 juta dari iuran komite.

"Terus, kalau saya baca kasusnya, ada Rp 11 juta yang dinikmatin oleh pelaku. Otomatis dihukum, setelah dihukum, selesai menjalani, itu proses hukum selesai," ujar Sunarto.

"Tapi Presiden punya hak prerogatif untuk memberikan rehabilitasi (memulihkan nama baik). Tidak ada tumpang tindihnya, Presiden punya hak," ungkap dia.

Ia pun menjelaskan kekuasaan negara dibagi tiga. 

Kekuasaan eksekutif dipegang Presiden, kekuasaan yudikatif dipegang Mahkamah Agung, dan kekuasaan legislatif dipegang  DPR. 

Undang-Undang Dasar, kata dia, memberi kewenangan kepada Presiden untuk memberikan rehabilitasi kepada terpidana.

Sehingga, apa yang dilakukan presiden melalui rehabilitasi dua guru tersebut bukanlah bentuk intervensi terhadap putusan pengadilan.

Kedua guru tersebut, kata dia, juga telah menjalani putusan pengadilan.

Kendati begitu, ia menegaskan putusan MA terbukti benar.

"Apakah salah? Ya, putusan pengadilan tetap harus dianggap benar. Sampai dengan adanya putusan lain yang menyatakan itu putusan salah. Jadi memang putusannya benar-benar terbukti kok," ucapnya.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved