Berita Nasional

Ahmad Dhani Peringatkan Fadli Zon Soal Tulis Ulang Sejarah Indonesia, Bukan Berdasarkan 'Katanya'

Musisi sekaligus anggota DPR RI, Ahmad Dhani semprot rencana Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon soal penulisan ulang sejarah Indonesia.

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
IG/dhaniperwakilanrakyat/KOMPAS.com/MELVINA TIONARDUS
PERINGATAN AHMAD DHANI- (KIRI) Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon diwawancarai usai diskusi publik Sastra Mendunia di Gedung Kementerian Kebudayaan, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/6/2025). (KANAN) Ahmad Dhani Melaksanakan Kunjungan Reses Perorangan pada Masa Persidangan I Tahun 2024-2025. Musisi sekaligus anggota DPR RI, Ahmad Dhani semprot rencana Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon soal penulisan ulang sejarah Indonesia. 

Legislator PDIP Desak Fadli Zon Hentikan Rencananya

Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Mercy Chriesty Barends, meminta secara tegas kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk menghentikan rencana penulisan ulang sejarah.

Menurutnya, jika diteruskan hal ini akan menimbulkan luka bagi banyak masyarakat Indonesia.

"Sejarah punya dialektika untuk berbicara bagi rakyat Indonesia. Kami percaya daripada diteruskan dan berpolemik, mendingan dihentikan (penulisan ulang sejarah). Kalau Bapak mau teruskan, ada banyak yang terluka di sini,” kata Mercy yang juga merupakan Wakil Rakyat Dapil Maluku dalam Rapat Kerja bersama Kementerian Kebudayaan, Selasa (2/7/2025), dilansir dari Tribunnews.com.

FADLI ZON - Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025). Fadli Zon didesak menyampaikan permintaan maaf oleh Koalisi Masyarakat Sipil imbas pernyataannya yang mempertanyakan adanya pemerkosaan massal Mei 98.
FADLI ZON - Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025). Fadli Zon didesak menyampaikan permintaan maaf oleh Koalisi Masyarakat Sipil imbas pernyataannya yang mempertanyakan adanya pemerkosaan massal Mei 98. (Tribunnews.com/ Fersianus Waku)

Lebih lanjut, dalam kesempatan itu, Mercy pun membawa dokumen resmi mengenai kasus perkosaan 1998.

Hal ini merujuk pada pernyataan Fadli Zon yang mempertanyakan kejadian perkosaan massal pada Mei 1998.

"Saya datang dengan tiga dokumen resmi yaitu hasil temuan TGPF, kemudian dokumen hasil temuan dari special rapporteur PBB, dan dokumen membuka kembali 10 tahun pascakonflik yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan,” tutur Mercy.

Secara lantang, dia menyampaikan bahwa dirinya terluka dengan pernyataan Fadli Zon mengenai isu perkosaan Mei 1998 yang menolak diksi Terstruktur, Sistematis dan Massive (TSM) dan massal.

Mercy menegaskan, pernyataan tersebut agak di luar nalar dan tidak sensitif terhadap korban dan keluarga korban, tidak sensitif gender dan keberpihakan terhadap penegakan HAM.

Dari dokumen yang ada nyata kekerasan seksual hanya ditargetkan kepada perempuan-perempuan dari unsur etnis tertentu.

Lebih lanjut kata Mercy, terhadap diksi TSM dan massal terbantahkan karena telah ada pengakuan negara yang disampaikan Presiden Habibi saat itu yang mengutuk keras peristiwa kerusuhan 98 saat itu dan menyatakan bahwa peristiwa kerusuhan 98 adalah pelanggaran HAM berat, termasuk di dalam perkosaan yang jumlahnya massive.

 Dilanjutkan dengan membentuk Komnas Perempuan melalui Keputusan Presiden no 181/1998 dan Instruksi Presiden untuk membentuk TPGF terkait Kerusuhan Mei 98.

Baca juga: Alasan Ahmad Dhani Buat Konten "Kompilasi Gibah dan Fitnah Maia Estianty", Geram 2 Anak Kena Dampak

Mercy berpendapat, bersifat TSM karena karakter kekerasan seksual yang terjadi tidak sporadik menyerang siapa saja tetapi sistematis dan terstruktur ditargetkan hanya pada satu etnis tertentu.

Diksi masal menjadi relatif bukankah dengan lebih dari 152 kasus memberi gambaran nyata bersifat massif?

"Satu kasus bagi kami aktivis perempuan sudah terlalu banyak untuk kategori kekerasan bersifat pelanggaran HAM berat.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved