Berita OKU Timur

Menjelang Idul Adha 1446 H, Peternak Sapi di OKU Timur Keluhkan Sepi Pembeli

Sepinya permintaan membuat roda ekonomi di sektor peternakan lokal tersendat, menyisakan kekhawatiran dan harapan yang semakin menipis.

TRIBUNSUMSEL.COM/CHOIRUL ROHMAN
PETERNAK SAPI -- Agus Nugroho, penjual hewan kurban asal Desa Veteran Jaya, Kecamatan Martapura, Kabupaten OKU Timur, memeriksa kondisi sapi di kandangnya, Sabtu (31/05/2025). Menjelang Idul Adha, ia mengaku penjualan hewan kurban tahun ini merosot tajam hingga 60 persen dibanding tahun lalu. 

TRIBUNSUMSEL, MARTAPURA - Menjelang Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriah, para peternak dan penjual hewan kurban di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, tengah menghadapi masa-masa sulit.

Sepinya permintaan membuat roda ekonomi di sektor peternakan lokal tersendat, menyisakan kekhawatiran dan harapan yang semakin menipis.

Eko Darwanto, peternak sapi asal Desa Keromongan, Kecamatan Martapura, hanya bisa memandangi puluhan sapi di kandangnya yang belum juga laku terjual.

Dari 30 ekor sapi jenis limosin, simental, dan brahman yang ia rawat, baru sedikit yang diminati pembeli.

"Kalau tahun kemarin saya bisa jual sampai 45 sampai 50 ekor, bahkan sempat kirim ke Jawa. Sekarang? Masih sepi banget, hanya untuk lokal daerah saja," ujar Eko saat dibincangi Sabtu (31/05/2025).

Menurut Eko, situasi tahun ini terasa jauh lebih berat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Ia merasa seperti berjalan sendiri di tengah ketidakpastian pasar.

"Jujur saja, kami peternak kecil ini benar-benar terpukul. Modal perawatan sapi itu tidak kecil, dari pakan, vitamin, hingga tenaga kerja. Setiap hari kami tetap harus keluarkan biaya, tapi penjualan malah seret. Dulu, sebulan sebelum Idul Adha kandang sudah mulai kosong. Sekarang, sudah tinggal hitungan hari malah belum separuh yang laku,” ungkapnya.

Baca juga: Harga Sembako Naik Jelang Idul Adha, Pedagang di Pasar Lemabang Palembang Keluhkan Minat Beli Turun

Dengan nada lelah, Eko bercerita bahwa peternakan bukan sekadar bisnis baginya, tapi juga warisan keluarga dan sumber penghidupan utama.

“Saya ini sudah dari muda urus sapi. Ini bukan cuma pekerjaan, tapi hidup saya di sini. Kalau sekarang kondisinya terus begini, kami bingung mau bagaimana. Menjual sapi sekarang bukan cuma soal keuntungan, tapi soal bertahan hidup. Kalau sapi nggak laku, bukan cuma rugi, tapi bisa habis-habisan,” katanya.

Ia juga menyoroti perubahan perilaku konsumen yang kini lebih banyak memilih membeli hewan dari petani langsung atau bahkan memelihara sendiri.

“Mungkin karena banyak yang merasa lebih hemat kalau beli langsung dari petani kecil. Atau ada juga yang sudah pelihara dari jauh-jauh hari. Tapi bagi kami yang skala usahanya menengah, ini sangat berat. Harga pakan naik, ongkos naik, tapi harga jual harus bersaing dengan petani kecil yang ongkos produksinya minim,” jelas Eko.

Para pelaku usaha hewan kurban di OKU Timur menduga adanya perubahan pola konsumsi masyarakat.

Selain faktor harga, tren berkurban mungkin mulai bergeser, dengan banyak warga memilih membeli langsung dari petani sekitar atau bahkan menabung untuk kurban tahun-tahun mendatang.

“Kalau kondisi ini terus-menerus seperti sekarang, kami khawatir bisa bangkrut. Banyak peternak kecil yang sudah mulai berpikir untuk berhenti usaha,” ungkap Agus Nugroho, penjual hewan kurban dari Desa Veteran Jaya, Martapura.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved