Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak
Protes ke Prabowo, Soimah Minta Pejabat Pertamina Korupsi Rugikan Negara Rp193,7 T Dihukum Gantung
Sebagai artis dan Warga Negara Indonesia, Soimah juga merasa dirugikan usai petinggi Pertamina melakukan korupsi hingga merugikan negara Rp193.7 T
Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Moch Krisna
TRIBUNSUMSEL.COM - Kasus petinggi Pertamina melakukan korupsi hingga merugikan negara hingga Rp193,7 Triliun memantik kemarahan publik.
Salah satunya dari publik figur tanah air, Soimah yang sangat murka dan melayangkan protes kepada Presiden Prabowo Subianto agar para koruptor dihukum gantung atau ditembak mati.
Diketahui, Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, bernama 8 petinggi lainnya menjadi tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang tahun 2018 sampai 2023.
Baca juga: Mahfud MD Soroti Keberanian Kejagung Bongkar Dugaan Korupsi Pertamina, Menduga Atas Izin Prabowo

Korupsi Pertamax 'oplosan' ini disebut-sebut paling melukai rakyat.
Sebagai artis dan Warga Negara Indonesia, Soimah juga merasa dirugikan.
"Pak Prabowo, ini kalau (pelaku korupsi) enggak digantung awas ya pak, gantung pokoknya. 100 T loh. Digantung harusnya. Kita beli mobil beli motor nyicil, cicilan belum lunas, mesinnya rusak," ujar Soimah, dilansir dari video kanal INNA HAJI, Rabu (26/2/2025).
Soimah tampak geregetan mengaku siap menghukum langsung para koruptor.
Ia tampak mengkritik tajam soal bensin oplosan yang meresahkan masyarakat.
"Anda bisa atasi tidak, pak Prabowo? Serahkan ke saya, saya gantung satu-satu. Geregetan aku ya, hilang kesabaranku. Bawaannya pengin bawa pistol." katanya.
Aku pengen rasanya lari ke rumah Pak Prabowo, ketok-ketok. Pak ini gimana pak. Ini merugikan banyak orang." ujarnya.
Baca juga: Harta Kekayaan Edward Corne, Tersangka Baru Kasus Dugaan Korupsi Pertalite Dioplos jadi Pertamax
Soimah tak menyangka jika para petinggi Pertamina tersebut sampai tak ketahuan korupsi merugikan negara mencapai Rp100 triliunan.
"Gregetan, bisa 100 T itu loh. Kira-kira susah, tembak dor dor dor aja. Merugikan orang kok terus-terusan, mengharap jadi apa? Kok dari segala macam penjuru, diuprek-uprek, kasus Pertamina aja 100 T, yang belum ketahuan?" sambungnya.
"Kalau Pak Prabowo gak bisa selesaikan, serahkan ke aku," katanya lagi.
Seperti diketahui, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar menyebut kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun dari kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina Patra Niaga hanya hitungan untuk tahun 2023 saja.
Harli menyebut tempus delicti atau rentang waktu terjadinya tindak pidana korupsi (tipikor) untuk tahun 2018-2023 belum dihitung.
Bahkan, sambung Harli, kerugian negara untuk tahun 2023 baru hitungan sementara.
Dia menjelaskan hitungan kerugian negara tersebut meliputi beberapa komponen seperti rugi impor minyak, rugi impor BBM lewat broker, dan rugi akibat pemberian subsidi.
"Jadi kalau apa yang kita hitung dan kita sampaikan kemarin (Senin) itu sebesar Rp193,7 triliun, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli. Terhadap lima komponen itu baru di tahun 2023," katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025).
Harli mengungkapkan, jika dihitung secara kasar dengan perkiraan bahwa kerugian negara setiap tahun sebesar Rp193,7 triliun, maka total kerugian selama 2018-2023 mencapai Rp968,5 triliun.
"Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu (Rp193,7 triliun) setiap tahun, bisa kita bayangkan sebesar kerugian negara," katanya.
Harli menyebut pihaknya saat ini juga tengah berfokus untuk menghitung kerugian negara dari tahun 2018-2023 terkait kasus mega korupsi ini.
Dia mengatakan penyidik Kejagung turut menggandeng ahli untuk melakukan perhitungan kerugian negara.
"Kita ikuti perkembangnya nanti," ujarnya singkat.
Terungkap Dari Keluhan Masyarakat
Harli menjelaskan temuan kasus dugaan mega korupsi ini berawal dari keluhan masyarakat di beberapa daerah terkait kandungan dari bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dianggap jelek.
Setelah adanya temuan tersebut, Harli mengungkapkan pihaknya langsung melakukan kajian mendalam.
"Kalau ingat beberapa peristiwa di Papua dan Palembang terkait dugaan kandungan minyak yang jelek. Ini kan pernah mendapatkan respons luas dari masyarakat kenapa kandungan Pertamax yang begitu jelek," jelasnya.
Selain itu, adapula temuan bahwa pemerintah menganggarkan subsidi terkait BBM yang dirasa janggal yang ternyata akibat kelakuan para tersangka.
"Sampai pada akhirnya, ada liniernya atau keterkaitan antara hasil-hasil yang ditemukan di lapangan dengan kajian-kajian yang tadi terkait misalnya mengapa harga BBM harus naik dan ternyata ada beban negara yang seharusnya tidak perlu."
"Tapi, karena ada sindikasi oleh para tersangka ini, jadi negara harus mengemban beban kompensasi yang begitu besar," jelas Harli.
9 Tersangka Ditetapkan
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh beserta dua petinggi lainnya menjadi tersangka baru dari kasus mega korupsi tersebut.
1. Riva Siahaan (RS), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Mengondisikan dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.
Bersama SDS dan AP, RS memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.
RS mengubah Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah di-blend di Storage/Depo untuk menjadi Pertamax (Ron 92) dalam pengadaan produk kilang.
Baca juga: Mahfud MD Soroti Keberanian Kejagung Bongkar Dugaan Korupsi Pertamina, Menduga Atas Izin Prabowo
2. Sani Dinar Saifuddin (SDS),
Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock And Product Optimization PT Pertamina International bersama AP dan RS, SDS memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.
Bersama RS dan AP mengondisikan dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.
3. Agus Purwono (AP),
Vice President (VP) Feedstock Management PT Kilang Pertamina International ini ersama RS dan SDS, AP memenangi DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.
Bersama RS dan SDS mengondisikan dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.
4. Yoki Firnandi (YF),
Direktur Utama PT Pertamina International Shipping ini melakukan mark up kontrak pengiriman saat pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang.
5. Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR)
Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, MKAR mendapatkan keuntungan transaksi dari mark up kontrak pengiriman yang dilakukan YF.
Sebab, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen.
Storage PT Orbit Terminal Merak milik MKAR menjadi tempat blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.
6. Dimas Werhaspati (DW)
Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim ini bersama GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.
DW juga mendapatkan keuntungan transaksi dari mark up kontrak pengiriman yang dilakukan YF. Sebab, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen.
7. Gading Ramadhan Joedo (GRJ)
Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak bersama DW melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.
Terlibat bersama MKAR terkait blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.
8. Maya Kusmaya (MK)
Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga bersama EC melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan RS.
MK memerintahkan sekaligus memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.
Bersama EC melakukan pembayaran impor produk kilang dengan metode penunjukan langsung (spot) yang seharusnya dengan metode pemilihan langsung (term). Metode pembayaran ini membuat PT Pertamina Niaga membayar dengan harga tinggi ke mitra usaha.
Mengetahui dan menyetujui adanya mark up dalam kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF yang membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee 13–15 persen secara melawan hukum.
9. Edward Corne (EC)
VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga, bersama MK melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan RS.
Menerima perintah MK melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.
Bersama MK melakukan pembayaran impor produk kilang dengan metode penunjukan langsung (spot) yang seharusnya dengan metode pemilihan langsung (term). Metode pembayaran ini membuat PT Pertamina Niaga membayar dengan harga tinggi ke mitra usaha.
Mengetahui dan menyetujui adanya mark up dalam kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF yang membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee 13–15 persen secara melawan hukum.
(*)
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com
Soimah
Prabowo Subianto
Kasus Korupsi Pertamina
Kasus korupsi tata kelola minyak mentah
PT Pertamina Patra Niaga
Sosok "Raja Minyak" Riza Chalid Tersangka Baru Kasus Korupsi Pertamina, Anaknya Lebih Dulu Tersangka |
![]() |
---|
Jaksa Agung Buka Suara Soal Ada Tudingan Terungkapnya Korupsi Pertamina untuk 'Ganti Pemain' |
![]() |
---|
Jabat Dirut Sejak 2018-2024, Nicke Widyawati Berpotensi Diperiksa dalam Kasus Korupsi Pertamina |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Nicke Widyawati Eks Dirut Pertamina Berpeluang Dipanggil Kejagung, Tembus Rp118 M |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Alfian Nasution yang Disinggung Ahok usai Diperiksa Kejagung |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.