Kasus Vina Cirebon

Ini Alasan Mahkamah Agung Tolak PK 7 Terpidana Kasus Vina Cirebon, Singgung Soal Bukti Diajukan

Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya Muhamma

Editor: Moch Krisna
TRIBUNJABAR.ID/EKI YULIANTO
Suasana di salah satu hotel di Jalan Wahidin, Kota Cirebon, pada Senin (16/12/2024), mendadak penuh isak tangis dan ekspresi kecewa setelah PK terpidana kasus Vina Cirebon ditolak Mahkamah Agung. 

“Kami menyayangkan press rilis yang dijadwalkan pukul 12.30 WIB, tapi baru berlangsung pukul 13.00."

"Anehnya, media-media massa ini sudah mengetahui keputusan sejak dua hingga tiga jam sebelumnya. Ini tentu konyol ya."

"Ada undangan resmi untuk menyampaikan putusan, tapi hasilnya sudah bocor duluan ke media,” ucapnya.

Dalam momen tersebut, Jutek juga menggelar acara nonton bareng bersama keluarga para terpidana untuk menyaksikan konferensi pers MA secara langsung.

Meski kecewa dengan hasil putusan dan beberapa kejanggalan, ia menyatakan menyerahkan penilaian sepenuhnya kepada masyarakat.

“Tentu ini konyol, tapi enggak apa-apa, biar masyarakat yang menilai,” jelas dia.

Diketahui, pengajuan PK ini dilakukan oleh tujuh terpidana yang sebelumnya divonis hukuman penjara seumur hidup.

Mereka adalah Eko Ramadhani, Rivaldi Aditya, Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman dan Supriyanto. 

Dalam permohonan mereka, terpidana berusaha membongkar dugaan rekayasa kasus yang selama ini membayangi perkara pembunuhan Vina dan Eki pada 2016 silam.

Namun, langkah itu kandas.

Majelis hakim untuk perkara PK nomor 198 PK/PID/2024 yang melibatkan Eko dan Rivaldi, serta perkara PK nomor 199 PK/PID/2024 yang mencakup lima terpidana lainnya, tetap meneguhkan putusan sebelumnya.

Tak ada celah untuk kebebasan, tak ada titik terang untuk keadilan. Kasus pembunuhan Vina dan Eki telah lama menjadi perhatian publik.

Sejak 2016, delapan orang diadili atas tuduhan pembunuhan ini.

Tujuh di antaranya divonis penjara seumur hidup, sementara Saka Tatal, yang sebelumnya dihukum delapan tahun penjara, kini telah bebas.

Meski demikian, tudingan adanya rekayasa dan penyalahgunaan wewenang terus menghantui proses hukum yang sudah berlangsung selama delapan tahun terakhir.

Kasus ini terus menjadi perhatian publik, mengingat para terpidana telah menjalani hukuman seumur hidup di Lapas Kesambi, Cirebon, sejak mereka divonis bersalah.

(*)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved