Berita Nasional

Duduk Perkara Jusuf Kalla Laporkan Agung Laksono ke Polisi Terkait Kursi Ketum PMI 2024-2029

Dalam sebuah keterangan video, JK menyatakan bahwa Agung Laksono melakukan hal tersebut secara ilegal, dan menyebut ini sebagai “kebiasaan beliau”. 

Editor: Weni Wahyuny
KOMPAS.com/ARDITO RAMADHAN; KOMPAS/PRIYOMBODO
Politikus senior Partai Golkar Agung Laksono (kiri) dan Jusuf Kalla (kanan). Jusuf Kalla melaporkan Agung Laksono ke polisi terkait kisruh kursi Ketum PMI 

Sebab, dia mengatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk membuat laporan. 

Menurut Agung, masalah ini tidak berkaitan dengan tindak pidana atau masalah kriminal, melainkan hanya persoalan organisasi semata. 

"Iya, itu boleh-boleh aja. Iya kan semua orang boleh, lapor-lapor itu kan boleh aja," kata Agung Laksono saat dihubungi, Senin. 

Agung juga menegaskan bahwa tujuan dari perbedaan tersebut bukan untuk merusak PMI, melainkan untuk memperbaiki organisasi tersebut. 

"Iya enggak masalah, soalnya kita untuk memperbaiki kok, bukannya untuk merusak,” ujarnya. 

Mengapa Ada Munas Tandingan dari Kubu Agung Laksono

Sebelum laporan polisi dilakukan, terdapat ketegangan yang memunculkan Munas tandingan dari kubu Agung Laksono

Kubu Agung Laksono mengeklaim telah mendapatkan 254 dukungan suara untuk menggelar Munas ke-22 PMI. 

Adapun munas yang digelar kubu Agung Laksono menetapkan politikus senior Partai Golkar itu sebagai Ketua Umum (Ketum) PMI 2024-2029. 

Sementara itu, ada juga Munas PMI versi kubu Jusuf Kalla yang memenangkan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI secara aklamasi sebagai Ketum PMI 2024-2029. 

"Jadi Mas Agung dengan timnya itu kemudian, mencari dukungan dan kita akhirnya terakhir mendapatkan 254 dukungan. Berarti kan melebihi 20 persen," ujar Sekretaris Jenderal PMI versi kubu Agung Laksono, Ulla Nurchrawaty saat dihubungi, Senin. 

Namun, Ulla mengatakan, awalnya Munas ke-22 PMI hanya melibatkan satu kubu yang pada akhirnya memunculkan kejanggalan dalam proses tersebut. 

"Awalnya itu munas satu dan kami tidak pernah memikirkan apalagi merencanakan adanya munas tandingan," jelas Ulla. 

Hanya saja, menurut dia, ada beberapa kejanggalan. 

Salah satunya adalah pembatasan pembahasan pasal dalam AD/ART yang mengatur masa jabatan Ketua Umum, yang dianggap penting untuk mengatur masa depan kepemimpinan PMI. 

Halaman
123
Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved