Mal PS Bukan Milik Pemprov Sumsel

LIPSUS : Mal PS Bukan Milik Pemprov Sumsel, Tak Masuk Objek BOT, Dilepas 4 Bulan Setelah MoU -1

Mal Palembang Square tidak masuk dalam perjanjian Build Operate Transfer(BOT) lahan milik Pemprov Sumsel dengan investor. 

Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com/ Syahrul Hidayat
Suasana sore di komplek bisnis Hotel Aryaduta, Mal Palembang Square, dan parkiran di kawasan Jl Angkatan 45 Palembang, Jumat (13/9/2024). 

Menurutnya, nantinya setelah berakhirnya jangka waktu pengelolaan maka bangunan tersebut akan menjadi milik Pemprov Sumsel. Namun bisa mengajukan usulan untuk memperpanjang jangka waktu pengelolaan dengan syarat dan ketentuan yang akan ditetapkan/disepakati oleh kedua belah pihak.

"Pada prinsipnya habis masa BOT kembali ke Pemprov dulu, lalu apakah Pemprov akan mengelola sendiri atau tidak dilihat ke depannya. Namun biasanya ada beauty kontes lelang," katanya.

Manajemen PS Mall belum bersedia memberikan keterangan terkait perubahan BOT tersebut. Begitu juga manajemen Hotel Aryaduta soal perpanjangan pengelolaan setelah nanti BOT berakhir.

Ketua fraksi Demokrat sekaligus anggota Komisi III DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) MF Ridho mengatakan, pelaksanaan BOT PS Mall awalnya dilaksanakan pada 2002 termasuk Hotel Aryaduta (dulu HOtel Aston), pastinya ada dokumen perjanjian jika terjadi pelepasan aset. 

"Kalau menurut sepengetahuan saya awal BOT di bawah periodesasi saya, di bawah 2009, nah jika infonya benar dari luas eks Taman Budaya jadi hotel dan PS Mall ada pelepasan, tentunya pada masa itu ada dokumen dan ada peraturan perundang-undangan terkait pelepasan aset pemprov itu ke pihak swasta jika benar terjadi," kata Ridho.

Menurut Ridho, meski tidak mengetahui secara detil, jika proses itu dilakukan sesuai aturan proses administrasi pelepasan dokumen di pemprov, pastinya harus sesuai peraturan perundang-undangan. 

Dia berharap ke depan aset-aset Pemprov lainnya tidak lepas begitu saja. "Mudah-mudahan selain ada di BOT tahun 2002 dan beberapa tahun kemudian, saya tahu sampai saat ini masih utuh terjaga dan tidak ada pengurangan aset," katanya. 

Mantan ketua Komisi IV DPRD Sumsel ini menerangkan, BOT itu dilakukan selama ini pertimbangannya untuk memanfaatkan lahan tidur aset pemprov agar menjadi pemasukan bagi pendapatan daerah, mengingat APBD Sumsel tidak kuat untuk membangun Sumsel secara keseluruhan.

"Setiap tahun BOT berjalan ada kontribusi terhadap PAD ke kas daerah, mungkin masuk kekayaan negara yang dipisahkan," paparnya. 

Ia selaku anggota DPRD Sumsel berharap, BOT dengan jangka waktu panjang 25-30 tahun itu mestinya Pemprov Sumsel ada tahap per lima tahun melakukan negoisasi atau revisi, sehingga PAD untuk Sumsel terus meningkat.

"Jadi jangan sampai terkesan BOT itu bayar sewa lahan saja perusahaan, walaupun mereka berinvestasi sudah berjalan dengan usaha bisnisnya." 
"Ada beberapa BOT menurut hemat saya kurang pas jumlahnya. Kalau pengusaha itu di Palembang berterima kasih memakai lahan pemprov, dan pemprov butuh biaya membangun Sumsel. Jadi bersama OPD terkait pengusaha yang memberikan PAD duduk bersama, " jelasnya. 

Ia mencontohkan, seperti lahan parkir apakah sudah pantas yang diberikan ke pemprov selama ini, termasuk bangunan yang ada di BOT itu harus dievakuasi jangan sampai 25 tahun berakhirnya masa BOT, pengusaha menelantarkan ke pemprov sehingga asetnya menurun. 

"Jadi ada kewajiban lima tahun renovasi, bagian yang perlu renovasi sehingga sampai kapan pun menjadi pergulatan ekonomi yang punya nilai bagus. Kita takut satu saat karena mau dilepas tidak diurus. Jadi pastinya terbantu karena lahan tidur untuk PAD dari BOT, tapi jangan sampai nilai PAD tidak sesuai, kompensasi diberikan waktu 25 tahun cukup lama pasti sesuai, " pungkasnya. (Linda Trisnawati/ Arief Basuki Rohekan)

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved