Mal PS Bukan Milik Pemprov Sumsel
LIPSUS : Mal PS Bukan Milik Pemprov Sumsel, Tak Masuk Objek BOT, Dilepas 4 Bulan Setelah MoU -1
Mal Palembang Square tidak masuk dalam perjanjian Build Operate Transfer(BOT) lahan milik Pemprov Sumsel dengan investor.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Mal Palembang Square tidak masuk dalam perjanjian Build Operate Transfer(BOT) lahan milik Pemprov Sumsel dengan investor.
Informasi dihimpun Tribun Sumsel, pada Agustus 2002, Pemprov Sumsel dan PT Bayu Jaya Lestari Sukses (PT BJLS) mengadakan perjanjian pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD) berupa BOT tanah seluas 56.217 meter persegi yang terletak di Jalan Angkatan 45 Palembang.
Pihak pertama Rosihan Arsyad pada masa itu sebagai Gubernur Sumsel dan Pihak Kedua yaitu Sengman Tjahja sebagai Direktur Utama PT BJLS.
Pada masa itu yang di BOT kan Gedung Pusat Perbelanjaan, hotel, bangunan perkantoran dan fasilitas perparkiran yang dibangun dan dikelola oleh PT BJLS.
BOT awalnya selama 25 tahun, lalu diubah selama 30 tahun pada 24 Desember 2002 karena adanya pelepasan hak tanah seluas 24.253 meter persegi yang semula dikerjasamakan melalui ganti rugi dan ruislag oleh PT BJLS, sehingga yang di BOT kan tinggal hotel dan fasilitas parkir.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sumsel Yossi Hervandi melalui Kabid Pengelolaan Barang Milik Daerah BPKAD Provinsi Sumsel Lamuda Marbun membenarkan Pemprov Sumsel mulai melakukan BOT pada 2002.
"Pada 2002 pertama kali yang dilakukan BOT yaitu Hotel Aryaduta Palembang (dulu Hotel Aston) dan fasilitas parkiran. Yang awalnya 25 tahun, menjadi 30 tahun artinya berakhir 2032 mendatang," kata Lamuda Marbun saat diwawancarai Tribun Sumsel di Kantor BPKAD Sumsel.
Menurutnya, pada awalnya aset memiliki Pemprov Sumsel seluas 56.217 meter persegi, kemudian berkurang menjadi 30 ribuan meter persegi karena ada yang dilepas 20 ribuan persegi.
Namun karena itu terjadi pada waktu yang lalu, maka secara detail pihaknya saat ini tidak mengetahui pasti, termasuk berapa ganti rugi atau dibarter dengan membuat bangunan apa.
"Yang kita tahu PS Mall bukan BOT dan sudah milik orang lain. Memang pada 2002 masih milik Pemprov Sumsel, tapi karena sesuatu dan lain yang kami juga tidak tahu karena pada saat itu belum menjabat. Namun mungkin pada saat itu ada hal penting, maka dilepaskan sebagian," ungkapnya.
Menurut Lamuda Marbun, dulu pembangunan infrastruktur belum begitu berkembang maka gubernur pada masa itu melihat perlu melakukan peningkatan infrastruktur, sehingga dicari investor yang mau membangun.
Untuk itulah yang pertama BOT Hotel Aryaduta yang diperuntukkan untuk SEA Games dan memang pada waktu itu dipakai untuk SEA Games.
"Dulu perjanjiannya di tahun ke 18 baru berkontribusi untuk PAD Sumsel, jadi di tahun 2020 mulai masuk per tahun Rp 1,1 miliar dan setiap tahun ada peningkatan. Di luar parkir. Kalau parkir bagi hasilnya 40 persen. Selama ini pembayarannya lancar," ungkapnya.
Baca juga: LIPSUS : Seteru Kader di Markas Banteng, Bikin Anies dan Ono Gagal Melenggang ke Pilkada 2024 -1
Baca juga: LIPSUS : Pemilih Pemula Penentu, Analisa Pilgub Sumsel 2024, 3 Paslon Berebut Palembang -1
Lalu setelah itu pada 2011 mulai melakukan BOT aset yang lainnya seperti di Siloam dan Underground PSx, Sekolah Harapan, Palembang Icon, dan Lippo Plaza Jakabaring. Jadi total ada lima aset Pemprov Sumsel yang di BOT kan selama 30 tahun.
"Dari lima yang di BOT kan empat yang berkontribusi, satunya Lippo Plaza Jakabaring belum berkontribusi karena terimbas Covid-19. Untuk keempat aset yang di BOT kan tersebut Aryaduta kontribusinya Rp 1,1 miliar, Siloam dan Underground PSx Rp 1 miliar, Palembang Icon Rp 300 juta dan Sekolah Harapan Rp 330 juta, yang setiap tahun ada kenaikan berdasarkan perjanjian," kata Lamuda Marbun.
Menurutnya, nantinya setelah berakhirnya jangka waktu pengelolaan maka bangunan tersebut akan menjadi milik Pemprov Sumsel. Namun bisa mengajukan usulan untuk memperpanjang jangka waktu pengelolaan dengan syarat dan ketentuan yang akan ditetapkan/disepakati oleh kedua belah pihak.
"Pada prinsipnya habis masa BOT kembali ke Pemprov dulu, lalu apakah Pemprov akan mengelola sendiri atau tidak dilihat ke depannya. Namun biasanya ada beauty kontes lelang," katanya.
Manajemen PS Mall belum bersedia memberikan keterangan terkait perubahan BOT tersebut. Begitu juga manajemen Hotel Aryaduta soal perpanjangan pengelolaan setelah nanti BOT berakhir.
Ketua fraksi Demokrat sekaligus anggota Komisi III DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) MF Ridho mengatakan, pelaksanaan BOT PS Mall awalnya dilaksanakan pada 2002 termasuk Hotel Aryaduta (dulu HOtel Aston), pastinya ada dokumen perjanjian jika terjadi pelepasan aset.
"Kalau menurut sepengetahuan saya awal BOT di bawah periodesasi saya, di bawah 2009, nah jika infonya benar dari luas eks Taman Budaya jadi hotel dan PS Mall ada pelepasan, tentunya pada masa itu ada dokumen dan ada peraturan perundang-undangan terkait pelepasan aset pemprov itu ke pihak swasta jika benar terjadi," kata Ridho.
Menurut Ridho, meski tidak mengetahui secara detil, jika proses itu dilakukan sesuai aturan proses administrasi pelepasan dokumen di pemprov, pastinya harus sesuai peraturan perundang-undangan.
Dia berharap ke depan aset-aset Pemprov lainnya tidak lepas begitu saja. "Mudah-mudahan selain ada di BOT tahun 2002 dan beberapa tahun kemudian, saya tahu sampai saat ini masih utuh terjaga dan tidak ada pengurangan aset," katanya.
Mantan ketua Komisi IV DPRD Sumsel ini menerangkan, BOT itu dilakukan selama ini pertimbangannya untuk memanfaatkan lahan tidur aset pemprov agar menjadi pemasukan bagi pendapatan daerah, mengingat APBD Sumsel tidak kuat untuk membangun Sumsel secara keseluruhan.
"Setiap tahun BOT berjalan ada kontribusi terhadap PAD ke kas daerah, mungkin masuk kekayaan negara yang dipisahkan," paparnya.
Ia selaku anggota DPRD Sumsel berharap, BOT dengan jangka waktu panjang 25-30 tahun itu mestinya Pemprov Sumsel ada tahap per lima tahun melakukan negoisasi atau revisi, sehingga PAD untuk Sumsel terus meningkat.
"Jadi jangan sampai terkesan BOT itu bayar sewa lahan saja perusahaan, walaupun mereka berinvestasi sudah berjalan dengan usaha bisnisnya."
"Ada beberapa BOT menurut hemat saya kurang pas jumlahnya. Kalau pengusaha itu di Palembang berterima kasih memakai lahan pemprov, dan pemprov butuh biaya membangun Sumsel. Jadi bersama OPD terkait pengusaha yang memberikan PAD duduk bersama, " jelasnya.
Ia mencontohkan, seperti lahan parkir apakah sudah pantas yang diberikan ke pemprov selama ini, termasuk bangunan yang ada di BOT itu harus dievakuasi jangan sampai 25 tahun berakhirnya masa BOT, pengusaha menelantarkan ke pemprov sehingga asetnya menurun.
"Jadi ada kewajiban lima tahun renovasi, bagian yang perlu renovasi sehingga sampai kapan pun menjadi pergulatan ekonomi yang punya nilai bagus. Kita takut satu saat karena mau dilepas tidak diurus. Jadi pastinya terbantu karena lahan tidur untuk PAD dari BOT, tapi jangan sampai nilai PAD tidak sesuai, kompensasi diberikan waktu 25 tahun cukup lama pasti sesuai, " pungkasnya. (Linda Trisnawati/ Arief Basuki Rohekan)
Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News
Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.