Berita Musi Rawas

Deretan Konflik Antara Gajah Liar dan Warga di Musi Rawas, Tercatat Sudah Ada 4 Warga yang Tewas

Kawanan yang jumlahnya lebih dari 30 ekor gajah liar tersebut kembali merupakan kebun warga dan bahkan mendekati pemukiman warga.

Penulis: Eko Mustiawan | Editor: Slamet Teguh
Sekdes Tri Anggun Jaya
Salah satu pondok warga di Desa Tri Anggun Jaya Kecamatan Muara Lakitan, Musi Rawas yang hancur akibat serangan kawanan gajah liar. 

TRIBUNSUMSEL.COM, MUSI RAWAS - Masyarakat di Desa Tri Anggun Jaya Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas dipaksa hidup berdampingan dengan kawanan gajah liar, yang sewaktu-waktu bisa mengancam keselamatannya.

Meski sudah beberapa tahun, konflik antara gajah liar dengan masyarakat terjadi di wilayah tersebut, namun hingga saat ini belum ada tindakan ataupun upaya dari pemerintah untuk mencari solusinya. 

Sementara, masyarakat di Desa Tri Anggun Jaya Kecamatan Muara Lakitan, Musi Rawas tersebut semakin hari dibuat semakin ketakutan akan teror dari hewan raksasa tersebut. 

Belum lama ini atau tepatnya pada Minggu, 08 September 2024 pagi sekira pukul 06.00 Wib, seorang ibu rumah tangga (IRT) yang sedang hamil 5 bulan, menjadi korban yang keempat kalinya dari ganasnya gajah liar tersebut.

Kemudian, pada Jumat, 14 September 2024 malam, kawanan gajah liar di Desa Tri Anggun Jaya kembali mengamuk, dan merusak beberapa pondok milik warga. 

Tak berhenti sampai disitu, teror gajah liar tersebut kembali terjadi pada Minggu, 15 September 2024 pada malam hari tepatnya pukul 22.30 Wib. 

Kawanan yang jumlahnya lebih dari 30 ekor gajah liar tersebut kembali merupakan kebun warga dan bahkan mendekati pemukiman warga.

Hal tersebut, semakin membuat warga ketakutan dan tak bisa tidur nyenyak.

Terlebih, hingga saat ini kawanan gajah liar tersebut masih terlihat disekitar areal perkebunan warga. Hingga membuat warga takut beraktivitas ke kebun. 

Sekretaris Desa (Sekdes) Tri Anggun Jaya Kecamatan Muara Lakitan, Parsono mengatakan, konflik antara warga dan gajah liar sudah lama terjadi, karena memang, Desa Tri Anggun Jaya merupakan wilayah habitat gajah liar.

Desa Tri Anggun Jaya merupakan wilayah transmigrasi yang dibangun pada tahun 1992. Namun, sebelum wilayah tersebut dibangun, lebih dulu gajah liar telah menempatinya. 

"Ini (Desa Tri Anggun Jaya) memang merupakan wilayah habitat gajah liar. Jadi, sebelum wilayah ini ada, gajah liar ini sudah ada," kata Parsono kepada Sripoku.com, Selasa (17/09/2024).

Hanya saja, dulunya masyarakat bisa hidup berdampingan dengan gajah liar. Sehingga masyarakat bisa dengan tenang membuka kebun dan ladang untuk ditanami padi dan lainnya.

"Kalau dulu, setahun sekali pas musim panen padi, gajah-gajah ini datang. Tapi waktu itu masih mudah dihalau, hanya dengan menggunakan alat tradisional seperti memukul kentongan dan lainnya, gajah liar sudah mau pergi," jelasnya.

Namun pada tahun 2020 lalu, kawanan gajah liar yang jumlahnya lebih dari 40 ekor tersebut, lebih sering mendatangi areal perkebunan warga dan merusaknya.

"Kalau sekarang beda, warga yang coba mengusirnya dengan memukul kentongan dan membuat suara berisik, tapi warga malah dikejarnya. Jadi sekarang warga ketakutan saat melihat gajah liar," ungkapnya.

Untuk itu, masyarakat berharap, agar bisa hidup dengan nyaman dan gajah hidup damai di habitatnya. 

"Jadi harapannya pemerintah yang memiliki ilmu dan caranya untuk mengusir gajah, agar bertindak mengusir kawanan gajah tersebut dari areal perkebunan warga," imbuhnya.

Terlepas dari itu, Sekdes juga mengaku, Karsini seorang IRT yang tewas akibat diserang kawanan gajah saat menyadap karet, bukanlah yang pertama kalinya.

Pasalnya, sudah 4 nyawa hilang akibat keganasan gajah liar tersebut.

"Dulu di tahun 2021, ada warga meninggal 1 orang atas nama Yosmura itu warga Desa Tri Anggun Jaya. Kejadian itu, dilaporkan ke Kabupaten dan diturunkan tim BKSDA. Tapi nampaknya belum ada kegiatan yang bisa menanggulangi masalah ini," tegasnya.

Hingga akhirnya, insiden kembali terjadi, tepatnya pada Minggu, 08 September 2024 pagi sekira pukul 06.00 Wib. Korbannya adalah IRT yang sedang menyadap karet di kebunnya bersama suaminya.

"Jadi di Desa Tri Anggun Jaya ini sudah 2 korban jiwa. Kemudian sebelumnya di desa tetangga juga ada 1 orang tewas juga dan di tahun 2005 di Sp.9 HTI Desa Harapan Makmur, juga ada 1 orang tewas juga. Jadi totalnya ada 4 korban jiwa," ungkapnya.

Baca juga: Teror Puluhan Gajah Liar di Musi Rawas Terjadi Lagi, Mendekat ke Pemukiman Hingga Rusak Kebun Warga

Baca juga: Kawanan Gajah Liar di Musi Rawas Kembali Teror Warga, Dua Pondok Roboh dan Kebun Dirusak

Menanggapi hal tersebut, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sumsel, Yusmono mengaku, sudah berulang kali memberikan himbauan kepada masyarakat untuk terus waspada dan tidak beraktivitas saat dimalam hari.

Kemudian, dia juga mengajak masyarakat di Desa Tri Anggun Jaya untuk berinisiatif melakukan ronda malam, secara bergantian. Agar gajah tidak masuk ke areal kebun dan pemukiman warga.

Kemudian, terkait dengan harapan masyarakat agar pemerintah bisa melakukan pengiringan kawanan gajah liar ke daerah lain, sehingga masyarakat bisa beraktivitas dengan aman dan tidur dengan nyenyak.

Yusmono mengaku, bahwa Desa Tri Anggun Jaya merupakan wilayah perbatasan dengan PT Musi Hutan Persada (MHP).

Maka, perlu dilakukan koordinasi, untuk menentukan lokasi  untuk pengiringan yang cocok untuk gajah, sehingga tidak kembali ke pemukiman warga.

"Tapi untuk pengiringan ini, tentu butuh kajian, untuk jalur jelajahnya dan pengiringan butuh biaya yang tidak sedikit, karena harus menggunakan gajah yang jinak. Kemudian butuh personil yang banyak juga," kata Yusmono.

"Tentu harus ada persiapan, dan itu tidak bisa dikerjakan sendiri oleh BKSDA," imbuh Yusmono.

Dikatakannya, sebenarnya masyarakat di Desa Tri Anggun Jaya sudah tahu, bahwa desanya tersebut adalah salah satu habitat dan perlintasan gajah liar.

"Gajah itukan perjalanan atau daerah jelajahnya cukup luas, mungkin sekarang ada di lokasi itu, mungkin nanti seminggu atau dua minggu akan pindah ke tempat jauh ke tempat lain, tapi suatu saat mungkin datang lagi," ungkapnya.

"Jadi, kira-kira gimana lah, kalau kita mau memindahkan orang tapi rumahnya disitu," ucapnya. 

Hanya saja, dia tak bisa memastikan apakah upaya tersebut akan dilakukan atau tidak. Sebab, dirinya hanya petugas lapangan yang bukan pengambil kebijakan.

"Tapi kami berupaya semaksimal untuk turun ke lapangan, menjaga bersama masyarakat agar keberadaan gajah tidak mencelakai manusia dan tidak merusak harta manusia. Untuk kedepannya, mungkin bukan di kami lagi kebijakannya," jelasnya.

Dikatakannya, usulan untuk mengiringi kawanan gajah liar tersebut ke lokasi yang tidak jauh seperti di PT MHP. Namun, harus melihat dulu kesiapan dari PT MHP itu sendiri. 

"PT MHP ini juga punya semacam kewajiban  untuk melindungi satwa liar," tegasnya. 

Yusmono mengatakan, bahwa berdasarkan informasi dilapangan, untuk kawanan gajah liar di Desa Tri Anggun Jaya mencapai antara 15-20 ekor. 

"Setelah puas di sana, mereka akan pindah ke lokasi lain, dan suatu saat mungkin akan datang lagi. Ini polanya. Pola ini jug sudah diketahui masyarakat, tinggal bagaimana masyarakat mengatur aktivitasnya agar tidak menimbulkan konflik," tutupnya. 

 

 

Baca berita Tribunsumsel.com lainnya di Google News

Ikuti dan bergabung dalam saluran whatsapp Tribunsumsel.com

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved