Berita Ogan Ilir

Oknum Kades di Ogan Ilir Tersangka Pidana Pemilu, Polres OI Himpun Alat Bukti

Kasus oknum Kades di Ogan Ilir tersangka pidana Pemilu terus bergulir, Polres OI menghimpun alat bukti.

Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUN SUMSEL/AGUNG DWIPAYANA
Kasus oknum Kades di Ogan Ilir tersangka pidana Pemilu terus bergulir, Polres OI menghimpun alat bukti. Hal ini diungkap Kapolres Ogan Ilir AKBP Andi Baso Rahman, Rabu (24/1/2024). 

"Laporan terkait pelanggaran netralitas Pemilu oleh terlapor berinisial AP dilayangkan ke Bawaslu Ogan Ilir," terang Lily.

Setelah menerima laporan tersebut, Bawaslu Ogan Ilir telah melakukan pengkajian awal dan memeriksa saksi-saksi.

Menurut informasi dari pelapor, oknum kades tersebut menghimpun warga di kediamannya pada Kamis (7/12/2023).

Pada pertermuan tersebut, menurut Lily, pelapor menyebut oknum kades mengarahkan warga untuk memilih salah satu caleg.

"Tentunya kami menindaklanjuti laporan yang masuk sesuai bukti yang ada. Sudah sekitar 15 saksi diperiksa," terang Lily.

Jika terbukti melanggar, maka sanksi yang diberikan kepada oknum kades sesuai Pasal 493 Undang Undang 7 Tahun 2017 tentang pelanggaran kampanye dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 12 juta.

"Kami mengimbau rekan-rekan di ASN dan juga para kepala desa untuk menjaga netralitas sehingga Pemilu 2024 nanti dapat berlangsung dengan tertib dan damai," pesan Lily.

Arahkan Dukungan ke Caleg Tertentu

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumsel menetapkan seorang oknum kepala desa di Ogan Ilir jadi tersangka pidana pemilu.

Penetapan tersangka ini setelah oknum kades tersebut mengarahkan dukungan ke calon legislatif (caleg) tertentu.

Keputusan ini diungkapkam komisioner Bawaslu Sumsel Ahmad Naafi, terkait tindaklanjut dugaan pelanggaran yang dilakukan oknum kepada desa.

Naafi menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada pemenuhan pasal 490,dimana unsur-unsur yang dapat dikenakan pidana.

Diterangkannya, oknum kepala desa tersebut secara sengaja membuat keputusan dan melakukan tindakan yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye.

"Sebagai konsekuensinya, kepala desa tersebut dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal selama satu tahun, dan denda sebesar Rp12 juta, " kata Naafi, Selasa (16/1/2024).

Diungkapkan Naafi, pentingnya penanganan kasus ini juga ditekankan oleh Naafi, yang menyebutnya sebagai delik formil.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved