Liputan Khusus Tribun Sumsel
LIPSUS: 87 Hektare Tanah Petani Diserobot, Puluhan Tahun Garap Hilang Sekejap, Warga Lapor Polda -1
Lahan seluas 87 hektare milik sebelas warga di Desa Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, tiba-tiba berpindah kepemilikan. Kasus ditangani Polda Sumsel.
TRIBUNSUMSEL.COM, BANYUASIN - Lahan seluas 87 hektare milik sebelas warga di Desa Tanjung Lago, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, tiba-tiba berpindah kepemilikan. Kasus ini sedang ditangani Polda Sumsel.
Tak pernah ada pengukuran dan pemasangan patok, lahan yang mereka digarap bertahun-tahun terancam hilang dalam sekejap. Warga pemilik lahan semakin kalut karena penyerobot menunjukkan sertifikat kepemilikan tanah dari BPN.
Informasi ini diperoleh melalui direct message (DM) ke akun Instagram Tribun Sumsel.
Pelapor mengatakan, penyerobot lahan yang disebut 'mafia' langsung memasang patok dan memagar tanah yang mereka klaim.
Selain itu memasang spanduk bertuliskan tidak boleh memasuki lahan tanpa izin, karena tanah ini merupakan milik Junaidi.
Wartawan Tribun mendatangi warga yang tanahnya sudah diklaim tersebut di Desa Tanjung Lago. Warga mengaku sangat bingung bahkan tidak habis pikir dengan klaim yang dilakukan beberapa orang ini.

Seperti yang diungkapkan Misgiono, warga Desa Tanjung Lago. Pada 1992, ia ikut orangtuanya transmigrasi dari pulau Jawa ke Sumsel khususnya ke Banyuasin.
Saat itu, orangtuanya membuka lahan dan dipergunakan untuk menanam padi. Seiring berjalannya waktu, lahan yang dibuka selalu di kelola dengan baik dan ditanami.
Namun, setelah orangtuanya meninggal, lahan seluas 5 hektare tiba-tiba diklaim seseorang berinisial J yang mengaku lahan tersebut merupakan miliknya dan sudah ada sertifikat.
Hal ini membuat Misgiono bingung, karena sejak 1992 pertama kali orangtuanya membuka lahan karena program transmigrasi tidak ada yang mengklaim.
Akan tetapi, tiba-tiba datang beberapa orang dan mengaku bila itu lahan milik mereka dengan bukti fotokopi sertifikat.
"Saya bingung, padahal tidak ada pengukuran, tidak ada pemanggilan. Tiba-tiba datang orang dan mengaku bila itu tanah dia. Ketika lahan sudah bersih dan siap tanam padi, malah di klaim, itu yang membuat saya heran," ungkapnya.
Lanjut Misgiono, lahan seluas tujuh hektare yang dibuka orangtuanya dan juga dirinya sekarang hanya tinggal dua hektare.
Lima hektare lahan yang siap untuk tanam padi sudah diklaim J dengan dasar sertifikat.
Bahkan, lahan tersebut sudah dipagar dan dipasang portal, sehingga dia tidak dapat masuk lagi. Untuk pergi ke lahannya yang bersisa dua hektare, Misgiono harus berputar jauh.
"Dua hektare sekarang saya tanam sawit dan itulah yang menjadi menghidupkan keluarga. Katanya juga sudah disertifikatkan dan akan diambil mereka, tetapi karena itu penghidupan saya mau tidak mau melawan. Saya tidak sekolahan, tidak tahu hukum. Kalau hak saya diambil lagi, jalan terakhir main kekerasan, paling tidak saya bacok mereka," ungkap Misgiono.
Tak jauh berbeda diungkapkan Yusuf, warga Desa Tajung Lago, yang merasa bingung ketika ada beberapa orang, termasuk J, datang dan mengklaim lahan merupakan tanah miliknya.
Sepengetahuan Yusuf, lahan yang sedang digarapnya tersebut merupakan lahan milik Prasetio. Luas lahan yang saat ini sudah ditanami sawit seluas 44 hektare, tiba-tiba diklaim orang.
"Saya tahu betul sejarah tanah yang sedang saya garap ini. Pemiliknya bapak Prasetio membeli tanah dengan petani yang saat itu masih menanam padi. Saat pembelian, saya yang mendampingi dan membeli dengan siapa saja orangnya. Sekarang, malah diakui orang lain. Ini kan aneh," ungkapnya.
Lebih parahnya lagi, pohon-pohon sawit yang sudah ditanam sejak 10 tahun lalu sudah berbuah dan tinggal panen. Namun, orang-orang itu malah memagar dan melarang Yusuf masuk. Buah-buah sawit yang siap panen malah dipanen oleh mereka.
"Sudah saya laporkan kepada pemiliknya, kalau lahan diakui orang. Selain itu, sawit-sawitnya juga mereka panen. Sekarang, tinggal menunggu tindakan dari pemiliknya dan kemungkinan akan lapor ke polisi," pungkasnya.
Data dihimpun Tribun, korban penyerobotan lahan di Desa Tanjung Lago ini sudah sebelas orang dan satu perusahaan.
Luasan lahan yang dikuasai mafia tanah ini juga tidak main-main, mulai dari dua hektare hingga 250 hektare yang merupakan tanah kaplingan milik CV Arista Prima.
Lapor Polda
Abbas Kurib, warga setempat, lahannya seluas 20 hektare diklaim mafia tanah.
Lahan yang dibelinya tahun 2012 dari petani sawah dengan nilai bervariasi mulai dari Rp 22 juta hingga Rp 25 juta per dua hektare tiba-tiba diklaim.
Lahannya sudah ditanami 1.400 batang sawit dan siap panen, tiba-tiba diklaim, sehingga Abbas tidak bisa panen karena lahannya dipagar dan dipasang spanduk larangan masuk.
"Jadi kacau negara kalau seperti ini. Sejak saya beli sampai dibuka dan digarap untuk ditanami sawit tidak ada yang klaim. Selain itu, saat saya beli tidak ada sanggahan atau mendatangi bila itu tanah mereka. Tetapi, setelah sawit siap panen tiba-tiba datang dan mengklaim tanah itu," ungkapnya.
Lanjut Abbas, orang berinisial J itu sempat bertemu dengan dirinya dan melarang untuk panen sawit. Padahal, tanah dan sawit yang ada, merupakan miliknya yang ditanam sejak 10 tahun yang lalu.
"Ketika sawit siap panen, mereka datang dan mengklaim lahan itu lahan mereka. Landasannya sertifikat tanah dari BPN, padahal tidak ada patok ataupun pengukuran sama sekali. Jadi, yang saya pertanyakan kenapa bisa keluar sertifikat kalau cek lokasi saja tidak pernah. Inilah permainan mafia tanah, dengan sertifikat bisa klaim lahan orang. Enak sekali seperti itu, tinggal panen langsung klaim tanah mereka," katanya.
Abbas melaporkan ke Polda Sumsel atas penyerobotan serta pengrusakan. Abbas sudah diperiksa di Polda.
"Saya sudah pernah mendatangi Kantor BPN Banyuasin untuk meminta penjelasan terkait sertifikat yang diterbitkan, tetapi saya malah dilempar kesana kemari. Tidak ada jawaban dari pihak BPN Banyuasin," ungkapnya.
Kepala Kantor BPN/ATR Kabupaten Banyuasin Muji Burohman yang dikonfirmasi Tribun Sumsel melalui pesan whatsApp maupun telepon sama sekali tidak ada respons.
Sejumlah pertanyaan yang dilayangkan melalui pesan whatsApp kepadanya, sama sekali tidak direspon apalagi dijawab.
Pihak Kantor BPN/ATR Kabupaten Banyuasun, terkesan memilih untuk bungkam dan tidak mau merespon terkait permasalahan tanah warga yang diklaim mafia tanah dengan landasan sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN/ATR Banyuasin.
Modus Penyerobotan
Subdit II Harda Ditreskrimum Polda Sumsel sudah menerima laporan kasus penyerobotan lahan. Pelapor Abas Kurib, warga Jalan Perjuangan Pulo Gadung, Alang-Alang Lebar.
Dalam laporan itu Abbas mengatakan, lahan 15 hektare miliknya sudah ditanami pohon kelapa sawit diklaim oleh seseorang yang membawa fotokopi sertifikat tanah.
Akibat penyerobotan tersebut Abbas mengalami kerugian 10 hektare tanah yang sudah ditanami kelapa sawit dengan kisaran kerugian mencapai Rp 1,5 miliar. "Iya memang ada laporannya sedang kami selidiki," ujar
Kasubdit II Harda Ditreskrimum Polda Sumsel AKBP Raphael BJ Lingga.
Raphael membenarkan pihaknya sudah menerima laporan tersebut dan sedang dalam penyelidikan.
Pihaknya sudah memeriksa 14 orang saksi termasuk terlapor. Namun ia tidak bisa memaparkan lebih lanjut terkait proses penyelidikan.
"Yang jelas masih kita lidik dan sudah ada 14 orang saksi yang diperiksa termasuk terlapor, " katanya.
Sepanjang 2023 Subdit II Ditreskrimum Polda Sumsel sudah menerima 54 laporan pertanahan meliputi penyerobotan, dokumen palsu, dan pengerusakan.
Raphael mengatakan modus yang digunakan oleh para pelaku penyerobotan lahan yakni pemalsuan dokumen dan keterangan palsu.
"Dari 54 kasus pertanahan yang kami terima, modus operandi penyerobotan lahan ini didominasi oleh pemalsuan dokumen dan keterangan palsu. Dua hal itu biasanya digunakan oleh pihak terlapor, misalnya dia memalsukan surat alas hak-nya seperti disini SPH atau SKHU," kata Raphael.
Dalam perkara pidana penyerobotan lahan, biasanya terlapor juga menggadai dan menjual serta memalsukan kondisi lahan sehingga korban atau pelapor tertarik membeli.
"Selain dokumen palsu bisa juga dengan modus keterangan palsu. Misalnya, dia (terlapor) beli tapi asal belinya dipalsukan begitu juga ahli warisnya dipalsukan ya dikondisikan-lah, padahal ahli waris sudah meninggal tiba-tiba ada surat ahli warisnya itu menandatangani," ujarnya.
Selain dua modus yang disebutkan, ada pula yang sengaja atau tidak sengaja melanggar batas tanah yang sudah ditentukan.
"Bisa saja dia tahu atau tidak tahu sehingga kelewatan di perbatasan. Bisa juga itu modusnya," sambung dia.
Raphael menerangkan penyelesaian ada yang dilakukan secara pengadilan, namun ada juga yang di luar pengadilan. Misalnya dari laporan masyarakat lahan yang dibangun adalah punya dia sesuai SHM yang sudah dicek BPN, dari situ pihaknya akan mengundang BPN untuk cek lokasi.
"Ketika menemukan hal itu, langkah kita mengundang BPN dan mengecek TKP bersama-sama ploting koordinat setelah itu kita rapat mediasi dengan aparat pemerintah. Kemudian kita sampaikan secara fakta kepada kedua belah pihak ketika bisa memahami itu bisa mewujudkan musyawarah dan mufakat, " tuturnya.
Ketika penyelesaian dilakukan di luar pengadilan seluruh pihak berperan, bukan hanya polisi saja. Dari aparat pemerintah dan instansi terkait terutama kedua belah pihak.
"Terutama kedua belah pihak harus benar-benar menghilangkan egonya jadi harus mengedepankan fakta dulu. Pihak yang memang kurang tepat, seyogyanya bisa berembuk dengan pihak korban, bukan untuk menang-menangan. Cara itu paling simpel biaya sangat minim," ujarnya.
Dia menyarankan agar masyarakat tidak menjadi korban penyerobotan lahan, agar memastikan tanah yang dimiliki memperoleh keabsahan dan asal-usulnya jelas.
"Jika masyarakat sudah memiliki tanah pastikan punya keabsahan dan perolehan asal-usulnya. Setelah itu tingkatkan jadi sertifikat dan dimanfaatkan lahan tersebut, karena itu yang akan memancing pihak-pihak tertentu yang mempunyai niat jahat," tandasnya. (ard/cr19)
Baca berita lainnya langsung dari google news
Liputan Khusus Tribun Sumsel
Liputan Khusus Tribun Sumsel Lahan Diserobot
Berita Palembang Hari Ini
Berita Banyuasin Terbaru
Tanjung Lago
mata lokal menjangkau indonesia
Aku Lokal Aku Bangga
Lokal Bercerita
Tribunsumsel.com
Pemilik Kafe Kopi di Palembang Tertolong Momen Buka Bersama, Harga Kopi Tembus Rp 52 Ribu Per Kg -3 |
![]() |
---|
Harga Kopi Rp 52 Ribu Per Kg Termahal Sepanjang Sejarah, Kini Ramai-ramai Beli Emas -2 |
![]() |
---|
LIPSUS : Bisnis Kafe Kopi Gulung Tikar, Harga Kopi Tembus Rp 52 Ribu Per Kg -1 |
![]() |
---|
Pajak Hiburan 40-75 Persen Berlaku Bakal Matikan Usaha, GIPI Sumsel Ajukan Gugatan ke MK -2 |
![]() |
---|
LIPSUS: Pengunjung Karaoke Kaget Tarif Naik, Pajak Hiburan 40-75 Persen Berlaku -1 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.