Liputan Khusus Tribun Sumsel

LIPSUS: Pupuk Sering Susah Didapat, Petani Cemas Sambut Musim Tanam, Nonsubsidi Biaya Membengkak -1

Kuota pupuk bersubsidi untuk petani di Sumsel dalam kondisi surplus. Akan tetapi masalahnya banyak petani mengeluh sulit dapat pupuk.

|
Editor: Vanda Rosetiati
TRIBUN SUMSEL/WINANDO DAVINCHI
Liputan khusus Tribun Sumsel, kuota pupuk bersubsidi untuk petani di Sumsel dalam kondisi surplus. Akan tetapi masalahnya banyak petani mengeluh sulit dapat pupuk. 

TRIBUNSUMSEL.COM, KAYUAGUNG - Serapan pupuk urea bersubsidi hingga November 2023 sebanyak 108 ribuan ton, baru 71,91 persen dari kuota Sumsel 150 ribu ton. Demikian pula NPK tersalur 172 ribu ton, baru terserap 62,78 persen dari kuota 106,9 ribu ton.

Artinya kuota pupuk bersubsidi untuk petani di Sumsel dalam kondisi surplus. Akan tetapi masalahnya banyak petani mengeluh sulit dapat pupuk. Padahal di antara mereka tergabung dalam kelompok tani.

Aminudin (56), petani di Bukit Napuh, Kelurahan Bukit Sari, Kecamatan Martapura, OKU Timur, mengatakan, masalah pupuk terjadi setiap musim tanam. Dia yang tergabung dalam kelompok tani merasakan kelangkaan pupuk setiap tahun.

"Yang jadi masalah ini pupuk sering susah didapat. Kami petani khawatir itu," katanya.

Dia menjelaskan, kelompok tani mengajukan jumlah kebutuhan pupuk ke kelompok tani. Misalnya punya lahan sawah 1 haktere berarti kebutuhannya yakni 8 karung atau 4 kwintal pupuk. Pupuk tersebut berupa Urea dan Phonska.

Pupuk subsidi biasanya tersedia di Januari untuk masa tanam pertama, kemudian sekitar Juni pada masa tanam kedua. "Nah saat diajukan, jumlah didapat tidak sesuai yang diajukan. Sehingga pupuk masih kurang," jelasnya.

Liputan khusus Tribun Sumsel, pupuk sering susah didapat sehingga petani cemas sambut musim tanam. Jika pakai pupuk nonsubsidi biaya membengkak.
Liputan khusus Tribun Sumsel, pupuk sering susah didapat sehingga petani cemas sambut musim tanam. Jika pakai pupuk nonsubsidi biaya membengkak. (PDF TRIBUN SUMSEL)

Jika pupuk kurang, maka dia sebagai petani kebingungan mencari pupuk. Sebab jika beralih ke pupuk nonsubsidi maka biaya akan membengkak.

"Jadi harga pupuk subsidi itu Rp 150 per karung isi 50 kg. Sementara harga pupuk non subsidi mencapai Rp 300 ribu per karung," jelasnya.

Menurutnya, dalam merawat padi sawah bukan sekedar pupuk saja yang dibutuhkan, tapi ada juga yang lain seperti racun hama, racun rumput, pembasmi keoang dam sebagainya. Semua itu butuh biaya.
Belum lagi harus membeli racun pembasmi rumput. Jika semua itu tidak bisa dipenuhi resikonya adalah hasil panen kurang.

"Misalnya hama Walang Sangit, itu kita belim merk tertentu harga Rp 25 ribu per sacet. Tapi kalau tidak mempan kita beli lagi merk lain," bebernya.

Ia berharap, berharap pemerintah dapat menjamin kesedian pupuk subsidi bagi petani kecil. "Kalau hasil panen tidak memuaskan tentu merugi. Iya harapan kami pupuk jangan sampai langka lagi," kata Aminudin.

Tidak lama lagi para petani sawah di Desa Sungai Belida, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir akan memulai masa musim tanam. Namun beberapa petani masih merasa khawatir dengan ketersediaan pupuk subsidi.

Hal tersebut seperti yang dirasakan salah satu petani, Bunari. Untuk musim tanam awal tahun 2024 mendatang ia belum dapat memastikan apakah dapat jatah pupuk subsidi tersebut.

"Musim tanam tahun depan saya belum dapat memastikan apakah dapat pupuk subsidi atau tidak," katanya saat ditemui di lokasi, Jumat (8/12) sore.

Dia menceritakan pengalaman tanam pertama dan kedua tahun ini tidak mendapatkan pupuk subsidi dan terpaksa membeli pupuk nonsubsidi yang harganya terbilang cukup tinggi atau dua kali lipat.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved