Seputar Islam
Kumpulan Materi Khutbah Jumat Singkat Bulan Juni 2023 Penuh Hikmah dan Menyentuh
Diharapkan khutbah Sholat Jumat yang diberikan dapat memberikan motivasi serta semangat dalam menjalankan syariat islam.
Penulis: M Fadli Dian Nugraha | Editor: Novaldi Hibaturrahman
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ١٠
Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS. al-Jumu’ah [62]: 10).
اِنَّمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَوْثَانًا وَّتَخْلُقُوْنَ اِفْكًا ۗاِنَّ الَّذِيْنَ تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَا يَمْلِكُوْنَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوْا عِنْدَ اللّٰهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوْهُ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ١٧
Artinya : “Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan” (QS. al-Ankabut [29]: 17).
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ٧٧
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. al-Qasas [28]: 77).
Namun demikian, berburu dunia pun tidak boleh melupakan akhirat.
Marilah kita ingat kisah Qarun yang berlimpah harta namun akhirnya binasa. Qarun adalah orang saleh miskin yang kemudian minta tolong Nabi Musa agar didoakan kaya.
Namun setelah kaya raya dia menjadi sombong dan meninggalkan ibadah serta tidak lagi peduli sesama. Jadi ayat tersebut mengingatkan kita perlunya keseimbangan dunia dan akhirat.
Sementara itu, dalam QS. Yasin ayat 12 Allah subhanahu wata'ala berfirman:
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ ࣖ ١٢
Artinya : “Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Yasin [36]: 12)
Ayat ini semakin menegaskan bahwa apa yang kita kerjakan di dunia adalah investasi untuk akhirat.
Artinya, kehidupan akhirat kita akan sangat tergantung dari apa yang kita kerjakan dan investasikan di dunia ini.
Oleh karena itu di dunia ini kita dituntut untuk mampu menciptakan masa depan.
Dengan mampu menciptakan masa depan berarti kita ini akan menjadi penentu kecenderungan perubahan di dunia.
Bukankah misi rahmatan lil alamin sesungguhnya adalah sebuah misi mulia untuk menciptakan tatanan perubahan menuju kelebihbaikan dan kemajuan?
Ketiga, muhasabah mendorong jiwa berprestasi. Muhasabah diri akan mendorong sesorang untuk mengasilkan kebaikan, kemanfaatan dan termotivasi untuk terus berprestasi karena terus berupaya belajar dari masa lalu untuk kelebihbaikan di masa depan.
Orang yang berprestasi adalah orang yang mau belajar dari masa lalu, baik masa lalu dirinya maupun orang lain.
Selain itu, juga karena orang yang berprestasi yakin bahwa Allah subhanahu wata'ala sangat detil dan akurat dalam mencatat setiap kabaikan hambanya, Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Zalzalah ayat 7 sampai 8,
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّره ٧ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ ٨
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. al-Zalzalah: 7 - 8).
Orang yang berprestasi adalah orang yang ingin terus bergerak ke depan dan berada dalam rel kemajuan. Orientasi untuk bergerak maju tersebut didasari pada dua hal.
Pertama, menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi yang harus memakmurkan dan sekaligus menjaga kehidupan dunia dari kerusakan (QS. Hud: 61; QS. al-Anbiya: 107; QS. al-Baqarah: 30; QS. al-Baqarah:11).
Orientasi maju adalah konsekuensi dari tanggung jawab manusia yang memang diciptakan untuk menjaga bumi, karena manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang dikaruniai kelebihan daripada makhluk lainnya (QS. at-Tiin:4; QS. al-Isra’: 70).
Kedua, sebagai bentuk syukur kita atas nikmat yang tak terhingga dari Allah subhanahu wata'ala (QS. an-Nahl : 4), baik nikmat kehidupan, nikmat kemerdekaan, dan nikmat iman.
Nikmat Allah SWT kepada kita akan secara akumulatif membesar dan membesar manakala kita selalu mensyukurinya dengan jiwa dan tindakan nyata yang impactful.
Apabila kita bersyukur akan bertambah nikmatnya, sebagaimana al-Qur'an Surat Ibrahim ayat 7:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧
Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Orang yang berprestasi adalah tanda orang yang pandai bersyukur. Oleh karena itu orang yang berprestasi pada akhirnya adalah orang yang memperoleh nikmat lebih.
Apalagi kalau kita juga ingat kata-kata mutiara yang artinya: “Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung.
Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat”.
Orang yang beruntung adalah orang yang memperoleh nikmat lebih.
Dan sebenarnya disinilah kita semakin memahami bahwa barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.
Hadirin jamaah shalat Jumat yang berbahagia.
Manusia yang tidak mau melakukan muhasabah, maka dia dapat dikategorikan sebagai manusia yang sombong.
Mengapa? Karena orang yang sombong merasa dirinya telah sempurna, sehingga ia merasa tidak perlu melakukan introspeksi.
Ia merasa selalu baik, benar, dan tidak pernah melakukan kesalahan. Kesombongan inilah yang menutup manusia dari kebenaran, karena dia tidak pernah muhasabah (introspeksi) terhadap dirinya. Allah azza wa jalla berfirman:
كَذٰلِكَ يَطْبَعُ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ قَلْبِ مُتَكَبِّرٍ جَبَّارٍ ٣٥
Artinya: “Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang” (QS. al-Ghafir : 35).
Marilah kita terus bermuhasabah, agar kita menjadi pembelajar, berorientasi masa depan, dan berprestasi.
Orang yang bermuhasabah juga sejatinya adalah orang yang rendah hati karena menyadari bahwa dirinya belum sempurna sehingga terus belajar dan kerja keras untuk menjadi lebih baik di masa depan.
Namun demikian, yang kini harus kita pikirkan juga adalah bagaimana mentransformasi muhasabah personal menjadi muhasabah kolektif.
Sehingga, kita tidak saja memikirkan kelebihbaikan diri kita pasca evaluasi diri, namun juga memikirkan kelebihbaikan umat dan bangsa ini secara institusional.
Dengan demikian, marilah kita juga melakukan muhasabah kolektif untuk mengantarkan kita sebagai umat Islam dan bangsa Indonesia yang maju, adil dan makmur yang diridhai Allah subhanahu wata'ala di masa mendatang.
Jamaah shalat Jumat yang senantiasa diberkahi oleh Allah ta’ala.
Muhasabah diri adalah sebuah keniscayaan dan sekaligus refleksi keimanan kepada Allah subhanahu wata'ala.
Iman dan taqwa dalam diri kita berflutuasi, kadang naik dan kadang turun.
Marilah kita senantiasa melakukan muhasabah diri dan terus meminta pertolongan kepada Allah SWT agar dimudahkan dalam melakukannya.
Semoga Allah SWT membimbing kita semua selalu ingat kapada-Nya, besyukur atas nikmtnya dan memperbaiki ibadah kepada-Nya.
Semoga Allah SWT menganugerahkan kekuatan kepada kita untuk dapat melakukan muhasabah (introspeksi) terhadap diri sendiri maupun kolektif.
Dengan muhasabah itu semoga Allah subhanahu wata'ala memudahkan hisab kita kelak di yaumul qiyamah. Aamiin.
Khutbah Jumat 2: Tiga Makna Penting Dari Proses Muhasabah
Muhasabah adalah meneliti perbuatan kita pada masa lalu dan masa kini, apakah ia merupakan perbuatan baik atau perbuatan buruk.
Dengan muhasabah diri, perbuatan baik pada masa lalu bisa ditingkatkan pada masa depan, baik kualitasnya maupun kuantitasnya.
Dengan muhasabah, perbuatan buruk pada masa lalu tidak perlu diulangi pada masa yang akan datang. Maka dengan muhasabah, hari esok kita akan lebih baik, di dunia juga di akhirat Insya Allah SWT.
Sahabat Umar Ibnul Khaththab r.a. berkata:
Artinya : “Hendaklah kalian menghisab (mengintrospeksi) diri kalian sebelum kalian dihisab (oleh Allah subhanahu wata'ala)” (H.R. At-Tirmidzi-Ahmad).
Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ ١٨
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Hasyr ayat 18)
Dari ayat di atas, kita bisa ketahui bahwasanya perbuatan yang bisa menghubungkan antara masa lalu dan masa depan sehingga lebih baik adalah introspeksi diri.
Dalam istilah bahasa Arab disebut juga dengan “muhasabah diri.”
Bila kita cermati, paling tidak ada 3 (tiga) makna penting yang terkandung dalam proses muhasabah ini, di antaranya:
1. Muhasabah Jadikan Kita Sosok Pembelajar
Pertama, orang yang rajin melakukan muhasabah sesungguhnya merupakan sosok pembelajar, dan kita dituntut untuk menjadi pembelajar sejati sepanjang hayat.
Banyak kisah dalam Al-Qur’an yang harus menjadi bahan pelajaran untuk peringatan ke depan, dan hanya sosok pembelajar yang bernama Ulul Albab yang mampu belajar dari kisah-kisah masa lalu tersebut.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur'an Surat Yusuf ayat 111,
لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۗ مَا كَانَ حَدِيْثًا يُّفْتَرٰى وَلٰكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ ࣖ
yang artinya: "Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat. (Al-Qur’an) bukanlah cerita yang dibuat-buat, melainkan merupakan pembenar (kitab-kitab) yang sebelumnya, memerinci segala sesuatu, sebagai petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang beriman." (QS. Yusuf [12]: 111)
Sosok pembelajar sejati adalah sosok yang selalu berpikir dan berpikir, sehingga mampu mengakumulasi ilmu yang didapatkan untuk diamalkan.
Itulah mengapa Allah SWT meningkatkan derajat orang-orang yang berilmu. Tidak lain karena orang-orang yang berilmu inilah yang diharapkan bisa terus menebar rahmat di muka bumi.
Orang-orang yang berilmu lah yang bisa merancang arah perubahan sosial di masa depan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11,
اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
yang artinya: “…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Mujadalah: 11).
Sosok ulul albab yang pembelajar ini semakin diharapkan perannya dalam transformasi bangsa.
Oleh karena itu di era yang serba cepat dan penuh ketidakpastian ini, maka sosok pembelajar juga harus dimaknai sebagai sosok yang adaptif dengan pola pikir tumbuh (growth mindset), yang terus memacu skill dan kompetensi baru dengan learning agility yang tinggi.
Kemampuan kecepatan belajar ini sangat penting agar bisa berperan menjadi trend setter perubahan.
2. Muhasabah, Ikhtiar Lebih Baik di Masa Depan
Muhasabah juga mengandung makna perlunya orientasi pada masa depan. Tujuan evaluasi diri adalah untuk kelebihbaikan di masa depan.
Ada dua dimensi masa depan, yaitu masa depan di dunia dan di akhirat. Ayat surat al-Hasyr ayat 18 yang tadi saya bacakan merupakan fondasi tentang visi masa depan.
Visi besar seorang mukmin adalah menjadi hamba yang berbahagia di dunia dan akhirat.
Keseimbangan masa depan di dunia dan akhirat adalah keniscayaan, sebagaimana doa kita sehari-hari yang artinya: “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.”
Dunia adalah jembatan menuju akhirat. Karena itu kehidupan dunia pun tidak boleh ditinggalkan. Marilah kita cermati ayat-ayat berikut ini:
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ١٠
Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS. al-Jumu’ah [62]: 10).
اِنَّمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَوْثَانًا وَّتَخْلُقُوْنَ اِفْكًا ۗاِنَّ الَّذِيْنَ تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَا يَمْلِكُوْنَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوْا عِنْدَ اللّٰهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوْهُ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ١٧
Artinya : “Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan” (QS. al-Ankabut [29]: 17).
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ٧٧
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. al-Qasas [28]: 77).
Namun demikian, berburu dunia pun tidak boleh melupakan akhirat.
Marilah kita ingat kisah Qarun yang berlimpah harta namun akhirnya binasa.
Qarun adalah orang saleh miskin yang kemudian minta tolong Nabi Musa agar didoakan kaya.
Namun setelah kaya raya dia menjadi sombong dan meninggalkan ibadah serta tidak lagi peduli sesama. Jadi ayat tersebut mengingatkan kita perlunya keseimbangan dunia dan akhirat.
Sementara itu, dalam QS. Yasin ayat 12 Allah subhanahu wata'ala berfirman:
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ ࣖ ١٢
Artinya : “Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Yasin [36]: 12)
Ayat ini semakin menegaskan bahwa apa yang kita kerjakan di dunia adalah investasi untuk akhirat.
Artinya, kehidupan akhirat kita akan sangat tergantung dari apa yang kita kerjakan dan investasikan di dunia ini.
Oleh karena itu di dunia ini kita dituntut untuk mampu menciptakan masa depan.
Dengan mampu menciptakan masa depan berarti kita ini akan menjadi penentu kecenderungan perubahan di dunia.
Bukankah misi rahmatan lil alamin sesungguhnya adalah sebuah misi mulia untuk menciptakan tatanan perubahan menuju kelebihbaikan dan kemajuan?
Baca juga: 30 Kata Mutiara Malam Jumat Islami dan Menenangkan Hati, Cocok Buat Update Status di Media Sosial
3. Muhasabah Mendorong Jiwa Berprestasi
Muhasabah diri akan mendorong seseorang untuk mengasilkan kebaikan, kemanfaatan dan termotivasi untuk terus berprestasi karena terus berupaya belajar dari masa lalu untuk kelebihbaikan di masa depan.
Orang yang berprestasi adalah orang yang mau belajar dari masa lalu, baik masa lalu dirinya maupun orang lain.
Selain itu, juga karena orang yang berprestasi yakin bahwa Allah subhanahu wata'ala sangat detil dan akurat dalam mencatat setiap kabaikan hambanya, Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Zalzalah ayat 7 sampai 8,
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ ٧ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ ٨
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. al-Zalzalah: 7 - 8).
Orang yang berprestasi adalah orang yang ingin terus bergerak ke depan dan berada dalam rel kemajuan.
Orientasi untuk bergerak maju tersebut didasari pada dua hal. Pertama, menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi yang harus memakmurkan dan sekaligus menjaga kehidupan dunia dari kerusakan
(QS. Hud: 61; QS. al-Anbiya: 107; QS. al-Baqarah: 30; QS. al-Baqarah:11).
Orientasi maju adalah konsekuensi dari tanggung jawab manusia yang memang diciptakan untuk menjaga bumi, karena manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang dikaruniai kelebihan daripada makhluk lainnya
(QS. at-Tiin:4; QS. al-Isra’: 70). Kedua, sebagai bentuk syukur kita atas nikmat yang tak terhingga dari Allah subhanahu wata'ala (QS. an-Nahl : 4), baik nikmat kehidupan, nikmat kemerdekaan, dan nikmat iman.
Nikmat Allah SWT kepada kita akan secara akumulatif membesar dan membesar manakala kita selalu mensyukurinya dengan jiwa dan tindakan nyata yang impactful.
Apabila kita bersyukur akan bertambah nikmatnya, sebagaimana al-Qur'an Surat Ibrahim ayat 7:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧
Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Orang yang berprestasi adalah tanda orang yang pandai bersyukur.
Oleh karena itu orang yang berprestasi pada akhirnya adalah orang yang memperoleh nikmat lebih.
Apalagi kalau kita juga ingat kata-kata mutiara yang artinya:
“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat”.
Orang yang beruntung adalah orang yang memperoleh nikmat lebih.
Dan sebenarnya disinilah kita semakin memahami bahwa barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.
Khutbah Jumat 3: Islam Rahmatan Lil Alamin
Puji dan syukur kita panjatkan kekhadirat Allah subhanahu wata'ala, shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta segenap keluarga dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Allah subhanahu wata'ala mengutus Beliau untuk menebar kasih sayang kepada seluruh alam.
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam” (QS. Al-Anbiya/21: 107).
Kepada ummatnya beliau menyampaikan pesan-pesan moral agar ummatnya menjadi umat yang berakhlak mulia, membangun kasih sayang sesama mereka dan kasih sayang kepada seluruh alam semesta.
Beliau dengan semangat kasih sayang berusaha keras agar umatnya membangun budaya kasih sayang.
Kasih sayang tidak hanya untuk keluarga, tidak hanya untuk teman-teman seiman tapi kasih sayang terhadap semua mahluk Allah subhanahu wata'ala.
Dalam menyikapi alam, Allah subhanahu wata'ala menyampaikan pesan “janganlah kalian berbuat kerusakan di bumi setelah bumi itu baik”. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَاۗ
Artinya : “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik” (QS. Al-A’raf/7 : 85).
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Allah subhanahu wata'ala juga berfirman: “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum/30 : 41).
Alam ini rusak karena tangan-tangan jahat manusia. Untuk itu manusia perlu disadarkan agar mereka tidak merusak alam.
Sebab kalau alam dirusak maka pada saatnya alam akan merusak manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengutuk seorang Wanita yang mengurung kucing sampai mati karena kucing tersebut tidak diberi makan.
Beliau pernah memuji seorang wanita yang akhlaknya tidak baik tapi sempat menolong memberi minum seekor anjing yang hampir mati karena kehausan.
Beliau melarang memotong atau menyembelih hewan dengan pisau yang tumpul atau batu, beliau juga melarang menyakiti hewan-hewan lainnya.
Terhadap mereka yang melakukan pelanggaran umum hendaklah diberi hukuman yang adil dan penuh kasih sayang, dan kalau mungkin masih bisa dimaafkan maka memafkan itu sikap yang paling baik.
Mereka yang didzalimi dijanjikan bahwa do’a mereka akan dikabulkan.
Allah subhanahu wata'ala mengutuk mereka yang memberikan hukuman yang berlebih-lebihan atau menghukum seseorang karena dendam atau karena marah.
Proses pendidikan baik yang dilakukan oleh orangtua sendiri atau oleh seorang pendidik hendaknya dilakukan dengan semangat kasih sayang, bukan karena dendam atau karena emosi kemarahan. Menebar semangat kasih sayang antara sesama manusia antara lain dikemas dalam pesen-pesan moral Beliau:
1. Membuat orang lain gembira adalah shadaqah.
2. Menampakan wajah yang cerah dan menyenangkan adalah bagian dari shadaqah.
3. Ucapan yang baik itu lebih baik daripada shadaqah yang disertai ucapan-ucapan yang menyakitkan, atau beliau SAW juga berpesan “berucaplah dengan ucapan yang baikbaik atau diam tidak berucap.”
4. Orang yang baik diantara kamu adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.
5. Do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Beliau disakiti di dzalimi orang-orang jahat : “Allahummaahdi qaummi’innahum qaumun la ja’lamun” (Ya Allah berilah mereka petunjuk karena mereka orang yang belum tahu).
Dalam menyikapi perbedaan keyakinan Al-Qur’an mengajarkan, antara lain:
1. Siap untuk berbeda menghargai ritual agama orang lain dengan tanpa mencampur adukkan dengan bentuk-bentuk ibadah masing-masing agama (QS. Al-Kafirun/109: 1-6).
2. Setiap muslim wajib menyebarluaskan Islam dengan cara yang baik tidak dengan penghinaan, ejekan-ejekan dan tidak boleh ada paksaan (QS. An-Nahl/16: 125, Ali Imran/3: 159).
3. Seorang muslim tidak boleh menghina Tuhan agama lain (QS. Al An’am/6: 108).
4. Berdakwah hendaknya dengan cara penuh hikmah dan pesan-pesan yang mengesankan. (QS. An-Nisa/4: 63).
5. Menyadarkan orang lain hendaknya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran; Kalau tidak bisa sabar tinggalkan sementara dengan cara baik (QS. Al-Muzzammil/73: 10).
6. Berbuat kebaikan kepada siapapun hendaknya dilakukan dengan ikhlas agar dapat bernilai sebagai ibadah.
7. Islam mengajarkan akhlak mulia untuk terciptanya suasana kehidupan yang indah, nyaman, harmonis seperti yang dipesankan Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat/49: 6-13, di antara pointnya:
7.1. Tabayyun (mengecek sumber informasi)
7.2. Ishlah (meluruskan dan mendamaikan)
7.3. Hindari tasyiriyah (memperolok-olokan)
7.4. Hindari talamuz (penghinaan)
7.5. Hindari tanabazu bil Aqob (memanggil seseorang dengan gelar-gelar yang menyakitkan)
7.6. Hindari tajazzus (mencari-cari kesalahan orang lain)
7.7. Hindari suudzhan (berburuk sangka)
7.8. Hindari ghibah (menggunjing, membuka ‘aib orang lain)
7.9. Menyadari adanya perbedaan jenis kelamin, suku, bangsa sebagai taqdir dari Allah subhanahu wata'ala untuk melahirkan semangat ta’aruf, semangat kompetitif dalam ketaqwaan.
Ada enam pesan Rasulullah SAW dalam pergaulan sesama muslim membangun dan merawat komunikasi yang baik dan harmonis, yaitu:
1. Menjawab salam apabila orang lain mengucapkan salam,
2. Memenuhi undangan apabila diundang,
3. Memberikan solusi kalau diminta saran/pendapat,
4. Menjawab bersin kalau orang lain bersin mengucapkan Alhamdulillah.
5. Mengunjungi dan mendo’akan orang lain yang sakit.
6. Mengkafani, menyolatkan dan mengantarkan yang wafat ke kuburan.
Perbuatan-perbuatan itu termasuk perbuatan yang disukai Allah subhanahu wata'ala. Islam itu bersinar kalau umatnya dengan ikhlas melaksanakan ajaran Islam, Islam itu bisa tercoreng karena perilaku yang tidak baik dari umatnya.
Dakwah dengan teladan itu sering-sering lebih berkesan dan tidak membuahkan dendam dibandingkan dengan dakwah hanya dengan lisan, himbauan-himbauan atau seruan-seruan.
Kesuksesan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Ulama pengikutnya tidak hanya karena luasnya wawasan ilmu, kefasihan lidah, ketajaman uraian dan tulisan, tapi terutama karena akhlak keteladanan yang syarat dengan kasih sayang.
Kita yakin dan harus yakin bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat berhasil membangun masyarakat yang ideal selain karena ajarannya yang benar dan agung juga karena akhlak dan pribadi beliau-beliau yang mulia dan agung yang rahmatan lil’alamin.
Mari kita buktikan dengan amal dalam kehidupan kita bahwa Islam itu benar, baik dan indah. Jangan sampai terjadi orang lain benci, sinis, phobia, takut kepada Islam karena perilaku kita yang sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Kita harus bekerja keras dengan ikhlas agar Islam nampak sebagai ajaran yang penuh kasih sayang. Seperti pesan moral seorang tokoh : “Al-Islam mahjubun bil muslimin. Tarakal masihiyun adyanahum fattakiddamu wa tarakal muslimun adyanahum fattakharu”.
Islam terhalang oleh perilaku umat Islam sendiri, orangorang Masehi meninggalkan agamanya, mereka menjadi maju dan orang-orang muslim meninggalkan agamanya, mereka menjadi tertinggal.
“Isyhadu bi anna Muslimun”. Buktikan bahwa kita adalah Islam dengan akhlak Islami. Islam rahmatan lil’alamin.
Dengan indah Al-Qur’an menggambarkan hamba-hamba Allah subhanahu wata'ala yang disayang, Allah subhanahu wata'ala shadaqah dalam Al-Qur’an Surat Al-Furqan ayat 63 - 75 :
وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا ٦٣ وَالَّذِيْنَ يَبِيْتُوْنَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَّقِيَامًا ٦٤ وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَۖ اِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا ۖ ٦٥ اِنَّهَا سَاۤءَتْ مُسْتَقَرًّا وَّمُقَامًا ٦٦ وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا ٦٧ وَالَّذِيْنَ لَا يَدْعُوْنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ وَلَا يَقْتُلُوْنَ النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُوْنَۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ يَلْقَ اَثَامًا ۙ ٦٨ يُّضٰعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَيَخْلُدْ فِيْهٖ مُهَانًا ۙ ٦٩ اِلَّا مَنْ تَابَ وَاٰمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَاُولٰۤىِٕكَ يُبَدِّلُ اللّٰهُ سَيِّاٰتِهِمْ حَسَنٰتٍۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ٧٠ وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَاِنَّهٗ يَتُوْبُ اِلَى اللّٰهِ مَتَابًا ٧١ وَالَّذِيْنَ لَا يَشْهَدُوْنَ الزُّوْرَۙ وَاِذَا مَرُّوْا بِاللَّغْوِ مَرُّوْا كِرَامًا ٧٢ وَالَّذِيْنَ اِذَا ذُكِّرُوْا بِاٰيٰتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوْا عَلَيْهَا صُمًّا وَّعُمْيَانًا ٧٣ وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا ٧٤ اُولٰۤىِٕكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوْا وَيُلَقَّوْنَ فِيْهَا تَحِيَّةً وَّسَلٰمًا ۙ ٧٥
"Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan,
“Salam.” Dan, orang-orang yang mengisi waktu malamnya untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri. Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahanam dari kami (karena) sesungguhnya azabnya itu kekal.
” Sesungguhnya ia (Jahanam itu) adalah tempat menetap dan kediaman yang paling buruk. Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir.
(Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya. Dan, orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain, tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina.
Siapa yang melakukan demikian itu niscaya mendapat dosa. Baginya akan dilipatgandakan azab pada hari Kiamat dan dia kekal dengan azab itu dalam kehinaan.
Kecuali, orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. Maka, Allah mengganti kejahatan mereka (dengan) kebaikan. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Siapa yang bertobat dan beramal saleh sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenarnya.
Dan, orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu serta apabila mereka berpapasan dengan (orang-orang) yang berbuat sia-sia, mereka berlalu dengan menjaga kehormatannya.
Dan, orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka tidak bersikap sebagai orang-orang yang tuli dan buta.
" Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.
” Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka serta di sana mereka akan disambut dengan penghormatan dan salam. (QS. Al-Furqan/25: 63-75)
Hamba-hamba Allah subhanahu wata'ala berjalan diatas bumi dengan penuh wibawa; Kalau ada orang yang memperolok-olokan mereka membalas dengan salam.
Mereka yang membiasakan sujud di shalat malam mereka berdo’a agar dijauhkan dari adzab Jahannam, kalau berinfak tidak belebihan dan tidak pula kikir.
Tidak membunuh manusia, tidak zina, rajin beribadah, tidak bersaksi palsu.
Kalau lewat mereka lewat dengan kemulyaan tanpa kepalsuan, mereka tersentuh dan tidak sombong ketika dibacakan Ayat-ayat Allah subhanahu wata'ala. Mereka semua biasa berdo’a untuk kebaikan diri, keluarga dan keturunan.
Semoga Allah subhanahu wata'ala menjadikan kita sebagai ibadurrahman yang istiqamah dan ikhlas mewujudkan Islam Rahmatan lil ‘alamin. Aqulu qauli hadza, fa astaqfirullahal adzhim innahu huwal ghafurururahim.
Khutbah Jumat 4: Keluarga Ideal Pilar Kokohnya Bangsa
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah. Mari kita haturkan ungkapan syukur yang sebesarbesarnya kepada Allah Ta’ala, yang telah memberi nikmat dan anugerah yang tak terhingga banyaknya.
Mari ungkapan itu kita upayakan melalui penguatan takwa kita, dengan cara melihat dan mencermati apa yang kita lakukan.
Apabila yang kita lakukan telah sesuai dengan perintah Allah dan tuntunan Rasulullah SAW, maka segera laksanakan rencana tersebut.
Sedang apabila yang akan kita lakukan ternyata bertentangan dengan petunjuk keduanya, maka segeralah ditinggalkan dan dibatalkan demi kebaikan kita.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah.
Tema khutbah yang diberikan kepada saya pada hari ini adalah Keluarga Ideal Pilar Kokohnya Bangsa.
Tema ini tentu amat menarik dan sangat penting untuk menjadi perhatian kita semua.
Mengapa? Karena pada hakikatnya, keluarga adalah komunitas terkecil dan miniatur bangsa.
Wujud bangsa sesungguhnya adalah perkumpulan keluargakeluarga, yang jika demikian maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa keluarga adalah pondasi bangsa.
Bila kondisi keluarga-keluarga itu rukun, tenang dan tentram, maka begitu juga dengan kondisi bangsa.
Sebaliknya bila kondisinya tidak demikian, alias keluarga-keluarga dalam keadaan kacau, ruwet dan amburadul, maka dapat dipastikan, keadaan bangsa juga sedang bermasalah.
Keluarga ideal sesungguhnya adalah keluarga yang adem ayem, harmonis dan dipenuhi kebahagiaan.
Adem ayem karena didasari oleh cinta dan kasih sayang. Harmonis karena hubungan antara suami-isteri, orang tua-anak terjalin erat dan saling mengisi.
Bahagia karena harapan-harapan dari seluruh anggota keluarga dapat terpenuhi dan tercukupi.
Lalu pertanyaannya, bagaimana membina keluarga kita menjadi keluarga ideal, yang pada gilirannya dapat menjadikan bangsa kita kokoh dan kuat? Tiada cara lain untuk mewujudkan keluarga ideal kecuali:
1. Membekali pendidikan agama yang cukup. Minimal anak diajari membaca al-Qur’an, dan diberi pengetahuan tentang fardlu ain, atau kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi selaku orang muslim. Ini adalah kewajiban orang tua.
Bila tidak mampu, sepatutnya orangtua menyerahkan pendidikan anak kepada guru atau atau ustadz atau kiai yang mampu melakukannya. Ini seperti perintah al-Qur’an dalam Surat at-Tahrim (66) ayat 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..." (QS. at-Tahrim [66]: 6)
Tentu tidak cukup sekedar anak diberi tahu, tetapi orang tua wajib terus merawat, mengingatkan dan mensupervisi kebenaran akidah, pengamalan ibadah dan adab atau etika keseharian anak.
2. Hendaknya orang tua menjadi panutan atau role model bagi anak, baik dalam perilaku keseharian, pengamalan ajaran keagamaan, maupun kehidupan sosial kemasyarakatan.
Bila orang tua menyuruh anak jamaah ke masjid, sudah barang tentu karena orang tua juga berangkat ke masjid.
Bapak yang melarang anaknya merokok, tentu karena bapak tidak merokok.
Ibnur Rumi dalam sebuah syairnya berdendang:
ومن قلّة الإنصاف أنّك تبتغي ال ٠ مُهَذَّبَالد نيا ولَسْتَ المهذَّب
Artinya : “Antara hal yang aneh adalah Anda menginginkan anak yang terdidik dalam kehidupannya di dunia, sementara Anda sendiri tidak terdidik”.
3. Senantiasa mendoakan anak agar diberi kemudahan, kelancaran dan kesuksesan dalam segala usaha, dan kebaikan dalam perilaku dan pergaulannya.
Terlebih jika doa-doa itu disertai dengan laku tirakat seperti orang Jawa, atau riyadlah dalam istilah pesantren, yang maksudnya adalah melakukan ritual tertentu dalam bentuk olah raga dan olah jiwa, untuk menggapai sesuatu dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Seperti melakukan puasa Senin Kamis, shalat malam, atau membaca al-Qur’an, sebagai wasilah atau perantaraan, yang kebaikannya dihadiahkan kepada sang anak. Allah berfirman dalam surat al-Ma’idah (5) ayat 35:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣٥
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung." (QS. al-Ma’idah [5]: 35)
Upaya-upaya tersebut bila dilakukan oleh orang tua tentu akan menjadikan hubungan batin yang dekat dan erat antara anak dan orang tua.
Kadang orang tua sudah berusaha mendidik sedemikian rupa, tetap saja anak susah mengerti, acuh dan bahkan ngeyel.
Menghadapi hal seperti ini, sepatutnya orang tua mengadu kepada Allah yang menciptakannya, dengan harapan Allah akan memberi keputusan yang terbaik pada anak tersebut.
Ibaratnya, keris atau tombak yang merupakan benda mati saja, sebab dimintakan “ampuh atau sakti” oleh sang empu pembuatnya kepada Allah Ta’ala, bila diperintah untuk “Berdiri!”, maka keris akan berdiri sendiri.
Bukan sebab ada khadam atau penunggunya, tapi karena kuasa yang diberikan Allah hasil dari riyadlah atau tirakat empu pembuatnya.
Kiranya demikian halnya bila kita meminta kepada Allah apa saja yang kita minta, termasuk agar anak-anak kita diberi kecerdasan, ketaatan, kesuksesan dan lain-lainnya yang dengan riyadlah itu, ketika kita minta agar anak “berdiri, atau ngaji, atau jama’ah”, dia akan segera melaksanakan apa yang kita perintahkan, di samping karena sadar bahwa yang memerintah adalah orang tuanya, juga karena dia merasa didorong oleh “kekuatan gaib” yang mungkin tidak disadarinya.
Dengan tiga hal tersebut, kiranya kita boleh berharap, keluarga-keluarga kita akan diberikan ketentraman, keharmonisan dan kebahagiaan. Dan pada gilirannya, bangsa kita akan menjadi bangsa yang kuat dan selamat, negeri yang aman dan diberkahi dengan berlimpah rejeki:
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
Jamaah Jum’at rahimakumullah.
Demikian khutbah ini disampaikan, semoga dapat dipahami dengan baik. Dan semoga kita senantiasa dimudahkan oleh Allah Ta’ala dalam melaksanakan semua ajaran agama-Nya, amin.
Baca juga: Kumpulan Materi Naskah Khutbah Sholat Jumat 2023 Singkat dan Mudah Dipahami
Itulah kumpulan materi khutbah Jumat singkat bulan Juni 2023, penuh hikmah dan menyentuh.
Baca artikel seputar islam dari Tribun Sumsel lainnya langsung di google news
Khutbah Jumat Lengkap 2023
Naskah Untuk Khutbah Jumat 2023
Kumpulan Khutbah Jumat Lengkap
Lengkap Kumpulan Naskah Khutbah Jumat
Khutbah Jumat
Juni 2023
Tribunsumsel.com
Tribun Sumsel
Doa dan Zikir Jumat Pagi, Lengkap Tulisan Arab, Latin Serta Terjemahannya |
![]() |
---|
Doa Nabi Ibrahim Setelah Membangun Ka'bah, Cocok Untuk Berangkat Haji dan Umroh, Arab Latin dan Arti |
![]() |
---|
Teks Khutbah Jumat Bahasa Sunda 29 Agustus 2025, Tema Maulid Nabi Muhammad |
![]() |
---|
Doa Sebelum dan Sesudah Baca Yasin untuk Orang Meninggal Teks Arab, Latin dan Artinya |
![]() |
---|
Doa Yasin untuk Orang Meninggal, Ini Susunan dan Tata Caranya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.