Berita Nasional

Keputusan MK : Pemilu 2024 Gunakan Sistem Proporsional Terbuka, Ini Penjelasannya

Dalam pendapatnya, MK mengungkapkan tidak ada yang perlu ditakutkan terkait sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024 dapat menimbulkan ancaman ba

|
Editor: Weni Wahyuny
KOMPAS.com / IRFAN KAMIL
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka. 

"Menurut Mahkamah, perbaikan dan penyelenggaraan pemilihan umum dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari sistem kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hak dan kebebasan bereskpresi serta mengemukakan pendapat, kemajemukan ideologi, kaderisasi dalam tubuh partai politik, hingga kepentingan dan aspirasi masyarakat yang direpresentasikan oleh partai politik," kata hakim Saldi Isra.

Seperti diketahui, sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum digugat oleh beberapa orang.

Berdasarkan berkas yang diunggah di laman MK, orang yang menggugat, yaitu Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marjiono.

Para penggugat tersebut memohon agar sistem Pemilu 2024 digelar dengan proporsional tertutup.

Di sisi lain, ada delapan partai politik di parlemen selain PDIP yang tetap menginginkan sistem pemilu digelar secara proporsional terbuka.

Kedelapan partai tersebut yaitu Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN, PKS, Demokrat, dan PPP.

Lalu, persidangan terakhir digelar pada 30 Mei 2023 lalu.

Kendati demikian, dalam perjalanan menuju putusan gugatan sistem Pemilu 2024, eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menyebut memperoleh informasi bahwa MK akan memutuskan sistem Pemilu 2024 digelar secara proporsional tertutup.

Isu tersebut dilontarkannya melalui cuitan di akun Twitter pribadinya, @dennyindrayana, Minggu (28/5/2023).

"Pagi ini (Minggu) saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," tulisnya.

Dirinya juga mengatakan informasi tersebut berasal dari seseorang yang dapat dipercaya kredibilitasnya.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," pungkasnya.

Maksud Sistem Proporsional Terbuka

Dikutip dari Kompas.com, sistem ini digunakan untuk memilih anggota legislatif di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Ketentuan mengenai sistem pemilu legislatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 168 Ayat (2).

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved