Berita Nasional

Keputusan MK : Pemilu 2024 Gunakan Sistem Proporsional Terbuka, Ini Penjelasannya

Dalam pendapatnya, MK mengungkapkan tidak ada yang perlu ditakutkan terkait sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024 dapat menimbulkan ancaman ba

|
Editor: Weni Wahyuny
KOMPAS.com / IRFAN KAMIL
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Pemilu 2024 akan menggunakan sistem proporsional terbuka.

Keputusan tersebut diambil Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta, dalam sidang putusan gugatan Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Kamis (15/6/2023) siang.

Seperti diketahui, sistem pemilu proporsional terbuka yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebelumnya digugat sejumlah orang.

"Dalam pokok permohonan: menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI oleh Tribunnews.

Kendati demikian, salah satu hakim yaitu Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Dalam pendapatnya, MK mengungkapkan tidak ada yang perlu ditakutkan terkait sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024 dapat menimbulkan ancaman bagi Indonesia.

MK pun membeberkan beberapa hal yang melandasinya, seperti adanya aturan terkait aktor politik yang dilarang untuk memiliki pandangan merusak ideologi negara hingga langkah-langkah teknis seperti membatalkan pencalonan legislator terpilih jika membahayakan ideologi dan NKRI.

Selain itu, kata hakim, sistem proporsional terbuka dalam pemilu juga dipandang sebagai perbaikan sistem pemilihan umum untuk memperkuat ideologi negara.

"Dengan pengaturan yang bersifat antisipatif tersebut, pilihan sistem pemilihan umum yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang akan dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mengancam keberadaan sekaligus keberlangsungan ideologi Pancasila dan NKRI," kata hakim.

Hakim juga menyinggung terkait dalil penggugat yang menyebut adanya politik uang ketika sistem proporsional terbuka digelar dalam pemilu.

Namun, menurut hakim anggota Saldi Isra, praktik politik uang akan terjadi dalam jenis sistem pemilu apapun.

Sehingga, Saldi pun memberikan solusi yaitu perbaikan komitmen, penegakan hukum yang harus dilaksanakan, dan pemberian pendidikan politik untuk menolak adanya politik uang.

"Sikap inipun sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah, bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali," tuturnya.

Hakim pun menilai dalil-dalil yang dituliskan penggugat bukan menjadi landasan untuk mengubah sistem pemilu.

Namun, perlu adanya perbaikan di beberapa aspek lain.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved