Berita Palembang

Hujan Buatan di Sumsel, 800 Kg Garam Ditabur di Awan Tiap Hari, Segini Anggaran Modifikasi Cuaca

Sebanyak 800 kilogram garam ditebar di awan setiap harinya guna memancing terjadinya hujan di Sumsel.

Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Vanda Rosetiati
HANDOUT
Sebanyak 800 kilogram garam ditabur di awan setiap harinya guna memancing terjadinya hujan di Sumsel. Penaburan garam untuk proses hujan buatan menggunakan pesawat Casa 212. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Sebanyak 800 kilogram garam ditebar di awan setiap harinya guna memancing terjadinya hujan di Sumsel.

Operasi Teknologi modifikasi cuaca (TMC) di Provinsi Sumsel akan dilaksanakan selama 12 hari mulai Sabtu (10/6/2023).

Hal ini sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) melalui pembasahan lahan.

Pelaksanaan TMC berupa hujan buatan diinisiasi oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dengan nilai operasi mencapai Rp 2,03 miliar.

Teknis TMC ini rencananya berlangsung selama 12 hari dengan menggunakan pesawat Casa 212.

Pejabat Pembuat Komitmen VI BRGM Zulfikar Ali mengatakan, operasi ini digelar untuk membasahi gambut dengan memanfaatkan awan hujan cumulonimbus yang berpotensi masih ada di Sumsel.

"Hujan buatan yang diperoleh dari operasi TMC diharapkan dapat menambah intensitas curah hujan terutama di kawasan rawan terbakar. Operasi ini adalah upaya untuk membuat lahan gambut tetap basah," kata Zulfikar, Senin (12/6/2023).

Baca juga: Tahun 2023 Ditlantas Polda Sumsel Tilang 400 Kendaraan ODOL, Surat Menyurat Disita Tak Boleh Jalan

Menurutnya, idealnya untuk mencegah terjadinya Karhutla di kawasan gambut, setidaknya ketinggian muka air tetap di lahan gambut terjaga sekitar 40 centimeter (cm).

Apalagi berdasarkan prediksi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), akibat pengaruh fenomena El Nino, kemarau tahun ini diprediksi akan lebih panas dibanding tiga tahun terakhir.

Selain melalui upaya TMC, pembasahan juga dilakukan di darat dengan membentuk enam posko yang ditengarai sebagai lokasi rawan terbakar seperti di wilayah Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin.

Sementara itu Direktur Pengelolaan Laboratorium, Fasilitas Riset, dan Kawasan Sains Teknologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tjahjo Pranoto mengatakan, dalam pelaksanaan TMC, pihaknya tetap mengacu pada prediksi BMKG termasuk melacak keberadaan awan hujan dan menghitung kecepatan angin.

"Perhitungan ini harus tepat agar lokasi turunnya hujan bisa tepat sasaran. Jangan sampai hujan turun di daerah yang masih hijau. Terkait efektifitas TMC, itu sangat bergantung pada keberadaan awan hujan. Karena itu, proses penyemaian harus dilakukan di masa peralihan ini dimana awan hujan masih terlihat," katanya

Menurutnya, untuk di Sumsel, TMC akan dilakukan selama 12 kali penerbangan dimana setiap penerbangan akan membawa sekitar 800 kilogram sampai 1 ton garam (NaCl).

"Secara keseluruhan, ini adalah operasi kedua setelah sebelumnya TMC sudah dijalankan di Riau. Selanjutnya, ungkap Tjahjo, TMC berupa hujan buatan juga akan dilakukan di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Daerah tersebut merupakan provinsi rawan Karhutla," katanya

Sedangkan Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim, Kebakaran Hutan, dan Lahan (PPIKHL), Ferdian Kristanto mengatakan, operasi TMC memang sudah harus diterapkan untuk mencegah terjadinya kebakaran di kawasan rawan terutama di lahan gambut.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved