Liputan Khusus Tribun Sumsel

Kesultanan Palembang Tercatat dalam Sejarah, Analisa Budayawan Sumsel Vebri Al Lintani 2

Kota Palembang mempunyai dua sultan, namun siapa yang tahu bahwa sultan tersebut memiliki makna yang berbeda.

Editor: Vanda Rosetiati
DOK TRIBUN SUMSEL
Liputan khusus Tribun Sumsel, tahta tanpa istana. Kota Palembang mempunyai dua sultan, analisa Budayawan Sumsel Vebri Al Lintani perihal sultan tersebut memiliki makna yang berbeda. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Kota Palembang mempunyai dua sultan, analisa disampaikan Budayawan Sumsel Vebri Al Lintani.

Namun siapa yang tahu bahwa sultan tersebut memiliki makna yang berbeda.

Meskipun ada sultan namun nyatanya tak ada keraton atau istana.

Kesultanan Palembang Darussalam itu tercatat dalam sejarah dan memang ada, serta keturunannya masih ada.

Pada masa itu telah mengembangkan peradaban kebudayaan Palembang Darussalam.

Keratonnya dulu ada di Benteng Kuto Besak, sebelumnya ada kuto kecil. Kuto itu pembatas yang di dalamnya ada Istana.

Kesultanan Palembang Palembang Darussalam itu ada. Pada 1821 Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Ternate kemudian Belanda mengangkat keponakan yaitu Prabu Anom menjadi Sultan dan Susuhunan Najamudin.

Baca juga: LIPSUS: Tahta Tanpa Istana, Pemkot Palembang Siapkan Anggaran Pembangunan Istana Kesultanan 1

Tiga tahun kemudian Belanda membubarkan kesultanan Palembang Darussalam, sejak itu BKB dikuasai oleh Belanda. Benteng kuto kecik dihancurkan dan kemudian diatasnya dibikin yang saat ini Museum SMB II.

Pada 1821 masih ada keraton kemudian 1824 Belanda menguasai secara penuh dan 1825 Belanja membubarkan dan menganti Kesultanan Palembang Darussalam menjadi Hindia Belanda atau Keresidenan Palembang Darussalam.

Tentunya Belanda merombak bangunan menurut selera mereka, sehingga bangunan tersebut sudah seperti bangunan Belanda. Seharusnya ketika Merdeka pemerintah memberikan kembali kesultanan tapi negara terlampau happy dan menduduki BKB sampai bertahun-tahun dan tanpa ingat asal usulnya.

Saat 1945 juga tidak ada yang mengangkat identitas Palembang Darussalam, malah yang muncul Sriwijaya. Semua nama Sriwijaya, Unsri, Pangdam II, Pupuk dan lain-lain. Sedangkan Kesultanan Palembang Darussalam tengelam dan tidak digunakan.

Lalu 2003 ada keinginan masyarakat Palembang ada Sultan lagi untuk meneruskan bukan secara politik, melainkan secara budaya. Dia sebagai simbol kesultanan dan penerus atau memelihara peninggalan yang ada baik fisik dan non fisik.

Supaya kuat memperjuangkan Palembang Darussalam maka ada Sultan. Ada seminar dan lain-lain akhirnya dipilih Sultan Mahmud Badarudin III Prabu Diraja dan dia aktif sebagai Polisi dengan pangkat Kombes.

Sultan yang dipilih berdasarkan silsilah, namun memang tidak bisa menempati keratonnya karena dikuasai militer atau di bawah pengawasan Kodam II Sriwijaya. Padahal dulunya di sana ada istana, dan seharusnya Sultan menempati istana itu.

Meskipun hanya Sultan budaya ia harus kuat secara silsilah dan kemudian ada juga peninggalan seperti stempel. Palembang jelas-jelas ada Sultan, tapi nggak ada keratonnya.

Kemudian 2006 ada musyawarah membentuk Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam dan terpilih Ketuanya Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin. Lalu mereka mengadakan halal bihalal, ternyata ada penobatan Iskandar jadi Sultan, ya pada ribut lah.

Lalu Johan Hanafiah yang juga sebagai pemrakarsa Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam menelpon saya, dia menjelaskan Sultan yang disandang Sultan Iskandar itu sebagi Sultan organisasi Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam tersebut.

Menurut mereka, nantinya lima tahun berikutnya dipilih lagi siapapun yang jadi ketua jadi Sultan untuk jadi Ketua Himpunan Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam. Namun persoalannya nggak ganti-gantian, karena nggak ada lagi musyawarah dan beku. Artinya nggak ada lagi legitimasi Sultannya karena tidak ada lagi musyawarah.

Kalau yang tidak tahu asal usul penyebutan Sultan pada Sultan Iskandar ya pada mengira seperti Sultan SMB III atau IV. Padahal berbeda, kalaupun diurutkan silsilah juga jauh.

Kemudian di 2010, Fauwaz Diradja SH MKn dinobatkan sebagai SMB IV karena silsilah keturunan SMB III. Dalam konveksi kesultanan maka ke anaknya.(nda)

Baca berita lainnya langsung dari google news

Silakan gabung di Grup WA Tribunsumsel

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved