Tambang Batubara Ilegal Muaraenim

Curhat Pekerja Selamat dari Tambang Longsor, Jadi Tersangka, Terpikir Anak dan Istri di Kampung

Ia bersama dua orang rekannya tersebut nekat merantau ke Muaraenim karena adanya himpitan ekonomi

Penulis: Ika Anggraeni | Editor: Wawan Perdana
Tribun Sumsel/ Ika Anggraeni
Bambang Bin Sinjani (38 tahun), warga Sumber Agung, Kecamatan Kepoh Baru, Kabupaten Bojonegoro, merupakan satu dari tiga pekerja tambang ilegal yang selamat dalam tregedi longsor, Jumat(21/10/2020). 

TRIBUNSUMSEL.COM,MUARAENIM-Bambang Bin Sinjani (38 tahun), warga Sumber Agung, Kecamatan Kepoh Baru, Kabupaten Bojonegoro, merupakan satu dari tiga pekerja tambang ilegal yang selamat dalam tragedi longsor, Rabu (21/10/2020).

Tragedi longsor itu menewaskan 11 pekerja tambang batubara ilegal.

Bambang dalam peristiwa tersebut selamat bersama dua orang rekannya Mahmud (26 tahun) warga Batu Menyang kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Lampung Selatan dan Dadang Supriatna (56 tahun), warga Pengalengan Kabupaten Pandeglang Bandung Selatan.

"Kami tidak tahu kalau tambang itu ilegal, karena baru kerja di sana, tahunya setelah kami ditangkap polisi,"ungkapnya, Jumat (23/10/2020).

Dijelaskannya bahwa ia bersama dua orang rekannya tersebut nekat merantau ke Muaraenim karena adanya himpitan ekonomi.

Baca juga: Kesaksian Pekerja Selamat dari Longsor Tambang Ilegal di Muaraenim, Pasrah Pejamkan Mata

"Saya punya anak dua dan istri yang harus dihidupi, karena tidak punya pekerjaan tetap,dan diajak temen katanya kerja di tambang yang ada disini, jadi ya saya ikut,"

"Saya tidak tahu kalau tambang itu ilegal dan dilarang, dan di lokasi kejadian itupun baru hari pertama kami diajak mandor untuk membuat jalan, ya kami nurut saja, karena kami cuma numpang cari makan untuk keluarga kami,"tuturnya.

Bambang tak menyangka selamat dari peristiwa tersebut.

"Jujur saja, saya masih syok, karena teman-teman yang meninggal itu berada tepat didepan saya, cuma jaraknya saja berbeda, mereka berada di tengah kerja memasukan lumpur kekarung, sementara saya berada di didekat dinding di bagian ujung galian,"

"Tiba-tiba saja tanah itu tumpah dan mengubur teman-teman saya hidup-hidup hingga mereka tewas, kalau saja posisi saya di tengah-tengah juga bersama mereka , pasti sayapun tertimbun dan tewas,"ungkapnya.

Iapun juga mengatakan setelah melihat teman-temannya tertimbun, langsung menjerit sejadi-jadinya meminta tolong.

"Saya menjerit ketakutan, badan saya lemas dan gemetar, bagaimana tidak, saya hampir dijemput maut, sampai sekarang saya masih terbayang-bayang saat tanah itu tiba-tiba longsor dan menimbun teman-teman saya,"katanya.

Menurut Bambang, ini pertama kali dalam hidupnya bekerja di tambang.

"Sebelumnya saya ini kuli bangunan tapi karena lagi butuh pekerjaan untuk menghidupi keluarga dan ada tawaran kerja di tambang ya saya ikut saja," katanya.

Iapun tak menyangka kalau akhirnya ia bersama kedua teman-temannya akhirnya harus berurusan dengan polisi.

"Saya sudah pasrah, dan tidak bisa berbuat apa-apa, rasanya kami terkena buah simalakama, kami cuma numpang cari duit, tapi kami benar-benar tidak tahu kalau itu melanggar dan dilarang,"

"Yang saya pikirkan saat ini cuma anak dan istri saya, kasian mereka, mereka bergantung pada saya namun disini kami ditangkap polisi,"jelasnya.

Iapun berharap agar ada kebijakan dan pertimbangan dari aparat hukum untuk ia dan rekan-rekannya yang lain.

"Kami cuma orang kecil yang cuma numpang untuk mencari nafkah untuk keluarga, kami benar-benar tidak tahu, kami berharap kami bisa dibebaskan dan bisa kembali bertemu keluarga kami, kami sudah pasrah sekarang dengan nasib kami,"harapnya.

Melihat Lokasi Tambang

Tribunsumsel menerjukan tim ke lokasi tambang. Hasil pantauan, kubangan raksasa di Desa Penyandingan Kecamatan Tanjung Agung Kabupaten Muaraenim seakan menjadi kuburan masal belasan orang penambang batubara ilegal.

Sebelas orang meninggal di lokasi, sementara tiga orang selamat dari maut karena berhasil melarikan diri sebelum tebing kerukan tanah setinggi delapan meter yang menjadi mereka mengikis batubara runtuh.

Lokasi penambangan berada sekitar tiga kilometer jalan lintas tengah. Akses jalan menuju lokasi melalui akses sebuah perusahaan pembangkit.

Kemudian dilanjutkan berjalan kaki atau menggunakan kendaraan roda dua.

Penambangan ilegal itu bukan berada di lahan kosong, lokasi itu mulanya adalah kebun sawit disekitarnya.

Umur pohon sawit itu cukup tua terlihat dari besarnya batang yang melebihi diameter tiang listrik.

Tak hanya ada satu kubangan raksasa, di kawasan tempat kejadian peristiwa memilukan itu ada belasan kubangan lain.

Sebagian nampak masih beroprasi karena terlihat tumpukan karung berisi " emas hitam " itu.

Kubangan raksasa itu nampak tidak semua dikerjakan manual oleh tangan manusia. Guratan "kuku" alat berat terlihat di dinding kubangan. Tanah kerukan pun menggunung di sisi kubangan.

Longsoran yang menimpa para korban nampaknya bukan yang pertama. Di sejumlah kubangan lain terlihat kerangka penopang lorong yang terbuat dari kayu. Kerangka itu yang kemungkinan menopang tanah bagian atas lorong.

Di sisi masing-masing kubangan terlihat sejumlah pondok beratapkan terpal yang ditengarai menjadi tempat istirahat para penambang. Di pondok itu tak hanya ada tempat tidur ada pula sejumlah alat masak.

"Informasi yang saya terima mereka baru mau membuat lorong saat itu, mereka kerja berdekatan dan terjadilah longsoran dari dinding sebelah kanan, sehingga banyak yang tertimbun," ungkap Kapolsek Tanjung Agung, Faisal P Manalu SH SIK.

Pada saat kejadian, setidaknya ada 14 orang yang berada di lokasi tambang ersebut.

Mereka berbagi tugas, 13 pekerja berada di dalam galian untuk mengangkut lumpur dan menggali di lokasi penambangan dan satu orang pekerja berada di luar galian.

Pada saat 13 pekerja sedang menggali dan sebagian estafet mengangkut lumpur yang dimasukan ke dalam karung, sekitar pukul 13.00 tiba-tiba tanah di tebing sebelah kanan jalan sekitar setinggi 9 meter tersebut longsor dan menimpa sebelas orang pekerja.

Dua orang di dalam galian lolos, dan juga seorang di luar galian.

Sebelas korban yang posisinya tertimbun longsor itu tertimbun hingga kedalaman delapan meter.

"Kami lakukan evakuasi menggunakan alat berat sehingga evakuasi berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan," lanjutnya.

Polisi bersama masyarakat melakukan evakuasi menggunakan alat berat untuk mempermudah pencarian. Saat ditemukan posisi mereka berdekatan satu sama lain dalam kondisi sudah meninggal dunia.

"Pada saat kejadian tersebut mereka ini posisinya saling berdekatan, tanah longsor dari sebelah kanan itu kemungkinan menyebabkan para korban berkumpul karena himpitan tanah," kata Faisal.

Aktivitas penambangan batubara di kubangan yang menjadi lokasi kejadian kemungkinan dilakukan secara berkelompok hingga belasan orang. Mereka mengikis dinding tanah dan mengambil batubara kemudian memasukkan ke dalam karung.

"Kalau titik penambangan ilegal ini di kecamatan Tanjung Agung ada sekitar 11-15 titik. Pasca kejadian itu mereka kini tidak beraktivitas lagi sesuai dengan arahan dari bapak Bupati," katanya

Faisal menegaskan penyelidikan terhadap kasus tersebut kini ditangani sepenuhnya oleh polres Muaraenim. Ada sejumlah orang yang selamat kini sudah dimintai keterangan terkait kejadian itu.

Tampak petugas Inafis Polres Muara Enim melakukan oleh TKP dan memasang garis polisi. Selain itu, tampak tim Tagana Muara Enim, anggota Polres Miara Enim, dan Kodim Muara Enim. Suasana lokasi tambang tampak tidak ada aktivitas pekerja. Pondok beratap terpal yang biasa ditempati petambang terlihat kosong.

Kapolres Muaraenim, AKBP Donni Eka Syahputra mengatakan, pihaknya telah mengamankan tiga orang yang selamat dalam kejadian itu.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved