Tak Kunjung Dapat Lahan untuk Digarap, Warga Transmigrasi Terpaksa Kerja Serabutan
Selain itu mendapat seperempat hektar yang diperuntukkan untuk lokasi pemukiman.
Ibrahim sendiri merupakan warga asli Madiun, Jawa Tengah. Ia datang ke daerah transmigrasi Sungai Rambutan, Ogan Ilir (OI) pada tahun 2008.
Transmigrasi ini merupakan kerjasama antara Pemkab OI dan Madiun. Pemkab OI menawarkan kepada Pemkab Madiun untuk menempatkan warganya di lahan transmigrasi.
Satu orang peserta transmigrasi dijanjikan lahan seluas dua seperempat hektar. Selama 1,5 tahun pertama peserta transmigrasi diberi jatah hidup.
" Sekarang jatah hidup sudah tidak diberikan lagi sedangkan lahan belum menghasilkan," jelas Ibrahim.
Kehidupannya di kota asalnya juga tidak sebaik saat berada di lokasi transmigrasi. Ia masih menumpang bersama orangtuanya. Sementara ia harus menafkahi istri dan anaknya.
Lokasi transmigrasi tepatnya di SP II memang sudah banyak ditinggalkan pemiliknya. Hal ini lantaran adanya masalah lahan yang belum juga diterima oleh peserta transmigrasi. Ibrahim sendiri baru mendapatkan satu hektar lahan.
" Bagi mereka yang mempunyai aset di Jawa lebih memilih pulang. Melihat lahan tidak layak, ya pulang kembali," terangnya.
Kepala KTM Rambutan, Aidil, mengatakan benar jika satu kepala keluarga mendapat dua seperempat hektar.
Menurut Aidil, meskipun banyak perumahan transmigrasi yang kosong tak ditempati, tapi semua itu sudah dimiliki warga.
Mereka kebanyakan dari warga transmigrasi lokal.
Sementara bagi warga trans dari Jawa, hanya beberapa saja yang pulang ke tempat asal dan mayoritas masih bertahan hingga sekarang.
Untuk persoalan lahan, menurutnya terdapat beberapa faktor penyebabnya antara lain diperjualbelikan dan penyerobotan lahan.
Saat ini, persoalan lahan masih menunggu keputusan dari kementerian, bagaimana tindakan selanjutnya.
"Kami hanya menyalurkan apa yang menjadi keluhan warga. Soal lahan seperti jualbeli hingga penyerobotan lahan kami tidak berkompeten.
Persoalan ini sudah disampaikan ke kementerian, saat ini, ya masih menunggu kejelasannya," ucap dia.
Selain ketidakjelasan soal lahan, bencana banjir juga menjadi kendala setelah persoalan lahan.
Selama menempati transmigrasi di SP II itu, kerap terjadi banjir besar. Tahun 2010 dan 2013 sebagai contohnya.
Air meluap tinggi hingga mengakibatkan kerugian pada tanaman yang ditanam.