Tak Kunjung Dapat Lahan untuk Digarap, Warga Transmigrasi Terpaksa Kerja Serabutan

Selain itu mendapat seperempat hektar yang diperuntukkan untuk lokasi pemukiman.

Editor: M. Syah Beni
TRIBUNSUMSEL/ ANDI AGUS T
Rumah warga Transmigrasi di KTM Rambutan Indralaya saa terendam banjir. Selain bencana banjir warga juga dibingungkan permasalahan lahan yang belum dapat untuk digarap. 

Padahal ketika tiba di pemukiman transmigrasi tahun 2008 dulu, pihak-pihak terkait bersama ratusan warga lainnya sudah ditunjukkan tanah untuk lahan usaha mereka sebanyak dua hektar.

"Ini lahan kami, sebelahnya lahan tetangga kami. Pokoknya dulu sudah tahu semua lahan-lahan mereka. Aku malah sudah jual motor buat beli bibit sawit. Tapi ya begitu, lahannya sampai sekarang tidak dapat-dapat," keluhnya.

"Kalau dari kemarin itu lahan kita tidak bermasalah seperti sekarang, sudah panen sawitnya,"tambahnya

Persoalan lahan usaha ia tak mengetahui secara pasti akar permasalahannya. Sepengetahuan dirinya, ketika awal transmigrasi semuanya sudah ditunjukkan lahan usaha masing-masing, disitulah timbul permasalahan.

Ketika warga transmigrasi yang berasal dari berbagai daerah itu hendak membuka lahan usahanya, terdapat pertentangan dari warga bukan transmigrasi. Mereka mengklaim lahan usaha yang hendak digarap warga transmigrasi adalah lahan mereka. Dari situlah timbul permasalahan.

Kini, untuk bertahan hidup tanpa adanya lahan usaha yang bisa digarap, ratusan warga transmigrasi yang masih bertahan di tempat tersebut bekerja serabutan. Ada yang bekerja sebagai buruh hingga merantau, tak terkecuali Esti.

"Mau pulang ke Jawa? Malu. Sudah disini saja. Lagian mau pulang gak ada uang," katanya.

Cikal Bakal Persoalan Lahan

Slamet, warga transmigrasi juga mengamini permasalahan lahan memang menjadi persoalan menyusutnya jumlah warga transmigrasi hingga saat ini.

Banyak warga memilih pergi merantau mengadu nasib ke berbagai daerah, sebab lahan yang ditempat itu tidak pasti.

Soal lahan diungkapkan Slamet, terjadi antara warga bukan transmigrasi. Ketika hendak membuka lahan transmigrasi yang sudah dibagikan ternyata ada pertentangan dari warga bukan transmigrasi.

Mereka mengklaim bahwa lahan tersebut milik mereka, hingga akhirnya terjadi jual beli lahan di tempat tersebut oleh mereka. Selain itu ada pula pencaplokan lahan oleh PT tertentu.

"Permasalahan ini sebenarnya sudah kami sampaikan ke semua pihak. Tapi sampai sekarang belum ada keputusan yang pasti. Lahan yang dulu diklaim warga bukan transmigrasi diperjualbelikan padahal dalam peta itu lahan kami, jatah kami," ujarnya.

Ia menerangkan kondisi warga SP II. Saat ini, persoalan lahan yang terparah terjadi pada SP II KTM Sungai Rambutan. Di SP II tersebut warga transmigrasi belum semuanya memiliki lahan. Mereka hanya memiliki lahan seperempat hektar yakni lokasi perumahan saja.

Sementara dua hektar lahan usaha belum dimiliki. Memang ada sebagian warga SP II yang sudah memiliki lahan usaha. Namun dari 300 kepala keluarga hanya sebagian saja yang dapat, itupun lahan usaha I saja.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved