Kisah Haru Keturunan Belanda yang Berjuang Menjadi Pemanggang Kemplang dan Mengumpulkan Rongsok
"Kenapa harus malu. Saya bantu orangtua. Terserah orang mau bilang apa, yang jelas kami mencari rejeki halal,"
TRIBUNSUMSEL.COM, BATURAJA - Febrianti (15) gadis cantik memiliki keturunan darah belanda ini terlihat gigih menghadap panasnya bara api.
Bermodalkan penjepit, terbuat dari serutan bambu dan kawat, wanita yang akrab disapa Yanti ini khusyuk menghadap panasnya bara api, untuk memanggang kemplang (makanan khas sumsel sejenis kerupuk).
Butiran keringat menghiasi mukanya yang putih kemerahan. Abu sisa bara api menyelimuti putri kelahiran 2 Februari 2000 ini.
Sedikitpun tak terucap keluh kesah dari bibirnya yang imut kemerahan bak anggur merah.
Hal ini tidak ia sembunyikan. Semua teman sekolahnya tahu kondisinya, namun ia mengaku tak sedikitpun terlintas rasa malu dan hina.
"Kenapa harus malu. Saya bantu orangtua. Terserah orang mau bilang apa, yang jelas kami mencari rejeki halal," celotehnya sambil memanggang kemplang.
Meski hidup dalam keluarga perekonomian di bawah garis rata-rata baik, tidak menyurutkan semangatnya untuk menempuh pendidikan.
Bahkan, meski kondisi demikian, ia tidak kalah bersaing dalam dunia pendidikan.
Juara satu sudah biasa waktu menempuh pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Bahkan sekarang ini ia masih bisa mempertahankan peringkatnya di posisi lima besar di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) di Baturaja.
"Orangtua saya tidak pernah memaksa saya. Malah mereka menyuruh fokus untuk belajar," cerita putri pasangan Usman Gustami ini.
Yanti mengaku kegiatan memanggang kemplang membantu orang tuanya sudah ia geluti sejak duduk dibangku SMP. Kegiatan ini, tidak mengganggu aktifitas belajarnya.