Berita Musi Rawas

'Broken Home' Jadi Salah Satu Penyebab Kasus Kekerasan Pada Anak dan Perempuan di Musi Rawas

Broken home disebut menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Musi Rawas.

Penulis: Eko Mustiawan | Editor: Shinta Dwi Anggraini
TRIBUN SUMSEL
ILUSTRASI KORBAN -- UPT PPA Musi Rawas dalam keterangannya, Sabtu (15/11/205) menyebut, broken home menjadi salah satu penyebab munculnya kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Kabupaten Musi Rawas. 

Ringkasan Berita:
  • Broken home disebut menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Musi Rawas
  • Sepanjang tahun 2025, ada 16 kasus kekerasan pada anak dan perempuan yang ditangani UPT PPA Musi Rawas
  • Kasus kekerasan pada anak dan perempuan di wilayah itu didominasi kekerasan seksual

 

TRIBUNSUMSEL.COM, MUSI RAWAS -- Sepanjang 2025 (Januari-Oktober), Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Musi Rawas, menangani 16 kasus kekerasan pada perempuan dan anak. 

Di mana salah satu penyebabnya adalah faktor keluarga atau yang mengalami broken home.

Broken home adalah istilah untuk kondisi keluarga yang tidak utuh atau tidak harmonis, yang umumnya disebabkan oleh perceraian, perpisahan orang tua, atau konflik berkepanjangan. 

Lebih rinci, UPT PPA Musi Rawas mencatat, kasus kekerasan pada anak dan perempuan di wilayah itu didominasi kekerasan seksual sebanyak 13 kasus, 1 kasus kekerasan fisik dan 2 kasus kekerasan psikis.

Kepala DP3A Musi Rawas, M Rozak melalui Kepala UPT PPA, Joni Candra mengatakan, dari 34 kasus tersebut, 28 kasus terhadap anak dan 11 kasus terhadap perempuan. 

Disinggung soal faktor penyebabnya, Joni mengatakan, dari sekian banyaknya kasus yang sudah dilakukan pendampingan, ada 5 faktor utama penyebab kekerasan terhadap anak maupun perempuan di Musi Rawas.

Pertama, adalah faktor keluarga atau broken home. Biasanya, baik anak maupun perempuan yang menjadi korban ataupun pelaku kekerasan, yang keluarganya berantakan.

"Seperti orang tuanya yang bercerai, sehingga dia harus tinggal dengan orang lain, baik kakek ataupun keluarga lainnya. Karena, biasanya pelaku dari kekerasan ini, khususnya kekerasan seksual adalah orang terdekat korban," jelasnya.

Faktor kedua adalah masalah ekonomi. Karena, rata-rata korban dari kekerasan ini adalah dari golongan ekonomi kebawah. Ketiga, adalah faktor lingkungan yang bebas dan tanpa pengawasan orang tua.

"Faktor keempat pendidikan yang rendah, dan yang terakhir itu faktor agama yang pengetahuan tentang agamanya kurang. Kebanyakan ini, yang menjadi pemicu terjadinya kekerasan," ungkapnya. 

Ditambahkan Joni, UPT PPA ini lebih terfokus pada penanganan. Artinya, setelah mendapat laporan atau berita terkait kekerasan yang melibatkan anak maupun perempuan, pihaknya akan turun melakukan pendampingan baik terhadap korban maupun pelaku.

"Kami lebih fokus ke penanganan, kalau untuk pencegahannya ada di Dinas melalui bidangnya," tegasnya.

Di mana dijelaskan Joni, tugas dari UPT PPA adalah memberikan layanan kepada perempuan dan anak yang mengalami masalah kekerasan. Kemudian, masalah diskriminasi dan perlindungan khusus masalah hukum lainnya.

"Hal itu tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) nomor 48 tahun 2019, tentang pembentukan UPT PPA," tambahnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved