Sidang Korupsi PMI Palembang

Hakim Tolak Eksepsi Eks Wawako Palembang, Fitrianti Agustinda dan Suami di Kasus Korupsi PMI

Putusan sela ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Masriati S.H., M.H., dalam sidang yang digelar di PN Palembang, Selasa (21/10/2025).

Penulis: Rachmad Kurniawan | Editor: Slamet Teguh
Tribunsumsel.com/ Rachmat Kurniawan
EKSEPSI -- Mantan Wakil Walikota Palembang Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah PMI Kota Palembang mendengar putusan sela atas eksepsi yang sebelumnya diajukan, Selasa (21/10/2025). Majelis hakim menolak eksepsi karena harus dibuktikan lewat pembuktian pokok perkara di persidangan. 

Ringkasan Berita:- Eks Wakil Walikota Palembang, Fitrianti Agustinda terjerat kasus korupsi PMI Palembang.
- Eksepsi Fitrianti Agustinda dan suami ditolak majelis hakim
- Sidang kasus korupsi PMI Palembang berlanjut

 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG — Sidang kasus dugaan korupsi biaya pengganti pengolahan darah Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang yang menyeret mantan Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda, dan Dedi Sipriyanto, dipastikan berlanjut ke tahap pembuktian.

Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Palembang menolak seluruh nota keberatan atau eksepsi yang diajukan pihak terdakwa.

Putusan sela ini dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Masriati S.H., M.H., dalam sidang yang digelar di PN Palembang, Selasa (21/10/2025).

"Menolak eksepsi terdakwa, menyatakan pemeriksaan perkara tetap dilanjutkan ke tahap pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi," ujar Hakim Masriati.

Baca juga: Didakwa Rugikan Negara Rp 4 M di Korupsi PMI Palembang, Fitrianti Agustinda Persoalkan Audit BPKP

Baca juga: Sosok Dedi Sipriyanto Digugat Cerai Eks Wawako Palembang, Fitrianti Agustinda, Tersangka Korupsi PMI

Dalil Kerugian Negara dan Audit BPKP Ditolak

Dalam eksepsinya, tim penasihat hukum terdakwa mempersoalkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dinilai tidak lengkap, tidak jelas, dan tidak cermat. Poin keberatan utama adalah mengenai dualisme penghitungan kerugian negara.

Pihak terdakwa menyinggung bahwa JPU menggunakan hasil audit BPKP RI Provinsi Sumsel, sementara pihak terdakwa mengklaim telah menjalankan audit dari BPK RI yang menyatakan tidak ada kerugian negara.

Penasihat hukum juga berpendapat bahwa PMI Kota Palembang memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sendiri sehingga penentuan kerugian negara harus meneliti sumber pendanaan.

Namun, Majelis Hakim menegaskan bahwa seluruh dalil keberatan tersebut bukanlah materi eksepsi sebagaimana diatur dalam KUHAP, melainkan merupakan materi pokok perkara yang harus dibuktikan melalui pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti di persidangan.

Digunakan untuk Kepentingan Pribadi

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menguraikan bahwa dugaan tindak pidana korupsi ini dilakukan sejak tahun 2020 hingga tahun 2023, dengan total kerugian negara dari penyimpangan pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah.

Salah satu dugaan penyimpangan yang mencuat adalah adanya pembelian dua unit mobil, yaitu Toyota Hi-Ace pada tahun 2020 dan Toyota Hilux pada tahun 2023, dengan total keseluruhan mencapai Rp807,3 juta.

Jaksa mendakwa Terdakwa Dedi Sipriyanto memerintahkan pembelian mobil secara kredit, bahkan meminta penggunaan nama orang lain untuk memuluskan transaksi tersebut.

"Kedua mobil Hi-Ace dan Hi-lux yang dibeli itu digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi terdakwa Dedi Sipriyanto," ungkap JPU.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved