Berita Nasional

Sosok Syamsul Jahidin Penggugat UU Polri Buat 8 Jenderal Polisi Terancam Dicopot dari Jabatan Sipil

Anggota Korps Bhayangkara kini dilarang menduduki jabatan sipil sebelum mengundurkan diri atau pensiun.

|
Editor: Moch Krisna
Mkri.id/Humas MK/Panji
ADVOKAT MUDA - Syamsul Jahidin pemohon uji materi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri), di ruang sidang panel MK, Selasa (29/7/2025). Kini, advokat muda ini menggugat uang pensiun seumur hidup mantan anggota DPR RI ke MK. 

Sebagai anggota Dewan Pengacara Nasional (DPN), ia aktif berbagi ilmu melalui Instagram @syamsul_jahidin, di mana ia membahas kasus-kasus kompleks dan ekspansi firma hukumnya.

Kepada Tribunnews, Syamsul mengungkap masih tercatat sebagai satpam meskipun berprofesi juga sebagai advokat di tengah kesibukannya menjalani kuliah pascasarjana.

"Hingga saat ini saya memegang sertifikasi sebagai assesor atau penguji dan penilai dari Sertifikasi LSP PP Polri, menguji kelayakan personel Satpam," ujarnya dihubungi pada Kamis (30/10/2025)

 

Sempat Gugat Uang Pensiun Anggota DPR

Sosok Syamsul juga merupakan penggugat tunjangan pensiun seumur hidup bagi mantan anggota DPR.

Gugatan ke MK terdaftar dengan nomor 176/PUU-XXIII/2025 yang diajukan pada 30 September 2025.

Syamsul menargetkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Asas-asas Pemerintahan yang Baik, menyoroti ketidakadilan sistem yang memberikan hak istimewa kepada elite politik sambil merugikan rakyat biasa.

Berdasarkan Surat Menteri Keuangan No. S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR No. KU.00/9414/DPR RI/XII/2010, mantan anggota DPR yang menjabat hanya satu periode (lima tahun) berhak atas 60 persen gaji pokok seumur hidup, plus tunjangan hari tua Rp15 juta sekali bayar.

Sejak 1980, sekitar 5.175 penerima telah membebani APBN hingga Rp226 miliar.

Menurutnya, rakyat bekerja 10-35 tahun untuk pensiun, sementara dewan hanya lima tahun menerima tunjangan pensiun seumur hidup bahkan bisa diwariskan.

Syamsul menambahkan bahwa status DPR sebagai Lembaga Tinggi Negara tak boleh jadi alasan hak istimewa, bertentangan dengan asas keadilan sosial UUD 1945.

(*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved