Berita Viral

Tampang Faisal Tanjung, Oknum LSM yang Laporkan 2 Guru SMAN 1 Luwu Utara Berujung Pemecatan

Faisal Tanjung, oknum LSM di Luwu Utara, Sulawesi Selatan (Sulsel) yang melaporkan guru SMAN 1 Luwu Utara Rasnal dan Abdul Muis tuai kritikan

Penulis: Aggi Suzatri | Editor: Weni Wahyuny
Tangkapan Layar Facebook Faisal Tanjung
PELAPOR GURU - Faisal Tanjung oknum LSM laporkan dua guru SMAN 1 Luwu Utara terkait pungutan uang ke orang tua siswa sebesar Rp 20 ribu. Kini ia buat klarifikasi dan seolah tak ingin disalahkan karena dirinya hanya melaporkan, bukan yang memberi vonis bahkan memecat. 

Ia berupaya mengalihkan fokus dari perannya sebagai pelapor ke lembaga-lembaga yang berwenang dalam mengambil keputusan:

  • Vonis: Merujuk pada keputusan pengadilan (hakim/Majelis Hakim).
  • Periksa: Merujuk pada proses penyelidikan/penyidikan kepolisian atau jaksa.
  • Berhentiin (PTDH): Merujuk pada keputusan kepegawaian oleh instansi yang berwenang (Pemerintah Provinsi/Badan Kepegawaian Daerah).

Dengan kata lain, Faisal menyiratkan bahwa publik seharusnya menghakimi pihak-pihak yang mengambil keputusan hukum dan administratif, bukan dirinya sebagai pelapor.

Baca juga: Faisal Tanjung Oknum LSM Laporkan Dua Guru SMAN 1 Luwu Utara, Akun Facebook Kini Banjir Hujatan

Ada balasan dari akun bernama Arzad Idhuan yang memberikan kritik langsung kepada Faisal Tanjung, menunjukkan bahwa warganet melihat peran Faisal sebagai pemicu masalah.

"Faisal Tanjung yang bikin status siapa kanda?" tulis Arzad Idhuan.

"Oohhgh yang bikin status Begani di hakimi." balas Faisal Tanjung.

Selain itu, ia menegaskan bahwa dirinya hanya sebagai warga negara yang melaporkan dugaan pelanggaran, sementara keputusan pemecatan berada di tangan pihak berwenang.

"Kalau tidak salah harusnya bebas dong, atau putusan MA yg salah, karena dia yg menentukan benar salah, di hukum dan tidak di hukum, Bukan yang lain.." balasnya lagi.

LSM PELAPOR GURU - Potret Faisal Tanjung saat menghadiri sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP KPU Lutra di Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Kota Makassar, Senin (14/12/2020). Faisal Tanjung ramai dicari karena disebut aktivis LSM pelapor dua guru SMA di Lutra hingga dipecat.
LSM PELAPOR GURU - Potret Faisal Tanjung saat menghadiri sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran KEPP KPU Lutra di Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Kota Makassar, Senin (14/12/2020). Faisal Tanjung ramai dicari karena disebut aktivis LSM pelapor dua guru SMA di Lutra hingga dipecat. (dkpp.go.id)

Berikut isi postingan Faisal Tanjung dikutip dari Facebook-nya:

"Menelisik Praktik Pungutan Uang Komite di Sekolah.
Isu mengenai pungutan uang komite di sekolah negeri, di salah satu sekolah di luwu utara terus menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Dalam banyak kasus, pungutan ini kerap dibungkus dengan istilah “kesepakatan bersama”, padahal di lapangan seringkali muncul pertanyaan mendasar terkait transparansi, keadilan, dan legalitasnya. Kasus serupa terjadi di beberapa sekolah, di mana praktik pengumpulan dana berlangsung bertahun-tahun tanpa evaluasi yang jelas.

1. selama empat tahun berturut-turut, para orang tua murid diwajibkan membayar iuran komite sebesar Rp30.000-Rp20.000 per bulan. Jika dihitung secara keseluruhan, jumlahnya tentu mencapai angka yang cukup besar. Namun hingga kini, tidak pernah ada evaluasi terbuka dari pihak guru maupun komite sekolah mengenai besaran dana yang telah terkumpul dan bagaimana dana tersebut digunakan. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar tentang tanggung jawab dan transparansi pengelolaannya.

2. dalam rentang waktu tahun 2018 hingga 2021 pada saat itu, pandemi COVID-19 menyebabkan kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah dihentikan. Dalam situasi di mana aktivitas sekolah berkurang drastis, pertanyaan logis muncul: mengapa iuran komite tetap diberlakukan, padahal sebagian besar kegiatan operasional tidak berjalan seperti biasa? Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pungutan tidak disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan.

3. pemerintah sebenarnya telah memberikan solusi melalui kebijakan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selama masa pandemi, hingga 50 persen dari dana BOS diperbolehkan digunakan untuk membayar honor guru non-PNS yang terdaftar dalam sistem Dapodik. Seharusnya itu yang di bagi 2 Dengan guru honorer yang tidak terdaftar di dapodik tanpa harus melakukan pungutan tambahan kepada orang tua siswa.

4. hingga saat ini, belum pernah ada laporan resmi yang menjelaskan secara rinci bagaimana dana komite dikelola. Tidak ada publikasi terbuka mengenai jumlah dana yang terkumpul, kegiatan yang dibiayai, kalaupun untuk keperluar honorer itu berapa yang di berikan

5. jika memang dana komite untuk di berika kepada guru honorer, seharusnya pembiayaan tersebut potongan dari gaji guru ASN atau dana BOS bagi guru honorer yang terdaftar resmi di Dapodik. Pemungutan dari orang tua siswa tanpa dasar hukum yang jelas justru dapat dikategorikan sebagai pungutan tidak sah dan memberatkan masyarakat.

6. legitimasi keputusan pungutan uang komite juga patut dipertanyakan. keputusan tersebut diambil melalui rapat yang hanya dihadiri sekitar 40?ri total orang tua siswa. Dengan tingkat partisipasi yang rendah, keputusan tersebut tidak dapat dikatakan mewakili aspirasi seluruh orang tua, sehingga dasar “kesepakatan bersama” menjadi lemah secara moral maupun administratif.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved